dua puluh

950 110 15
                                    

Vote dulu 🤗


"Nza, perasaan di sini adem, deh..," tutur Jinan, mengundang lirikan setengah sinis dari Alenza.

"Terus?"

"Tapi, kok, pipimu kelihatan merah panas?"

"Hah?" Alenza refleks menyentuh pipi menggunakan telapak dan punggung tangannya. Seketika dirinya salah bertingkah, gelagatnya membuat Jinan mengernyit aneh.

"Kenapa, sakit?" tanya Jinan, terdengar lebih khawatir.

"Oh—ah, enggak." Alenza menjawab dengan gelengan kuat, namun matanya tertuju ke meja depan tepat Dirga bersama gadis lain duduk di sana. "Gue ke toilet dulu," imbuhnya.

Jinan menatap datar punggung Alenza. Sebetulnya Jinan sudah sadar dari beberapa detik yang lalu, bahwa ada seseorang yang membuat temannya tadi bertindak seperti itu. Jinan sengaja menggeser tempat duduknya ke samping supaya bisa melihat objek permasalahan utamanya.

Dilihatnya Dirga duduk di sana. Jinan pun tahu Dirga kini duduk bersama siapa. Gadis itu adalah Falensya, Jinan sangat cukup mengenalnya.

Saat Alenza sudah kembali dan menghampiri meja dengan jalan menunduk, Jinan langsung menarik lengannya menuju pintu keluar.

Alenza terkejut dan bingung. Namun langkahnya tetap mengikuti temannya itu.

***


Di perjalanan mereka berdua hanya saling bisu. Tidak ada yang memulai pembicaraan satu sama lain. Daripada suasana tercipta sunyi, Alenza memilih untuk buka suara yang pertama.

"Nana enggak jadi traktir?"

Pasalnya ia ingat betul bagaimana temannya itu mengatakan pada kasir kafe tadi,  kalau makanan yang sudah mereka pesan ambil saja untuk pekerja yang ada di sana.

"Apa mood Nza enggak buruk setelah ketemu sama Dirga dan perempuan itu?" tanyanya. Alenza kaget, rupanya Jinan menyadari akan hal tersebut.

"Huaaaa!!!" pekik Alenza. Sekarang rasanya gadis itu ingin menangis sejadi-jadinya. "Gue kira Dirga enggak bakal gandeng cewek, karena sikapnya yang kayak gitu..," katanya.

Jinan terkekeh pelan. "Semua akan tertarik pada waktunya." Sontak balasan yang dikatakan Jinan, membuat Alenza menambah jeritannya.

"Nana tau enggak, si? Belum lama ini Dirga deketin gue. Walaupun secara tiba-tiba, tapi gue saat itu bahagia banget..," Ia menjeda, "respon gue memang terkesan jual mahal, cuek, jutek, ya kalau excited 'kan gak ngotak, secara dia masuk ke dalam circle musuh gue."

Jinan menepuk-nepuk tangan Alenza yang melingkar di pinggangnya. Mendengar ungkapan dibarengi rasa kesal yang menjadi-jadi, Jinan tersenyum samar di balik helmnya.

"Kenapa dulu Nza nggak langsung confess sama dia?" Pertanyaan Jinan mengundang geplakan di pundak kiri dan kanannya dari sang penumpang.

"Nza cewek, Na."

"Menurut Nana enggak masalah."   Jinan mengedikkan bahunya.

"Iya bagi Nana." Alenza menghela napas panjang. Raut mukanya tampak murung dan kuyu. "Gue sedih banget, Na..," ucapnya.

Memang. Hanya Jinan yang mengetahui bahwa Alenza sedari dulu menyimpan rasa untuk Dirga. Karena Jinan adalah teman pertamanya, jadi Alenza selalu curhat padanya.

Namun, ada yang tidak diketahui Jinan tentang seberapa besar rasa suka temannya itu pada Dirga. Seberapa besar jatuhnya Alenza pada Dirga, dan...seberapa besar patah hatinya Alenza kini pada Dirga. Mengingat rasa sukanya itu sudah tertanam sejak awal mereka masuk sekolah dahulu.

Kaladuta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang