satu

3.4K 297 5
                                    


Terik matahari siang ini membuat Alenza harus lebih ekstra sabar. Berdempetan di angkutan umum, hawa panas melanda, lalu bau keringat dan wanginya parfum saling bertubrukan, Alenza merasa ingin pingsan saat itu juga.

Hari ini ia tidak membawa motor sebagai kendaraan ke sekolah, akibat lupa menaruh kuncinya sedang ia sudah sangat terlambat.

Gerah. Jalur kendaraan begitu padat seperti biasanya. Ini yang Alenza khawatirkan, jika tidak memakai kendaraan pribadi. Ia sudah lelah menghadapi hari di sekolah, lalu sekarang dihadapkan dengan kenyataan bahwa angkot yang ia tumpangi tidak bergerak sejak lima belas menit lalu.

Edan.

Kapan penungguan ini akan berakhir?

Hidupnya terlalu banyak menunggu.

Sekitar setengah jam lebih untuk sampai ke rumah. Alenza tidak kuat untuk berdiam tanpa kepastian, sampai kapan kendaraannya akan melaju.

Ia memilih untuk turun dan menggunakan kedua kakinya, berjalan sampai tujuan, walau lama namun pasti.

Setelah berjalan kurang dari dua menit, tanpa diduga-duga semua kendaraan sudah melaju, termasuk angkot yang ia tumpangi tadi. Alenza melongo, lalu menggertakan giginya.

"Anj—astaghfirullahalazim."

"Apakah ini sebuah teguran agar aku lebih sabar menunggu, Tuhan..," ucap Alenza setengah menggumam dengan dramatis. Ia mengusap-usap dadanya.

"Rugi gue. Bayar ongkos kagak sampai rumah!"







Lebih dari lima belas menit Alenza akhirnya sampai di pekarangan rumahnya. Ia berjalan lunglai, rasa sebal masih tertancap di hatinya.

Sebenarnya ia bisa saja untuk naik angkutan umum untuk kedua kali, namun egonya lebih tinggi sehingga lebih melanjutkan jalan kaki, kurang lebih satu kilometer jarak yang ia tempuh.

Alenza menunggu selama beberapa menit di kursi teras, menselonjorkan kakinya, dan mengipas-ngipasi wajahnya dengan kedua tangan. Setelah dirasa cukup, ia masuk ke dalam rumah,.menyimpan tasnya disembarang tempat, lalu beralih pada sofa, dan membantingkan tubuhnya di sana.

"Oii! Cape banget gue!" pekik Alenza tiba-tiba. Entah apa faedahnya berteriak seperti itu, namun detik kemudian ada yang suara lain yang merasuk pada indra pendengarannya.

Tangisan.

Tangisan bayi.

Alenza terkesiap ketika mendengar suara bayi yang menangis. Ia melihat ke sekekeling, tapi matanya tak mendapatkan apapun. Alenza lalu berdiri, mencari dan memastikan apakah pendengarannya salah atau tidak.

"Weits, bayi dari mana ieu (ini)?"

Syok bukan main.

Alenza mengusap matanya berulang kali memastikan bahwa ia sedang tidak berhalusinasi.

"Ih asli!"

"Bentar-bentar. Pintu rumah dikunci. Kunci ada di gue. Lah, ini gimana bisa masuk?" Alenza berpikir keras. Bingung dengan keadaan yang terjadi. "Jangan-jangan dibobol lagi!" Ia berlari mengecek seluruh ruangan, termasuk kamarnya, memeriksa barang berharga yang dimiliki.

"Tapi masih utuh!"

"Mampus. Ini bayi apa?"

"Manusia, lah. Masa yang begitu, kan kasat mata."

Alenza bermonolog, berusaha menampik pikiran yang tidak-tidak. Ia mendekati bayi itu, terletak di bawah pinggir sofa yang sempat Lenza duduki, di pojok dengan beralaskan kasur mini bayinya.

"Biasanya kalau di film-film, ditemukan bayi itu di depan rumah, pakai kardus atau keranjang. Lah ini versi terbaru apa gimana sampai nekat masuk rumah. Bayinya cakep begini, harum lagi. Dikira penitipan bayi, bukan sih?"

Tepat di bawah kasur, terdapat amplop berwarna cokelat. Alenza mengernyitkan dahinya, apa ini surat dari si ibu bayinya?

Jiwa dan pemikiran pecinta film dramatis memang beda.

"Ya Tuhan..."

Syok berat kedua kalinya, yang terlintas di benak Alenza tadi adalah sebuah kertas berisi tinta menyuguhkan rentetan kalimat imperatif untuk menjaga si bayi itu, namun yang ia dapatkan adalah segepok lembaran kertas berwarna merah bertuliskan lima puluh juta rupiah.

Entah harus menangis atau senang atau harus pingsan. Alenza tenggelam dalam kebekuan raganya.

"Gue harus gimana!"

Akibat pekikan Alenza lagi, bayi itu pun kembali menangis....






.
.
.
.

Udah berapa bulan nganggur nih cerita? hahaha. Harus refresh lagi otaknya deh karena terlalu lama dianggurin:(

Masih ada yang nunggu, kah?

Btw, mampir ke ceritaku yang lain, ya! Baru publish.

Plis, vote dan comment sebagai bentuk apresiasi/ dukungan kamu buat aku!
Thank you!









Kaladuta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang