prolog

6.1K 301 7
                                    


Kalian baca ini jam berapa?




Embusan napas beraroma stroberi meruak ke dalam indra sampai terasa di kulitnya. Sekujur tubuhnya sekejap merinding. Dewa—lelaki yang berada dalam kuncian seorang gadis, menelan saliva dengan susah payah.

Netra mereka bertemu, menatap tak keruan bersamaan. Gadis itu—Alenza, memandang lelaki di hadapannya nyalang, mukanya tampak bengis. Tatapan lunaknya sudah berubah bak elang yang siap memakan mangsa hidup-hidup. Tangannya mengunci Dewa di kedua sisi—memojokkannya di tembok. Sedang Dewa berekspresi menantang, bukan main baginya Alenza adalah momok cukup besar.

Posisi yang begitu ekstrem. Gadis mana yang berani berbuat seperti ini pada seorang lelaki? Apalagi berhadapan dengan Dewa Baskara, si lelaki populer yang punya ketampanan hakiki.

"Lo suka ya sama gue?" Dewa menyeringai, bertanya dengan penuh percaya diri. 

"Gue serius," balas Alenza.

"Gue lebih serius dari lo."

Dewa tetaplah Dewa. Selain mewarisi karakter lawan jenis, Dewa pun bisa mendominasi berbagai hal. Contohnya seperti sekarang ini, mungkin.

"Waktu gue enggak banyak. Perlu bicara berapa kali, biar lo ngerti?" Mata nyalang milik Alenza belum padam sedikitpun. Malah semakin menjadi. "Jangan pernah sentuh temen-temen gue..," Alenza menjeda, jari telunjuknya menusuk dada milik Dewa sebagai tanda peringatan, "atau lo...."

"Atau apa?" tukas Dewa, membuat gadis di hadapannya kini melepaskan kurungan tubuhnya.

Alenza berdecak sebal. Sejujurnya ia malas berhadapan dengan Dewa. Itu hanya membuang waktu, tapi ia tidak bisa berdiam saja jika Jinan, temannya yang paling polos dan baik mendapatkan tubuh berbidai-bidai.

Kala itu ia menginterogasi Jinan, agar mengaku siapa pelaku dibalik luka ungu kebiruan dari lelaki malang itu. Lalu setelah dapat informasi, Alenza menyesal—menyesali karena ia tidak perlu membuang waktu sekadar interogasi belaka, tapi langsung saja mendatangi Dewa dan kawan-kawannya untuk bogem mentah.

"Habis di tangan gue sendiri," sambung Alenza, intonasinya naik dari sebelumnya. Tapi Dewa hanya tertawa mengejek.

"Sadis banget, deh, Za."

"Lagi pula, gue enggak ikut campur tuh. Jinan berurusan sama Dirga."

Alenza menarik kerah Dewa, mendekatinya kembali, matanya tajam bagaikan emosinya tersulut oleh api yang membara. "Lo ketua dari mereka. Peringatan gue enggak pernah bercanda, Dewa—"

Ucapan Alenza tertahan, karena Dewa segera memeluk Alenza membuat gadis itu terpaku untuk beberapa saat. Membungkam mulut Alenza dengan sekali tindakan.

"Monyet lo, Dewi!!" Alenza mendorong Dewa. Ia terlalu syok atas apa yang baru saja menimpanya. "Cih! Baju, badan, kulit semua bener-bener harus dicuci daripada virus, kuman nempel!" Alenza mengumpat seraya berkomat-kamit karena sebal.

"Erat banget meluknya, kayak enggak mau lepas dari gue." Dewa tertawa mengejek.

"Halu! Jelas-jelas lo yang kegatelan," murka Alenza.

"Kali-kali emang harus diberi pelajaran ya...." Alenza menghampiri Dewa dengan cepat, lalu melayangkan satu hantaman di pipinya, kemudian disusul dengan tendangan, seketika Dewa pun terjungkal. "Lain kali, akhlak lo pake lem. Biar nempel terus!"


.
.
.
.
.

Happy4everr

Lenza senyum gak keliatan bar-barnya yeh :v

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lenza senyum gak keliatan bar-barnya yeh :v

Lenza senyum gak keliatan bar-barnya yeh :v

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Liat pict kedua. Muka-muka ngeselin tingkat? Dewa.








Kaladuta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang