empat

2.3K 216 4
                                    

Petang hari ini Alenza berada di kamar mandi, memperhatikan Achila yang tengah dimandikan oleh Mak Icih.

Mak Icih adalah paraji yang diutus oleh Jinan untuk mengurus Achila, sekaligus menjadi tutor bagi Alenza. Mata Alenza begitu terfokus, tanpa sadar ia pun ikut tersenyum melihat gemasnya Achila ketika dimandikan.

Seusai urusan air, kini berganti dengan berbagai peralatan lain. Dari minyak hangat, bedak dan lain sebagainya, bahkan Alenza memberanikan diri untuk membantu Achila sampai selesai penuh kehati-hatian.

Mak Icih tak banyak bersuara, dan tak banyak bertanya tentang Achila. Jinan sudah mengatasinya lebih dahulu, supaya Alenza tak dibuat kebingungan harus berdalih seperti apa nantinya.

Mungkin jika menerka-nerka, pertanyaannya tak jauh dari; ke mana suaminya, atau malah ditanya tentang menikah muda?

Atau bisa jadi mengira kalau dirinya mengalami MBA alias married by accident.

Itu perkiraan Alenza saja.

"Neng, Mak enjing ka dieu tabuh tujuh." (Neng, Mak besok ke sini jam tujuh)

"Muhun, mangga, Mak." (Iya, silakan, Mak)






Di sinilah akhirnya, hari yang sudah berganti menjadi gelap, bintang dan bulan bertengger di atas sana. Malam yang menaburkan sisi kehidupan dramatis, tak membiarkan izin bagi Alenza untuk tertidur cepat seperti biasanya.

Jika ditinjau mungkin Alenza persis seperti istri yang tengah menunggu kedatangan suaminya, atau orang tua tunggal bagi anaknya.

"Tega banget ibu kamu, ya, Chila," gumam Alenza, sembari menepuk-nepuk pelan tubuh bayi itu. Achila sudah tertidur, Alenza berada di sampingnya—setia menemani dengan posisi memiring menatap lekat wajah Achila. "Aku enggak bisa berperan sebagai ibu pengganti. Aku rasa—aku enggak kuat dan siap. Tapi aku mungkin bisa menjadi kakak sekaligus ibu pengganti buat kamu," imbuhnya.

"Rasanya sakit ya, Chil, sakit lihat kamu masih sekecil ini udah merasakan kejamnya dunia. Udah merasakan ketidakadilan yang seharusnya berganti dengan kebahagiaan dan kasih sayang."

"Lucu banget. Aku enggak pernah menerka kalau aku bakal ngurus bayi."

"Aku cuma mau kita bahagia. Tentunya kamu, Chila," ucap Alenza, setelah itu ia pun tertidur.






Jam menunjukkan pukul tujuh pagi, dan keadaan Alenza sudah tak karuan. Keruwetan terjadi ketika ia tidak mudah menenangkan Achila yang sedang menangis.

Digendongnya Achila dengan kedua tangannga. Alenza melupakan trik yang diberikan oleh Jinan kemarin. Ia mencoba untuk membacakan sholawat yang ia bisa pada Achila. Tapi, tetap saja tangisannya masih ada.

Tak lama Mak Icih datang, Alenza bernapas legas. Ia menyerahkan Achila pada beliau. Setelah itu Alenza buru-buru bersiap untuk pergi ke sekolah.

Seragam sekolah sudah terpasang sebelumnya. Alenza membenahi bagian rambut, ia menguncir kuda seperti biasa.

Ketika Alenza akan berangkat, seseorang sudah berdiri di depan pintu.

"Eh, Mbak Tanti... silakan langsung masuk, ya. Udah ada Mak Icih, kok."

Orang itu adalah Mbak Tanti, babysitter yang dipilih oleh Lucas untuk menjaga Achila, selama Alenza berurusan dengan sekolahnya.

"Mak Icih, Mbak Tanti saya berangkat dulu."





Sesampainya Alenza di sekolah ia buru-buru menuju kelasnya yaitu IPS-2. Dilihatnya jendela untuk mengintip apakah ada guru yang masuk, tapi ternyata tidak. Alenza masuk berjalan gontai. Lari dari parkiran sampai ke kelasnya yang berada di ujung, memang melelahkan.

Santai, Alenza duduk di kursinya. Jinan—teman sebangkunya sudah memerhatikan sedari tadi.

"Enggak usah tanya-tanya gue. Cape banget," pungkas Alenza, ketika Jinan baru saja membuka mulutnya. Gadis itu menidurkan kepalanya di atas tangan yang terlipat sebagai bantal, dan wajahnya menghadap ke arah tembok. "Kalau ada Pak Kurniawan, bilang ya, Na."

"Sekarang jamkos, sih. Tadi Pak Kur kasih tugas isi LKS halaman enam puluh lima."

"Dikumpulkannya kapan?" balas Alenza masih tidur menghadap tembok.

"Pas udah jam pelajarannya selesai."

Alenza berhenti sejenak. "Gue lagi enggak bisa mikir. Mumet otak, capek. Ada berapa menit lagi?"

"Sembilan puluh lima menit."

Alenza duduk tegak, lalu mengeluarkan alat tulis serta buku tugas dari dalam tasnya. Ia mulai mengerjakan soal-soal Geografi berupa pilihan ganda serta uraiannya berjumlah empat puluh soal.

"Jawabannya ada yang lebih ringkas, kok. Nih, yang Nana sedikit," kata Jinan setelah melihat jawaban yang ditulis Alenza.

"Baca soal, Na. Jelaskan bukan sebutkan."

"Za, gue lihat, dong itu tugas." Lucas bertanya, tapi matanya terfokus pada layar ponsel karena ia tengah memainkan game-nya.

Alenza tak menggubris.

"Za, gue lihat Geo." Lucas mendorong kursi yang diduduki Alenza dari belakang, karena memang ia duduk tepat di belakang Alenza.

Jinan menatap khawatir, takut-takut terjadi adu omong antara Alenza dan Lucas. Jinan tahu mood yang dialami teman gadis sebangkunya ini sekarang.

"Bentar, gue belum beres," jawab Alenza datar.

Wajah Jinan berubah menjadi heran. Tidak biasanya Alenza merespon kalem pada Lucas yang jelas sudah mengundang perkara dan kerusuhan.

"Oke, gue tunggu." Lucas membalas tanpa dosa. Menyalin atau menyontek adalah tugas utamanya.

Bagaimana kabar Doris?

Walaupun jiwanya dingin, tak banyak omong, namun karena ia adalah sobat dari Lucas, sebangku dengan Lucas, maka sifatnya pun hampir sama. Seperti sekarang, Doris pun tengah memainkan game.

Hanya Jinan yang kokoh. Setia menemani dan membantu Alenza.

"Mending jangan dikasih, deh. Lenza lagi capek 'kan," ucap Jinan. Tapi Alenza tak menjawab.

"Gue denger ya," sahut Lucas dikala bermainnya.

Jinan berdesis sebal, ia menatap sinis Lucas.

Jinan kemudian beralih mengerjakan tugasnya lagi. Ketika mengerjakan, Alenza memberikan selembar kertas berisi deretan kata.

Gue inget di halaman 65 ini ada test lisan.  Mereka yang nyontek, belum tentu bisa bertanggung jawab.

Poor Lucas dan Doris.





.
.
.

Vote &  comment

Pengin update rajin, tapi sibuk 🙃

Kaladuta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang