lima

2K 210 3
                                    


Kelas hampir kosong dikarenakan jam istirahat sudah berbunyi, menyisakan Alenza serta teman dekatnya, lalu ada teman kelasnya yang tengah makan bersama atau botram di atas lantai beralaskan karpet andalan kelas di pojok sana.

"Mau titip jajanan, enggak?" Lucas menawarkan pada Alenza yang tengah memainkan ponsel sembari memakai earphone-nya.

Segera Alenza mengambil uang dari dalam sakunya, lalu memberikan pada Lucas. "Cimol, pake bumbu pedes, asin. Nutrisari jeruk peras. Gak pake lama," katanya, tanpa mengalihkan atensinya dari ponsel.

"Oke."

"Gue mau titip," sahut Doris, hendak mengeluarkan uang dari sakunya.

"Enak aja! Lo ikut sama gue." Lucas menarik paksa tangan Doris, menyeretnya ke luar dari dalam kelas.

Jinan sibuk dengan buku-buku serta laptopnya, karena ia tengah menyiapkan bahan presentasi untuk pelajaran Sejarah nanti.

"Za, Nana mau ke perpus. Kayaknya sampai istirahat selesai."

Alenza memberhentikan kegiatannya, melihat Jinan. "Cuma lo sendiri?" tanyanya, mengangkat satu alis keheranan.

"Iya."

"Anggota kelompok yang lain enggak ikut kerja?"

Jinan diam sebentar, berpikir sebelum berbicara, karena ia harus hati-hati dengan gadis yang ada di hadapannya saat ini. "Ini bagian Nana, kok."

"Ok."

Sengaja memang. Jinan tak mau membuat kegaduhan, jika ia mengatakan bahwa hanya dia sendiri yang bekerja, maka Alenza akan memberikan 'sedikit' peringatan bagi anggota kelompok lainnya, dan hal itu membuat Jinan malas.

Lagi pula memang sudah tak aneh jika tugas kelompok, dikerjakan  secara tidak berkelompok.

Di bangku itu Alenza sendiri, tak ada Jinan, Lucas atau Doris. Teman-teman kelasnya hanya ada tiga orang saja. Alenza begitu tenang mendengar musik—asyik dengan dunianya sendiri, sampai ada seseorang yang tiba-tiba datang mengusik ketenangannya.

"Sendirian aja, nih. Dayang-dayangnya mana?"

Alenza menampakkan raut muka masam dan malasnya ketika musuhnya datang dengan tak tahu malu ke dalam kelas. Sudah biasa. Namun, waktunya kurang tepat.

"Mending lo pergi deh, Dewi. Gue lagi males adu bacot."

"Gue ke sini cuma mau tanya. Gak ada  adu bacot atau baku hantam. Lagi pula dua hal itu lo Ratunya. Gue sih mana berani?" ucap Dewa, meringis, wajahnya penuh kecongkakan.

"Pertanyaan lo enggak berbobot."

"Masa sih? Gue mau tanya serius dua rius."

"Gak peduli. Tanya pada rumput yang bergoyang."

"Gue pengin lo yang bergoyang."

Drug!

Alenza mendorong kursi di sampingnya yang diduduki oleh Dewa. Dewa terkesiap, jarak mereka kini berjauhan.

"Hari ini gue enggak mau ribut, gue enggak mau mulai hal yang berbau kriminal. Jadi, mending lo pergi dari sini. Kelas lo ada di sebelah. IPS 3, Dewa Baskara," kata Alenza, serius menatap lekat Dewa menahan amarah.

"Gue cuma mau tanya—"

"Tentang apa?" potong Alenza dengan menyentak.

"Kemarin, gue lihat lo sama dayang-dayang ada di mall. Anehnya, lo gendong bayi."

Raut muka Alenza berubah seketika. Ia terdiam sesaat.

"Itu keponakan gue."

Dewa mengangkat alisnya, terlihat heran.

Alenza menatap objek lain, ia tidak nyaman ditatap seperti itu oleh Dewa. Mulutnya terbuka untuk membalas lagi, tapi Lucas datang bersama Doris dan langsung menggabruk meja.

"Mau apa Lo datang ke kelas ini, huh!?" Lucas bertanya dengan emosi. Jajanan yang dititipkan kini sudah berpindah tangan pada Doris.

"Santai. Gue enggak mengundang keributan."

"Heh, dengan datangnya lo ke sini itu udah mengundang keributan, bego. Dasar kuman."

Dewa tersenyum remeh, pandangannya kini beralih pada Alenza. Wajahnya mendekat, lalu berbisik tepat di telinga kiri gadis rambut kuncir kuda itu. "Dayang-dayang lo pada ngamuk. Gue pergi, tapi pertanyaannya gue masih butuh jawaban lebih," katanya.

Sebelum Dewa pergi ia menepuk-nepuk pundak Lucas.

"Enggak usah pegang-pegang, lo. Mahal nih perawatan diri, kuman."

Alenza menghela napas, bersandar di punggung kursi dengan rasa frustrasi, lalu menutup wajahnya dengan buku pelajaran.

"Tadi si Dewa ngapa-in aja ke sini?" tanya Lucas sembari meletakkan jajanan Alenza di mejanya.

"Dia sendirian. Berarti ada sesuatu yang lebih dari biasanya." Doris menimpali, membuat Lucas berpikir.

"Emang ada apaan?"

Alenza menyimpan bukunya dengan keras. "Dia lihat kita. Lihat gue gendong Achila."

"Demi apa lo?"

"Gue jawab itu keponakan. Tapi gue paling sebel sama tatapan dia yang mengintimidasi. Seolah jiwa lambe gosipnya keluar."

"Udahlah. Lagi pula lo udah berdalih."

"Hm."

Alenza kembali menghidupkan musiknya lagi. Ia sedang memilih lagu-lagu untuk diputar selanjutnya, namun tiba-tiba muncul notifikasi pesan. Alenza tergugah untuk menekannya.

+62xxxxxxxxxxx

Gue sih belum sepenuhnya percaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue sih belum sepenuhnya percaya...

"Emang titisan mojal si Dewi...."


.
.
.

Teman-teman, ayok dong vote nya.
Ini kan bukan koran :(
Tekan bintang di pojok kiri, ya^^
Itu sebagai bentuk menghargai/apresiasi kamu buatku.

Btw, ada yang tau mojal gak hahaha. Emg gue ada² aja wkwk












Kaladuta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang