dua puluh tiga

715 111 9
                                    





Kepulangan kali ini dirinya merasa tak bergairah. Benak Alenza dipenuhi dengan masalah Jinan dan kasus papanya Dewa. Sebetulnya bukan hal yang harus ia pikirkan, namun ketika nama Dewa menjadi perbincangan hangat diselingi cercaan di sekolah tadi, rasa peduli Alenza melonjak naik.

Posisinya pernah Alenza rasakan walau berbeda permasalahan. Sama-sama menanggung sesuatu yang jelas bukan salahnya. Tapi, masalah yang menimpa Alenza justru Dewa lah yang memicunya.

Dewa cepat berlalu meninggalkan kelas, ketika berita tentang papanya meruak ke semua penjuru sekolah. Dewa yang selama ini dikagumi oleh para kaum hawa, Dewa yang selama ini selalu berjalan angkuh dan mengangkat dagu, seketika menjadi kuyu dan tertunduk kala dicerca habis-habisan oleh pengagumnya sendiri. Diangkat dan dijatuhkan secara bersamaan dengan orang yang sama.

Itulah mengapa ada kalimat, roda pasti berputar. Roda kehidupan pasti berputar.

Namun, seharusnya Alenza merasa bebas dan senang, bukan?
Dewa lah yang selama ini selalu mengusiknya, sekarang mendapatkan ganjaran yang setimpal. Tapi ternyata bukan hal ini yang Alenza inginkan. Sekadar bebas dengan Dewa tak mengusiknya lagi lebih dari cukup.

Tangan Alenza menarik knop pintu rumahnya, saat dibuka pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah seorang wanita tengah duduk  mengangkat kaki yang ditumpu pada kaki lainnya sembari menenteng sebuah cangkir. Dia menyesapnya, sampai akhirnya pandangan mereka saling bertemu.

Alenza terpatung. Kala yang dilihat seperti halusinasinya saja. Namun kala wanita itu berdiri dan menarik sebuah bassinet stroller, dan dengan jelas ada Achila di sana, Alenza memelotot sempurna.

Dirinya celingukan mencari seorang pembantu yang menjaga Achila. Namun pergerakannya terhenti kala wanita itu berbicara.

"Mereka sudah pulang."

Alenza mengalihkan pandang, menatap wanita itu seperti api merah yang berkobar-kobar. "Kedatangan Anda tak pernah saya terka...dan mungkin tak saya harapkan——lagi."

Wanita itu tersenyum miring renyah, namun matanya tersirat rasa kekecewaan dan juga kerinduan. Ia mengerti. Sangat. Sikap gadis yang dihadapannya kini tak bisa ia salahkan.

"Selalu saja tiba-tiba. Pergi, kemudian datang. Saya kira Anda sudah lupa  arah pulang, atau bahkan lupa kehadiran—saya.., ibu." Air mata Alenza sudah berada di pelupuk, sebentar lagi—sebentar lagi airnya akan turun.

"Sudah lama, ya, Nak. Maaf. Maafkan, ibu."

Alenza menangis tanpa suara, kepalanya sudah tertunduk dengan telapak tangan yang mengepal. Sudah berapa tahun ia hidup sendiri tanpa kehadiran seorang ibu. Hanya ibu yang Alenza punya, karena ia tidak tahu keberadaan sang ayah di mana. Namun ternyata lagi-lagi ia harus menahan pahit karena ibu yang selama ini ia banggakan juga pergi meninggalkannya tanpa sebab, tanpa pamit, dan menggoreskan sebuah lara yang sangat besar bagi kehidupannya.

Sekarang, detik ini, ibunya kembali tanpa terkaan. Duduk manis, dan masuk secara bebas ke dalam pijakan rumahnya seolah tak terjadi apa-apa di masa lalu.

Tapi. Lagi-lagi, mulut yang seharusnya protes dengan ribuan kata, mengeluarkan keluhan, kekecewaan, kesakitan, atau bahkan kemarahan seketika luluh lantak saat ibunya merengkuh tubuhnya. Mendekap dengan rasa rindu yang tak terlukiskan. Hangat. Itulah yang Alenza rasakan.

Gengsi tetaplah gengsi. Alenza lebih memilih mendorong dan beralih duduk menghampiri Achila, tak lupa air matanya kini tengah ia usap dengan kedua punggung tangannya.

"Lain kali harus bilang sama Mbak Tanti, kalau ada orang asing masuk selain temen-temenku, enggak boleh sembarangan ninggalin Achila. Hal buruk bisa aja terjadi," ucap Alenza terdengar menyindir.

"Ibu bukan orang asing."

Alenza tak menggubris. Dirinya sibuk bermain dengan Achila.

"Itu adikmu."

Alenza berhenti. Lalu membalikkan tubuhnya. Perkataan ibunya tadi lebih mirip seperti pernyataan dibanding pertanyaan.

"Ibu tanya aku?" tanya Alenza.

Ibu Alenza menggeleng pelan. "Ibu memberitahu bahwa dia adikmu."

Jangan tanyakan raut wajah Alenza sekarang.












.
.
.
.
.













Sudah lama tidak update, karena baru free, dan semoga mood nya baik terus biar cepet beres nih cerita. Pengin cepet nulis kata End :)

Makanya vote haha

Kaladuta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang