dua puluh sembilan

918 93 2
                                    


Mampir ke ceritaku yang lain, ya!

Silakan mampir, cek di profil ku!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Silakan mampir, cek di profil ku!

.
.
.

Mendapatkan kabar yang sangat mencengangkan tersebut, Doris menghubungi Lucas dan mereka buru-buru menuju lokasi Alenza berada yang telah berhasil ditemukan.

"Kok, si Dewa nyamperin lo doang?"

"Lo gak penting," jawab Doris menohok. "Dia bingung dan panik, tanya lo bukannya dijawab, nanti malah buka sesi debat."

"Ya enggak lah!" Lucas membantah. "Enggak salah lagi," lanjutnya. Doris melirik dengan sorot mata dinginnya. Membuat Lucas yang tadi sudut bibirnya terangkat sempurna, sekarang menjadi turun.

"Bercanda, ah, elah," katanya.

"Bisa-bisanya ada yang bawa si Alenza. Setau gue dia gak punya masalah apapun kecuali sama Dewa."

"Lo mikir dia yang dalangnya?" Doris bertanya langsung ke intinya.

"Ya——ya bisa jadi, kan gaada yang tau." Lucas tergagap.

"Lo bilang 'gaada yang tau'. Jadi, sebelum sampai tujuan lebih baik diam."

Lucas mengerucutkan bibirnya. Bibirnya berkomat-kamit tak jelas karena menggerutu akibat perkataan Doris tadi. Sedang raut wajah Doris lebih dingin dari biasanya, jika sudah seperti itu berarti ada sesuatu yang mengganggu di benaknya, yaitu perasaan kalut.

***

"Maksud dari semua ini apa, Na?" Alenza menatap Jinan tak mengerti. Benar-benar tak mengerti tindakan yang diambil oleh teman terbaiknya ini. Tapi Jinan hanya tertawa terkekeh-kekeh, tawa menyiratkan sesuatu yang tak bisa dideskripsikan dengan mudah.

"Nana." Alenza memanggilnya lagi. Tak ada intonasi yang naik, dia masih tetap sama. Suaranya masih terdengar cukup stabil. Namun gelombang di dadanya sudah saling berpacu.

"Seharusnya lo tahu, Alenza."

"Nana...." Kentara raut wajah Alenza seketika berubah mendengar cara bicara Jinan yang tak pernah ia dengar sebelumnya.

Jinan menarik kursi dan mereka duduk saling berhadapan. "Jinan sayang sama Alenza.

"Tapi kenapa lo lakukan semua ini?"

"Jangan sela pembicaraan gue!" Jinan membentak. Alenza memejam kaget.

Tuhan, apa ini tabiat Jinan yang sebenarnya?

"Plis, Za. Berhenti buat gue marah lagi," ucapnya. "Gue udah muak sandiwara!" Ia mengacak rambut dan mengusap wajah frustrasi.

Kaladuta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang