sembilan belas

856 105 2
                                    

Vote, ya🤗



Di kelas waktu pelajaran ekonomi berlangsung Lucas hanya tiduran. Kedua tangannya dilipat menjadi tumpuan untuk kepalanya, miring menghadap tembok, dan earphone setia menangkring di kedua telingnya. Matanya tidak terpejam, jari telunjuknya menyentuh tembok membuat gerakan lingkaran tak jelas.

Teman sebangkunya, Doris, telah bertobat untuk hari ini. Pemuda itu dengan khidmat menyimak Pak Herman yang tengah menjelaskan materi. Lembaran buku putihnya pun sudah terisi tinta dengan deretan kata, kalimat, bahkan paragraf.

Rajin, bukan?

Doris menjawab tidak. Ini bukan bentuk rajinnya tapi ini adalah sebagai pencitraan. Karena Doris tahu bahwa Pak Herman adalah guru killer-aktif yang selalu melemparkan pertanyaan secara mendadak. Walaupun dirinya adalah tipe yang cuek, jika urusan dengan Pak Herman Doris akan lebih peduli.

Jangan tanyakan Lucas mengapa ia tidak merasa takut seperti hal nya Doris. Karena Lucas tak pandang bulu, kalau sudah malas ya malas.

Sungguh sikap yang dakjal, bukan?

"Hei, kamu yang di belakang!" Pak Herman menunjuk, sontak para murid pun mengikuti arah pandangnya.

Kini meja Doris dan Lucas menjadi atensi seisi kelas. Doris sempat bingung, namun dirinya cepat sadar dan menyentuh tangan Lucas dengan pulpennya.

"Kenapa tidur di jam pelajaran saya?" Pak Herman sudah memasang tatapan nyalang. Alenza ikut gugup seketika. Tapi Lucas masih tetap dengan posisinya.

"Lucas sakit, Pak!" ucap Alenza setengah memekik.

"Enggak," sahut Lucas tiba-tiba, langsung melepaskan earphone yang tersemat.

Bodoh, memang. Alenza berniat menyelamatkannya, tapi Lucas sendiri yang memilih bunuh diri.

"Kenapa tidur di jam pelajaran saya?" tukas Pak Herman. Lucas menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Maaf, Pak. Lagi badmood."

Jawaban Lucas semakin membuat Pak Herman melotot tajam ke arahnya, sedang para murid yang lain sudah geleng-geleng kepala dan menahan tawa karena Lucas memang terkenal akan ketololan dan aksi nekatnya.

"Saya juga badmood lihat kamu ada di kelas saya!" balas Pak Herman. "Coba, saya tanya sekarang tentang materi tadi, apa kegunaan dari akuntasi dalam dunia usaha?" tanyanya pada Lucas.

Lucas menggeleng tanpa dosa. Pak Herman pun mengikuti gerakannya, sampai menepuk jidat.

"Kamu di sampingnya, coba jawab pertanyaan saya tadi."

Jantung Doris seketika ada di langit. Ia gugup parah, namun langsung mencari catatan tadi yang ia tulis.

"Ada empat, pak. Pertama, menyediakan informasi ekonomis suatu perusahaan. Kedua, memberikan gambaran kondisi perusahaan dari suatu periode ke periode berikutnya. Ketiga, memberikan gambaran mengenai kemampuan untuk menghasilkan laba. Keempat, menjadi media komunikasi antar manajemen dengan penggunaan informasi," jawab Doris secara lugas.

Pak Herman memberikan jempolnya, tanda bahwa Doris menjawab dengan tepat dan lancar.

"Siapa nama kamu?" tanyanya, sembari membawa absensi.

"Doris Moy."

"Oke. Itu teman sebangkumu siapa?"

"Lucas Zakhir!" sambar Lucas semangat cengengesan sebelum Doris menjawabnya.

Alenza menggerutu di dalam hatinya. Lucas terlampau bodoh. Mungkin Lucas pikir ia akan mendapatkan sepaket piring cantik, melihat anak itu menjawab dengan penuh semangat.

"Hm. Silakan kamu keluar, ya, dari kelas saya."


****

Hari ini sekolah dipulangkan lebih cepat dikarenakan adanya rapat guru dadakan. Oh, tentu semua murid menyambutnya dengan sangat baik, mereka bersorak-sorai kegirangan sampai ada yang naik ke atas meja.

"Emang paling bener jam sekolah yang enak itu, jamkos sama pulang cepat karena rapat!"

Alenza menyentil dahi Lucas. "Mikir onyetz."

"Setuju, sih," celetuk Doris.

Mata Alenza langsung tertuju pada Doris. "Diem, deh. Nggak usah pro sama si onyetz."

"Enggak apa-apa, lah! Tandanya real best friend." Lucas merangkul Doris dengan so akrab, lalu mereka menuju parkiran mendahului Alenza.

"Nza mau bareng Nana lagi enggak?" tanya Jinan sudah duduk di atas jok motornya, kepalanya pun sudah memakai helm.

"Iya, lah. Gue pagi dijemput lo, masa pulang gue ditinggal." Alenza langsung memakai helmnya dan naik ke atas jok, memeluk pinggang Jinan. "Yok, jalan!" serunya.

Motor milik Jinan melaju melewati beberapa motor dan mobil yang terparkir termasuk mobil milik Doris dan ada Lucas yang berdiri di dekatnya.

"Gue duluan!" pekik Alenza, tangannya melambai pada kedua temannya. Lucas membalasnya dengan pelototan.






Kafe
Ingat kamu

Jinan sempat menawarkan Alenza untuk makan atau minum terlebih dahulu sebelum ke rumah masing-masing. Tentu saja Alenza menerimanya tanpa pikir panjang, apalagi ketika Jinan berkata bahwa ia akan mentraktir secara sukarela.

Kesempatan jarang datang dua kali.

Suasana di Kafe Ingat Kamu saat ini tidak terlalu ramai. Namun jika berkunjung di waktu petang, maka akan membludak dan rata-rata dikunjungi oleh para kaum Adam.

Alenza dan Jinan memilih meja paling ujung. Menurut gadis itu duduk di paling ujung memiliki kenyamanan tersendiri dan mudah menyorot keadaan sekitar.

"Mau pesan yang mana?" tanya Jinan. Alenza langsung menujukkan menu yang diinginkan.

"Oke. Nana ke sana dulu."

"Iya."

Tak lama ada yang mengundang atensi Alenza. Ia menilik dua orang yang datang dan duduk tak jauh dari tempatnya. Semakin lama menyipitkan mata, Alenza pun mengetahui bahwa yang datang itu adalah Dirga.

Namun, tunggu...siapa gadis yang bersamanya?



.
.
.
.

Yuk, vote 🐣

🐰







Kaladuta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang