Mulut Hana kecut, dari jam 9 pagi sampai jam 1 siang ia duduk di samping Adam. Menatap siswa dan siswi belalu lalang melakukan pencoblosan ketua dan wakil OSIS. Hana mencoba untuk memberikan senyum seramah mungkin kepada siswa dan siswi yang masuk dalam bilik pencoblosan. Begitupula dengan Adam, ia memberikan sedikit senyuman manis yang membentuk bulan sabit di bibirnya.
Hana mencoba mempertahankan matanya agar tak tertutup. Jujur, Hana sangat mengantuk kali ini. Apalagi, Adam tak mau diajak ngobrol layaknya Desi yang selalu menerima, mendengar dan menjawab apa pun yang keluar dari mulut Hana.
Adam menoleh kepada Hana, mendapati Hana yang wajahnya nampak lesu itu Adam menghela napas pelan. Sedetik kemudian, master of ceremony memberitahukan bahwa kegiatannya ditunda tiga puluh menit yaitu untuk sesi istirahat setelah lima jam berkutat.
Hana menghela napas pelan, beranjak dari duduknya kemudian berjalan menuju keluar aula. Hana berlari, membuntuti langkah Adam yang tengah keluar dari aula. Hana menghadang langkah Adam. Tersenyum manis kemudian menggandeng pergelangan tangan Adam. Untuk telapak tangannya, Hana sama sekali tak punya banyak tekad menyentuhnya.
"Mau ke kantin, kan? Bareng, ya?" tawar Hana sambil mesejajarkan tubuhnya dengan Adam.
Adam mengangguk lalu berkata, "boleh, tapi lepasin tangannya."
Hana memajukan beberapa centi ke depan, segera melepaskan tangannya dari pergelangan tangan Adam.
"Daripada gak ke kantin bareng Kak Adam, Hana ikhlas kok lepasin tangan Hana. Kapan lagi coba Kak Adam bolehin Hana bareng sama Kakak," kata Hana ketika Adam mulai berjalan menuju kantin.
Adam dan Hana berjalan berdampingan, pandangan Hana lurus ke depan. Mengulas senyuman bahagia pada bibirnya. Siswa dan siwi yang ada di kantin sontak menjadikan Adam dan Hana pusat perhatian. Mereka heboh, baru kali ini Adam memasang wajah lempeng, biasa saja. Yang bisanya Adam apabila berjalan dengan Hana wajahnya seperti menahan gusar.
"Ada apa sih, sama mereka? Heran deh, suka banget jadiin Hana sama Kak Adam pusat perhatian. Ya, gak Kak?" ucap Hana, menoleh kepada Adam yang tengah duduk di bangku lalu membuka menu.
Hana menghembuskan napas gusar, menggeleng-gelengkan kepalanya lalu duduk di hadapan Adam. Tak mengindahkan mereka yang menatapnya dan Adam secara berlebihan. Kapan lagi coba? Makan bareng sama Adam? Jarang-jarang Adam bolehin Hana makan bersamanya.
"Kak Adam mau pesan apa?" tanya Hana, mulai membuka buku menu satunya.
"Nasi goreng ya, Kak?" Adam menggeleng, mulai melambaikan tangannya kepada pelayan yang ada di depan kasir.
"Mau memesan apa?" tanya pelayan, tak lupa dengan buku kecil di tangan kirinya, bolpoin di tangan kanannya.
"Booble tea satu, kentang goreng rasa jagung bakar satu. Kamu apa, Han?" tanya Adam.
Hana tersenyum bahagia, demi apa Adam menawarkan makanan kepadanya. Jarang sekali, entah apa yang membuat Adam melakukannya. Menambah rasa cinta Hana saja.
Hana gugup hendak menjawab apa, jantungnya berdebar. Hana mengelus dadanya, lalu berkata, "em, Hana cokelat dingin sama pentol goreng aja. Hana memesan asal-asalan, padahal Hana tidak suka pentol. Hana juga alergi cokelat. Oh ayolah, apa yang kau pikirkan Hana? Yang kau pikirkan Hana Adam, Adam dan Adam!
"Oke, tunggu sepuluh menit ya." Pelayan kembali ke dapur, Hana tersenyum kepada Hana. Sedangkan Adam, ia lebih memilih menatap jam tangan, sambil mengotak-atiknya.
"Kak Adam suka kentang goreng, ya?" kata Hana membuka pembicaraan, Adam mengangguk pelan.
"Heum, Kak Adam udah enggak suka nasi goreng lagi?" Hana membuka obrolan lagi, rasanya bibir Hana tidak bisa diam apabila dekat dengan Adam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Me to Jannah (END)
Random📒Spiritual - Romance "Tapi, seenggaknya luka-luka kecil ini, jadi saksi bisu perjuangan Hana buat ngemilikin Kak Adam seutuhnya." Hana memasang senyuman manis, menatap Desi yang wajahnya sinis itu. "Han, dengerin Desi dulu. Kak Adam itu enggak akan...