📒 23. Dasar Peramal!

279 32 0
                                    

Satu tahun berjalan, Hana sudah lulus SMA tepatnya tahun lalu. Kini, Hana tengah menganyam kuliah di tanah kelahirannya, Yogyakarta atas perintah Herlina. Herlina tidak tega apabila Hana kuliah di Jakarta atau di luar negri. Alasannya, Herlina belum cukup siap melepas Hana hidup bebas jauh darinya.

Tepat di jam enam pagi Hana terbangun dari tidurnya setelah solat subuh tadi. Hana beranjak lalu berjalan ke kamar mandi. Hana menendang deretan boneka yang ada di kamar mandi ya ... itu adalah boneka Hana semalam yang ditumpahi minuman coklat dingin oleh teman-teman kuliahnya.

"Bener kata Bunda, gak ada sahabat sebaik Desi, cari yang kayak Desi itu susah."

Hana kini duduk di WC duduk, mengingat-ingat kembali bahwa Hana pernah menendang pintu kamar mandi sampai jebol dan mengenai kepala Desi.

"Mengenaskan, tapi lucu juga." Hana tersenyum selepas itu.

Hana keluar lagi dari kamar mandi, segera menyambar Handphonenya yang ada di ranjang. Hana membuka album fotonya dengan Desi. Hana sedang rindu Desi sekarang.

"Kenapa, ya. Tuhan selalu memisahkan Hana dengan orang yang Hana sayang. Dari Kak Adam yang pulang ke Jakarta dan sudah satu tahun Hana gak komunikasi sama Kak Adam. Nomor Kak Adam hilang sejak Handphone lama Hana kecebur ke kolam."

"Terus Desi. Kenapa Desi harus kuliah di Belanda, sih? Sedih deh ... dari TK sampai SMA kita gak pernah pisah. Tapi sekarang, kenapa begini."

Hana bermonolog, menatap langit kamarnya sendiri. Hari-hari Hana tanpa Desi dan Adam itu hambar. Hana menangis memeluk bantalnya, lalu segera berlari ke kamar mandi untuk segera mandi. Rencananya, Hana akan bertemu dengan teman kuliahnya, untuk diskusi tugas jam setengah delapan nanti.

•••

"Hanaa! Raga di sini!"

Hana menyipitkan matanya, ketika ia baru saja memarkirkan mobilnya di parkiran cafe. Seorang Raga yang memakai jenas putih dan hoddie abu-abu, tak lupa dengan kalung warna putih yang sengaja Raga keluarkan dan kini ada di dadanya. Raga adalah teman baik Hana di kampus. Penampilan Raga memang modis dan berbau kebarat-baratan, tetapi ia pandai dalam ilmu agama. Sama halnya dengan Adam. Mereka berdua berbeda tipis. Apabila Adam adalah sosok yang tenang dan sama sekali tak menbuat Hana naik darah, sedangkan Raga adalah sosok yang membuat Hana selalu emosi dengan aksi jahil bin usilnya itu.

Raga melambaikan tangannya sambil tersenyum, Raga sedang ada di teras cafe dengan tas punggung warna hitam yang ia bawa.

"Iya, Raga. Tunggu." Hana membuka pintu mobilnya, lalu keluar dengan wajah masam. Hana sedang bad mood karena boneka-boneka mahal tersayangnya yang menjadi warna cokelat pekat akibat tersiram minuman coklat.

"Han? Senyumnya kok hilang?" Raga bertanta kepada Hana, Hana tak mengindahkan ia langsung membuka pintu cafe dan masuk.

"Tadi minta ditungguin, sekarang malah ninggal," gumam Raga.

Raga menghela napas, ikut masuk ke dalam cafe. Raga duduk di hadapan Hana, lalu mulai memesan minuman yang tidak berbau cokelat. Karena, Hana alergi cokelat sejak kecil.

"Han? Gak mau cerita gitu sama Raga?"

Hana tetap diam, memilih untuk memainkan ponsel. Menarik ulur beranda instagram. Tak lama pelayan datang, membawa minuman untuk mereka.

"Minum dulu, gih. Supaya relaxs," titah Raga, Hana mengangguk pelan.

Hana meletakkan cangkir ke meja, lalu membuka handphone lagi. Raga hanya menghela napas pelan.

Take Me to Jannah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang