"Kak, gimana kalau kita pakai ekonomi kreatif aja. Kerja cerdas, bukan kerja keras. Gimana? Mau gak?"
Adam yang baru saja keluar dari kamar mandi sambil menggosok rambutnya dengan handuk kecil karena habis keramas pun tersenyum simpul, kemudian meletakkan handuk di gantungan.
"Kamu ini, ya. Masih jam dua malam ini, udah ngomongin soal kerjaan. Udah, sana wudhu dulu. Waktunya curhat sama Allah lho ini," kata Adam sambil menarik paksa selimut yang Hana kenakan, lalu Hana sontak bangun dan merenggangkan otonya sambil menguap kecil.
Adam meletakkan bantal di kepala ranjang, lalu merebahkan punggung dan kepalanya di sana sambil mengecek ponselnya. Hana berdecak sebal, bagaimana tidak? Rambut Adam yang basah itu mengenai bantal, alhasil bantal pun basah.
"Kak bantalnya basah lho itu. Lagian, ya. Ngapain sih jam dua malam mandi keramas? Mandi kembang tujuh rupa?" kata Hana sambil menyingkirkan bantal yang Adam pakai dengan muka ditekuk. Adam yang mendapati ekspresi wajah Hana langsung tertawa dengan menatap Hana intens.
"Kalau gak mandi keramas, nantinya masih berhadast. Dan, gak boleh curhat sama Allah malam ini. Masih dalam keadaan tidak suci, karena apa? Karena jika seseorang usai melakukan--." Hana membungkam mulut Adam dengan tangannya, lalu berlari ke kamar mandi dengan menoleh kepada Adam yang kini menatap Hana dengan kekehan pelan, jakun Adam naik turun sekarang. Sumpah, Hana ingin menggingit jakun Adam yang kini bergerak naik turun itu."
"Mandi keramas, Han. Jangan lupa niatnya," pekik Adam sambil melipat selimut yang mereke pakai, lalu Adam berjalan ke lemari untuk mengambil beberapa alat sholat.
"Iya, udah sana jangan ganggu Hana mandi. Atau, Hana akan lama mandinya," pekik Hana di dalam kamar mandi, lalu suara air kran terdengar.
"Siapa yang ganggu kamu mandi, lagian kurang kerjaan banget." Adam duduk di meja rias milik Hana, kemudian mengamati jam yang kini sudah menunjukkan jam setengah tiga.
"Iya juga, sih. Hana kepedean banget." Adam menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berjalan ke ranjang, lalu merebahkan dirinya di sana. Tak peduli dengan bantal yang akan basah karena rambutnya itu, toh bisa dicuci. Dasar Hana, pelit.
"Kak Adam?! Boleh bantu Hana gak?" pekik Hana dengan nada suara yang sedikit gugup.
Adam yang kurang lebih lima belas menit rebahan di ranjang, sontak bangun dan merapikan rambutnya yang berantakan dengan jari. Adam menjawab jika ia bisa membantu Hana.
"Tolong ambilin gamis Hana yang warna maroon di lemari," titah Hana lalu Adam berjalan kepada lemari Hana.
Adam membuka lemari Hana bagian kiri terlebih dahulu. Yang Adam dapati adalah pakaian privasi Hana, Adam segera menutupnya dan menguncinya lagi. Dibukanya lemari sebelah kanan, lalu Adam mendapati berbagai gamis yang menggantung. Adam mencari gamis warna maroon dengan teliti, alhasil tidak ada sama sekalo gamis maroon di sana.
"Han, gak ada gamis warna maroonya," kata Adam dengan menutup lemari yang baru saja Adam buka.
"Kok bisa? Hana yakin Kakak gak teliti nyarinya. Hana ingat betul lho, Kak kalau gamis itu udah Han taruh di lemari. Gak mungkin kalau gak ada." Adam menghela napas lirih, lalu mengecek lagi lemari.
"Gak ada, sayang." Hana yang baru saja keluar dari kamar mandi pun bungkam. Baru kali ini ia dipanggil 'sayang' oleh Adam. Sumpah, ini membuat jantung Hana berdebar kencang.
Adam menoleh kepada Hana yang keluar dari kamar mandi dengan memakai handuk kimono putih dan rambut basah tergerai bebas. Hana menelan salivanya kasar, sambil berjalan ke arah Adam yang kini menatapnya aneh.
"Kak Adam pasti gak teliti, deh." Hana mencari gamis warna maroonnya dengan sedikit tidak nyaman, pasalnya ia hanya menggunakan handuk.
Ekor mata Hana mendapati Adam yang terus-terusan menatap Hana dengan tatapan yang sulit diartikan. Hana berbalik badan, menatap mata Adam dengan tatapan penuh penyelidikan.
"Kak Adam ngapain lihatin Hana kayak gitu?" Hana memasang tatapan menunggu jawaban dari Adam.
"Memangnya, lihatin istri sendiri itu dosa?" kata Adam dengan nada ketus dan dinginnya. Membuat Hana mengusap wajahnya kasar.
"Enggak, sih. Tapi, tatapan Kakak itu kayak ada--." Ucapan Hana terpotong, karena Adam membungkam mulut Hana.
Hana hanya bisa pasrah sekarang. Kala tangan Adam bergerak menarik pinggang Hana agar lebih dekat dengan tubuh Adam. Hana memejamkan mata, kalau Adam menyentuh rambut Hana yang tergerai bebas. Hembusan napas Adam terasa sampai dahi Hana. Hana yang merasakan itu hanya bisa memejamkan matanya pelan.
"Kamu ini mandi cara apa? Bisa-bisanya rambut kamu masih banyak busa shampoonya." Kata-kata Adam memecah keheningan juga suasana romantis yang telah tercipta. Hana sontak membuka matanya dan menggapai rambutnya. Benar apa yang dikatakan Adam, rambut Hana masih banyak busa shampoonya.
"Lagian. Perlakuan Kakak ambigu, jadi Hana terbawa suasana." Hana mengerucutkan bibirnya beberapa centi ke depan, sontak langsung disentil pelan oleh Adam. Hana langsung mencubit dengan kuat ke dada bidang Adam, membuat Adam meringis pelan.
"Siapa suruh gampang terbawa suasana. Udah sana, mandi lagi. Jadi tahajjud gak nih?" Hana mengangguk dengan wajah yang masih ditekuk. Membuat Adam gemas, ingin mengucel-ucel wajah Hana.
•••
Sosok wanita berpakaian serba hitam duduk di tong minyak yang ada di sebuah gudang kumuh. Wanita itu mendekatkan rokok kepada bibirnya, lalu menghisapnya penuh kenikmatan. Beberapa laki-laki bertubuh atletis mengelilinginya, menenguk salivanya kasar. Terpesona dengan kecantikan si wanita tadi ketika menghisal rokok sambil memejamkan matanya.
"Gimana? Adam udah kerja di Sukabumi?" tanya si wanita sambil membuang batang rokoknya yang sudah pendek, lalu empat laki-laki berbadan atletis tersebut mengangguk mantap.
"Bagus. Jam tujuh pagi, kalian akan menyelesaikan misi, yaitu culik Hana. Bawa di ke sini, gue mau main-main sama dia." Si wanita tadi tersenyum devil, lalu tertawa. Bermain-main dalam konteks lain, maksutnya.
"Jadi, kita akan menyekap Hana?" tanya si laki-laki yang di lehernya menggantung kalung yang dibuat dari besi yang kini sudah sedikit berkarat.
"Ya, gue mau bikin dia menderita. Walau pun, gue udah nggak sayang lagi sama Adam. Karena, gue mau jadiin Hana sebagai bahan balas dendam sama Adam. Gara-gara dia, pekerjaan yang seharusnya milik gue yaitu jadi barista dipindahin ke Adam gara-gara Adam lebih mahir meracau kopi."
"Oke, Adam memang mahir meracau kopi. Tapi lihat aja, gue akan lebih mahir buat istrinya meracau kesakitan." Si wanita tersenyum jahat sambil memainkan kuku panjangnya di pisau yang tajam itu, lalu menggesekkannya pelan kepada tong minyak yang sekarang ia duduki.
"Pergi dari sini, laksanakan tugas dengan baik. Jangan main-main, gue gaji lo semua gak main-main besarnya." Si wanita tertawa renyah selepas itu, di saat keempat anak buahnya berjalan keluar dari gudang si wanita melempar pisau ke sudut gudang.
To Be Continued
Kira-kira siapa, ya? Wanita yang licik itu? Kenapa dia begitu berani membuat masalah? Dan siapakah dayang dari fitnah yang kini menimpa Hana dan Adam?
Mau tau? Pantengin terus, deh ceritanya. Kalian akan menemukan jawabannya di next part! Yuk, yuk vote dan komen supaya akunya lebih semangat update!
Cmiw yaaa!
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Me to Jannah (END)
Acak📒Spiritual - Romance "Tapi, seenggaknya luka-luka kecil ini, jadi saksi bisu perjuangan Hana buat ngemilikin Kak Adam seutuhnya." Hana memasang senyuman manis, menatap Desi yang wajahnya sinis itu. "Han, dengerin Desi dulu. Kak Adam itu enggak akan...