Hana menghela napasnya, melihat catatan milik Herlina soal naik turunnya prestasi Hana di laptop. Mulai dari kelas sepuluh sampai sekarang semester satu kelas sebelas.
Seminggu yang lalu, Herlina menerima raport Hana. Di sana, tertera bahwa Hana menjadi bintang kelas. Juara satu dari 30 siswa dan juara satu rangking pararel dari 60 siswa. Herlina bersyukur, usahanya kini tak sia-sia. Mendekatkan Hana kepada ilmu pengetahuan dan spiritual, selalu mengingatkannya belajar. Selalu memberikan Hana kebebasan dengan cara tak menekannya terus menerus. Kebebasan yang diberikan Herlina kepada Hana meliputi; kebebasan bermain handphone tapi bertanggung jawab, kebebasan untuk bergaul dengan siaapa pun di sekolah tapi masih memberi beberapa kaidah memilih teman oleh Herlina seperti memilih teman yang tidak toxic, memilih teman yang baik, tidak pernah membuat onar di sekolah dan kebebasan yang lain tapi masih diawasi ketat oleh Herlina.
Sekarang, Hana tengah libur akhir semester. Hana menghabiskan waktunya di rumah, tak diberi izin keluar oleh Herlina. Kecuali dengan Desi, sahabatn Hana dari orok. Herlina percaya penuh terhadap Desi, bahwa Desi adalah sahabat yang baik untuk Hana.
"Hana, mau ngedate sama Desi nanti malam, boleh enggak Bunda?" tanya Hana, ketika Herlina menyalakan televisi dengan remote.
"Beneran sama Desi, ya? Bunda izinin kok. Tetap jaga diri, jangan keluyuran sama laki-laki. Pokoknya harus sama Desi. Ingat ya." Herlina mulai memindahkan stasiun televisi. Hana mengacungkan jempol.
Hana membuka pintu, berjalan menuju halaman depan untuk mencari angin juga untuk selfie di sana. Sudah lama, Hana tidak berselfie karena terlalu sibuk belajar, meluangkan waktu untuk OSIS juga sibuk mendekati Adam.
Hana berjalan menuju tanaman anggrek milik Herlina yang ada di samping gerbang. Hana menghidupkan handphonenya, masuk ke kamera lalu mengklik tombol untuk berselfie.
"Cantik juga ya, rugi selama ini kalau aku insecure." Hana tertawa kecil, memperbesar fotonya. Lalu ia menoleh, ketika ada suara berbicara 'permisi'.
"Ini ada sedekah jum'at dari Ponpes ...."
Hana tersenyum, sedikit kaget dengan adanya Adam yang ada di hadapannya. Hanya terhadang dengan gerbang rumah. Mereka saling bertatap, beradu mata. Sepuluh detik kemudian, Adam menundukkan pandangannya. Menyodorkan kotak makan berwarna putih kepada Hana dengan senyuman tipis. Hana mendongak ke langit.
"Ini tidak mimpi. Temu kangen Hana. Ya Allah ... akhirnya, Hana bisa bertemu Kak Adam. Setelah satu minggu lebih tidak bertemu dengan Kak Adam," batin Hana.
Hana mengulurkam tangannya, menerima kotak makan dari Adam tanpa membuka gerbang. Setiap hari jum'at, memang Ponpes Wahid Hasyim memberikan sedekat jum'at.
"Terima kasih," kata Hana pelan. Matanya tak luput curi curi pandang kepada wajah Adam yang memakai kopyah putih, menambah kesan tampan.
"Sama-sama." Adam melangkah pergi, Hana melambai-lambaikan tangannya lalu tersenyum. Hana memeluk kotak makan yang diberi Adam tadi. Hana berbalik badan, mendapati Herlina yang menatapnya sambil tersenyum.
Hana tertawa, berjalan ke arah Herlina. Herlina duduk di kursi teras, Hana pula. Hana membuka kotak makan dari Adam, Hana tersenyum ketika mendapati nasi uduk dengan jengkol yang menggoda. Hana berjalan menuju wastafel yang ada di taman, lalu memakan nasi uduk dengan sendok yang sudah disediakan di dalam kotak makan. Hana menyuapi Herlina, lalu keduanya terkekeh pelan.
"Anak Bunda sudah besar, ya? Udah berani ketemua sama Adam di depan gerbang," goda Herlina, lalu minum air putih di gelas.
"Ih, apa sih Bunda. Gak sengaja juga." Hana memutar bola matanya, fokus memakan nasi uduk lagi. Lalu menyuapi Herlina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Me to Jannah (END)
Aléatoire📒Spiritual - Romance "Tapi, seenggaknya luka-luka kecil ini, jadi saksi bisu perjuangan Hana buat ngemilikin Kak Adam seutuhnya." Hana memasang senyuman manis, menatap Desi yang wajahnya sinis itu. "Han, dengerin Desi dulu. Kak Adam itu enggak akan...