📒 Akhir

1.6K 63 11
                                    

Semua yang ada di ruangan menoleh ke arah alat pendeteksi detak jantung yang letaknya tidak jauh dari nakas. Di sana menampilkan garis yang bergerak naik turun bersamaan Fadilah yang merasakan tangan Adam bergerak pelan. Jari telunjuk Adam bergerak ke atas, disusul jari-jari yang lainnya menbuat semua orang terperanjat termasuk dokter tadi yang menyatakan Adam telah meninggal dunia.

Suasana hening. Semua menatap tangan Adam yang bergerak dengan mata yang masih terpejam itu. Hana langsung memeluk Adam sambil merapalkan doa, berharap Adam membuka matanya lagi. Fadilah kini menggengam tangan Adam erat, juga merapalkan doa yang sama dengan Hana. Bersamaan dengan Hana yang mencium kening Adam, Allah memberi keajaiban, seperti mimpi untuk Hana jika mata yang selama ini terpejam selana empat hari, terbuka—menampakkan tatapan sayu yang Hana rindukan.

Tangisan Hana langsung pecah, Adam membuka matanya lagi setelah dinyatakan meninggal dunia. Hana menyentuh pergelangan tangan Adam, benar di sana terdapat lagi detakan. Hana memeluk Adam lagi, mencium setiap inci wajah Adam dengan tangisan haru. Fadilah yang mendapati Hana sebahagia itu langsung memeluk Hana dan  Hana membalas pelukan itu dengan hangat.

"Masya Allah, kuasa-Mu begitu nyata Ya Allah. Alhamdulillah." Hana memegang tangan Adam, kemudian menciuminya dengan air mata yang masih saja keluar dengan derasnya.

Tangan Adam yang tadinya dingin kini menjadi hangat, kembali ke suhu semula. Tangan Adam bergerak mengelus puncak kepala Hana ketika Hana memeluknya. Hana tidak tau harus berterina kasih dengan cara apa sekarang kepada Allah. Allah begitu baik kepada Hana.

"Sudah, jangan menangis." Adam mengusap air mata Hana dengan tersenyum simpul, membuat Hana ikut tersenyum lalu memeluk Adam lagi. Fadilah pun ikut memeluk Adan sebentar lalu tersenyum manis kepada Adam.

"Kak Adam jangan tinggalin Hana sama anak kita lagi, ya. Hana mau besarkan anak kita sama-sama, Hana mau kita berjuang sama-sama. Kak Adam itu segalanya buat Hana," kata Hana sambil membantu Adam untuk duduk—minum air putih.

Adam minum air putih dengan bantuan Hana yang terus-menerus tersenyum simpul. Hana menaruh gelas di nakas, kemudian menatap Adam yang kini sedang berbicara dengan Fadilah. "Maksut Hana? Anak kita?" tanya Adam setelah berbicara kecil dengan Fadilah. Hana langsung menatap mata Fadilah dengan tatapan mengode agar Fadilah menjawab apa yang Adam tanyakan. Hana sekarang hanya bisa menunduk, sambil mengusap air mata bahagianya.

"Istrimu hamil, Nak." Adam sontak menoleh ke arah Hana yang masih menunduk itu. Tangan Adam langsung menarik tubuh Hana ke dekapannya. Adam menangis haru di pundak Hana yang bergetar itu. Adam menangkup kepala Hana dengan kedua tangannya. Bibir Adam mendarat di kening Hana lumayan lama dengan Adan yang dalam hatinya mengucap banyak alhamdulillah.

"Sehat-sehat, ya anakku. Ayah akan mengadzanimu untuk yang pertama kalinya kamu hadir ke dunia, Ayah dan Bunda akan membesarkanmu." Adam mengusap perut yang masih rata itu, lalu mencium kedua pipi Hana dengan mata Adam yang berkaca-kaca.

"Terima kasih, Hana sudah memberikan Adam hal yang paling Adam tunggu, tetap tersenyum ya, wanita kecilku." Adam memegang kedua tangan Hana, lalu menciumnya secara bergantian.

"Kak Adam adalah satu laki-laki dari sejuta laki-laki penyabar yang mampu mewarnai hidup Hana. Allah begitu baik kepada Hana, mempertemukan lalu menakdirkan Kakak untuk Hana. Maka, tidak ada alasan Hana tidak bahagia, selama Kakak ada dan tetap menyayangi Hana." Hana meneteskan air matanya lagi, langsung diusap oleh Adam dengan pelan. Hana dan Adam sama-sama memasang senyuman manis, lalu Adam memeluk Hana—wanita yang sangat ia sayangi juga Hana adalah Hana wanita yang paling Adam benci karena tingkah recehnya selama SMA. Kini keadaan berbanding terbalik. Percayalah, apa yang Allah atur lebih baik dari pada kita yang mengatur, Masya Allah.

S E L E S A I

Take Me to Jannah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang