"Jelasin sama Hana, kenapa Kakak pulang selarut ini. Bukannya Kakak bilang, kalau Kakak itu kelas pagi, tapi kenapa pulang selarut ini. Seharusnya Kakak sudah pulang sejak jam satu siang tadi."
Hana melepaskan pelukannya, lalu menatap mata Adam intens. Adam menghela napas, hal apa yang harus ia jawab kepada Hana. Haruskah Adam berbohong lagi kepada Hana, ah entahlah.
"Aku ambil shift malam, dan kebetulan cafe lagi ramai. Jadi, jam tutup diundur," kata Adam dengan sedikit tidak yakin.
Hana kini menyimpulkan bahwa Adam sedang berbohong, terpampang jelas dari gestur dan ekspresi yang Adam keluarkan. Apalagi, Hana jurusan bidang psikologi dalam kuliahnya. Jadi ia paham betul mana bohong dan tidaknya seseorang.
"Kak Adam bohong sama Hana." Hana berbalik badan, berjalan menuju tangga kemudian menaiki satu persatu anak tangga dengan sedikit kecewa kepada Adam.
"Han, kamu mau ke mana?" Adam berjalan mengikuti Hana yang kini sudah ada di lantai atas.
Adam bergerak mencekal pergelangan tangan Hana. Hana berbalik badan, langsung disuguhkan dada bidang Adam yang kini pas ada di hadapan wajahnya. Hana mendongak, kemudian memejamkan matanya pelan.
Adam menelan salivanya, menyadari jika Hana sudah tau akan apa yang ia sembunyikan. Adam terpaksa harus jujur sekarang, bagaimana pun Adam harus berkata yang sebenarnya tentang apa yang sudah satu minggu lamanya ini Adam sembunyikan. Adam tidak ada pilihan lain, ia tidak mau berbohong lagi sekarang.
"Maafin aku," kata Adam dengan menatap mata Hana intens, kedua tangan Adam bergerak memegang kedua tangan Hana.
"Jelasin sama Hana, semuanya. Semua hal yang selama ini Kakak sembunyikan." Hana melepas tautan tangannya dengan Adam, kemudian menatap ke arah yang lain. Adam menarik tangan Hana untuk ke dalam kamar, duduk di ranjang dan berbicara dari hati ke hati.
"Aku mengundurkan diri dari cafe tepatnya satu minggu yang lalu. Aku tidak suka lingkungan kerja yang toxic karena itu bisa mempengaruhi ke kesehatan mental. Dan kamu tau? Aku tidak suka jika setiap harinya dijadikan bahan sorotan publik. Semua pembeli perempuan yang datang ke cafe, memotretku secara diam-diam dan diunggah di media sosialnya dengan caption yang menunjukkan gejolak asmara. Dosa jariyah, bukan? Karena apa? Sesungguhnya apa yang ada di tubuhku ini, milik kamu bukan untuk mereka." Adam mengusap puncak kepala Hana teratur lalu, Adam merangkul Hana. Membuat Hana tersenyum tipis, lalu kembali ke ekspresi awal, serius.
"Selepas mengundurkan diri dari cafe, aku bekerja di sebuah lapak pembudidayaan bibit bunga, dapat seminggu kerja aku dipindahkan ke lapak cabang oleh atasan tepatnya di Sukabumi. Aku tidak menolaknya, semua demi kamu dan masa depan kita. Di sana, gaji dua kali lipat lebih banyak daripada di tempat awal. Lumayan, kebutuhan primer dan sekunder kita bisa terpenuhi. Kamu jangan ada pikiran aneh-aneh, ya. Kamu harus fokus kuliah, aku mau istriku ini bisa menyandang gelar sarjana."
Hana sedari tadi menatap Adam berbicara, tanpa Hana sadari air matanya sudah bercucuran. Adam seger mengusap air mata Hana dengan pelan lalu menarik tubuh Hana ke dalam dekapannya. Hana tidak mampu berkata-kata sekarang. Semua begitu menyedihkan untuk Hana.
"Hana merasa, kalau Hana ini beban Kakak. Hana memang membebani Kakak, tapi tolong jangan tinggalin Hana. Jangan buat Hana sendirian. Hana akan lebih bahagia, jika Kak Adam tidak bekerja lagi di Sukabumi, itu jauh, Kak. Kakak juga harus kuliah, Kakak masih ingat bukan? Cita-cita kita berdua yaitu sama-sama menyandang gelar sarjana." Adam tersenyum tipis, seraya mengangguk. Ia masih ingat cita-cita Hana dengannya, apakah Adam akan berbohong lagi kepada Hana soal kuliahnya?
"Aku masih ingat." Adam menjawabnya dengan percaya diri, lalu Hana mengangguk pelan.
"Jadi, Kakak akan berhenti bekerja di Sukabumi bukan?" tanya Hana, membuat Adam kelu untuk menjawabnya. Adam tidak ingin mengundurkan diri dari tempat kerjanya sekarang. Selain gaji yang lumayan, Adam juga terlanjur nyaman dengan lingkungan kerja barunya.
"Akan aku pikirkan lagi, sekarang kita sama-sama berdoa saja. Semoga rumah tangga kita, baik-baik saja. Jujur, akhir-akhir ini merasa tidak tenang dan khawatir kepada kamu tanpa alasan, bahkan ketika aku dan kamu dekat." Adam mencurahkan isi hatinya dengan sedikit membenarkan posisi duduk, menghadap kepada Hana yang menatap lurus ke depan.
"Hana juga, akhir-akhir ini Hana juga selalu merasa diawasi dan dikelilingi oleh orang jahat. Tapi, Hana tidak tau siapa orang jahat itu." Hana menghela napasnya sambil menatap jam yang menunjukkan pukul dua belas malam.
"Kamu tau? Sebelum aku membangunkan kamu untuk sholat tahajjud, pasti aku membuka gorden kamar dan menyalakan lampu balkon kamar. Dan, seminggu ini aku selalu lihat dua orang laki-laki berpakaian serba hitam yang bersendekap dada di depan gerbang apartment. Aku curiga kepada mereka, mungkin nggak kalau mereka berdua itu bagian dari mereka yang menjebak kita satu bulan yang lalu di kontrakan kamu," kata Adam panjang lebar, Hana mengangguk-angguk kecil.
"Kita harus cari tau siapa mereka, kita gak boleh terus-terusan nunggu dan nunggu kabar dari pengacara kita dan beberapa polisi suruhan Abbah kamu. Kita juga harus bertindak, kita gak boleh lemah," tutur Hana terdengar sangat menyakinkan. Adam mengangguk mantap.
"Dan sampai kapan sih? Kita harus hidup di tengah-tengah masalah? Kita harus pikirkan beberapa ide untuk membantu pengacara dan polisi yang membantu kita." Hana menoleh kepada Adam yang wajahnya kini sangat serius.
"Kita perlu beberapa orang mata-mata untuk mengawasi apartment ini dan mengawasi gerak-gerik setiap orang yang berkunjung atau berlalu di depan apartment ini. Dan, kamu juga harus lebih jaga diri ketika aku tidak ada bersamamu," kata Adam.
"Hana usahakan. Kakak juga jaga diri, ya diperjalanan menuju Sukabumi. Kakak pergi ke kota orang, jadi harus lebih hati-hati. Dan, Kakak gak boleh sampai lupa kuliah. Kakak harus semangat, di sini ada Hana yang selalu mendukung Kakak." Hana menepuk pundak Adam pelan, seraya tersenyum.
"Jadi, kamu izinin aku kerja di sana?" Hana mengangguk pelan, lalu tersenyum.
"Sebenarnya Hana gak izinin Kakak. Karena apa? Hana gak bisa kalau lihat muka Kak Adam lelah. Tapi mau gimana lagi?" batin Hana.
To Be Continued
📝Jangan copas! Allah Maha Melihat.
📝Jangan lupa vote & komen, graaatis!
📝Cmiw yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Me to Jannah (END)
Random📒Spiritual - Romance "Tapi, seenggaknya luka-luka kecil ini, jadi saksi bisu perjuangan Hana buat ngemilikin Kak Adam seutuhnya." Hana memasang senyuman manis, menatap Desi yang wajahnya sinis itu. "Han, dengerin Desi dulu. Kak Adam itu enggak akan...