📒 48. Menegangkan

390 33 0
                                    

"Han, Raga  sama Gibran bawa sarapan nih. Makan, ya supaya dedek bayinya sehat, bisa lihat ayahnya nantinya."

Raga menyerahkan rantang makanan kepada Hana yang baru saja menyelesaikan sholat dhuha di musholla rumah sakit. Hana tersenyum, lalu menerimanya denvan senang hati seraya berterima kasih kepada Raga dan Gibran. Hana duduk di kursi koridor, begitu juga dengan Raga dan Gibran. Hana meminum air mineral yang diberi oleh Raga, kemudian menatap jam yang menempel di dinding koridor seraya menghela napas.

"Ini kalian berdua yang buat?" Hana membuka rantang makanan sambil menatap Raga dan Gibran bergantian.

"Iya," kata Gibran dengan enteng, di saat yang bersamaan Raga mengatakan, "Tidak."

"Ini yang bener gimana, sih?" Hana mulai mengernyitkan dahinya, sambil geleng-geleng kepala.

"Gibran itu cuman ikut ngeribetin orang masak, kerjaanya cuman icap-icip, gitu. Udah kayak seniornya masak." Hana terkekeh pelan, lalu menutup kembali rantang makanan tadi.

"Ya, kan nanti biar kebiasaan. Kalau pas istri masak gitu, aku ikut cuman ngeriweh aja biar romantis, terus icap-icip deh!" timpal Gibran dengan entengnya membuat Hana dan Raga terkekeh kecil.

"Pikiranmu, Bran! Bojo tok ae! Bakal bojo ae awakmu ora nduwe, isone mek ngawur tok, (Istri aja! Calon istri kamu saja tidak punya, biasanya cuman mengada-ngada aja)" Hana hanya terkekeh kecil, menyembunyikan kesedihannya mendengar penuturan Raga dengan pogat Jawanya itu.

"Jarno a, orepku dewe kok. Ga-Raga! Awakmu iki isane ngomong ae, titenono mben sopo disek seng rabi. Lek aku disek, awakmu kudu bayari biaya honeey moon ku mben nang Bali (Biarkan dong, hidupku kok. Kamu ini bisanya bicara, lihat nantinya siapa yang akan menikah duluan. Kalau aku duluan, awakmu kudu biayai honey moon ku nantinya ke Bali."  Gibran yang asalnya dari Malang—Jawa Timur itu pun ikut mengeluarkan logat Jawanya yang khas, Hana yang sama berasal dari Malang pun Hana bisa terdiam—menyimak dengan indanya.

"Oke! Kalau gue dulu yang menikah, lo harus jodoin anak laki atau perempuan lo nantinya ke anak laki atau perempuan gue," kata Raga dengan entengnya, membuat Gibran membelalakkan matanha sempurna.

"Perjanjian konyol! Wegah (tidak mau) aku." Gibran memutar bola matanya malas.

"Lho, apa salanhnya? Memperbaiki keturunan, Bran! Aku ganteng, awakmu yo ganteng moro mben bojone awak dewe ayu. Bayangno anak e pripun? Yo bibit unggul tah! (Aku ganteng, kamu ganteng tiba-tiba nanti istrinya kita cantik, bayangkan anaknya bagaimana? Ya bibit unggul, dong." Raga mengacungkan jempol kemudian terkekeh pelan.

"Yo uwes, tak trimo omonganmu ngadep ngulon iki tepak dino senin kliwon ( Ya sudah, kuterima bicamu menghadap ke barat bertepatan dengan hari senin kliwon)" kata Gibran sambil menepuk pundak Raga mantap. Hana yang sedari tadi menyimak dengan aesthetic hanya bisa celingak-celinguk ketika Raga dan Gibran menatap Hana yang terdiam intens.

"Keluarga dari Saudara Adam Parwira Raditya?" kata seorang dokter paruh baya dengan gagahnya yang baru saja keluar dari ruangan ICU yang terdapat Adam di sana. Dokter tersebut sontak menjadi pusat perhatian Hana, Raga dan Gibran. Mereka segera mendekat ke dokter yang ada di depan pintu ruangan ICU itu dengan wajah yang serius.

"Ya, saya istrinya." Suara Hana bergetar, semacam tidak siap untuk menerima dan mendengar apa yang diucapkan oleh si dokter tadi.

Dokter tersebut menghela napas, menoleh kepada perawat yang baru saja keluar dari ruangan ICU dengan mengangguk kepada si  dokter, si dokter tadi pun ikut mengangguk dengan wajah yang serius. Hana menelan salivanya susah payah, kala si perawat memeperlihatkan sebuah kertas hasil pemeriksaan. Raga langsung merangkuk pundak Hana, jujur Raga tidak akan kuat jika melihat ekspresi Hana sekarang—seperti hendak menangis namun Hana tahan.

"Katakan? Apa yang terjadi? Suami saya baik-baik saja bukan? Dia sudah siuman? Atau sekarang dia sedang mencari saya?" tanya Hana terus menerus, membuat Raga semakin merangkul Hana untuk kuat—tidak menangis.

To Be Continued

Uhuhu, gantung ya? Mau lanjut! Langsung geser/scrol aja! Alhamdulillah malam ini updatenya dobel-dobel, udah mau end soalnya! Akunya juga keburu balik pondok.

Take Me to Jannah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang