"Siapa yang kamu lukai?"
"Hana."
Miko membeku di tempat ia duduk. Bisa-bisanya hal ini terjadi. Di dalam hati Miko, ia ingin memarahi Kena habis-habisan. Di sisi lain, ia masih mempunyai rasa sayang dan iba terhadap peri kecilnya.
"Sejak kapan kamu jadi senekat ini?" tanya Miko. Matanya berkaca-kaca, membuat Kena ingin memeluk Miko lagi.
"Sejak Kena dibutakan sama yang namanya cinta. Kena berubah 360° karena cinta. Cinta yang sama sekali enggak pernah dibalas sama Adam." Kena tersenyum getir setelahnya, lalu menatap mata Miko dalam.
"Gadis tujuh belas tahun, sepeti kamu. Dibabi buta oleh cinta, melakukan hal yang seharusnya enggak dilakukan pada usia kamu yang belia," kata Miko.
"Mas ... Kena keterlaluan. Kena selalu buta, buta dalam segala hal. Kena memang ditakdirkan menjadi antagonis di alur kehidupan yang kini Kena jalani ....," lirih Kena dengan suara parau.
Miko terdiam, menghela napas pelan. Memikirkan keadaan Hana yang pastinya tengah terbaring lemas di brangkar rumah sakit. Bagaimana cara supaya Miko bisa bertemu dengan Hana kali ini, itulah yang menjadi pikiran Miko.
"Dek Kena, Mas Miko. Makan malam dulu yuk! Ayah udah nungguin di bawah." Suara Melinda di depan pintu kamar Kena. Memecah keheningah di dalam kamar.
"Iya, Bu. Ini Dek Kena sama Mas lagi jalan," sahut Kena sambil mengusap air matanya kasar, lalu membuka pintu.
"Dek? Ini kenapa matanya kok sembab?" tanya Melinda, sambil memegang kedua lengan Kena, lalu menggoyangkannya.
"Em, Adek sama Mas tadi abis nonton film sedih banget, Bu. Mas Miko aja yang laki-laki sampai mau nangis, apalagi Kena yang perempuan, Bu. Ya ... malah sesenggukan dong," kata Kena sambil menggandeng tangan Ibunya ke lantai bawah. Lalu tertawa tenyah seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
"Kena .. Mas ingin memarahimu. Tapi itu tidak mungkin."
•••
Hana membuka matanya pelan setelah lama ia memejamkan mata akibat apa yang dilakukan Kena tepat pada saat adzan subuh berkumandang dengan merdunya. Itu adalah suara Adam yang adzan di musholla rumah sakit.
Adam menginap di musholla rumah sakit, menemani Desi dan Herlina yang meminta Adam untuk tetap di rumah sakit. Adam menyetujuinya, Adam juga telah meminta surat izin pondok, untuk menginap di rumah sakit.
Hana kini sendirian di ruangan. Rupanya, Desi dan Herlina tengah menunaikan sholat subuh berjama'ah di musholla rumah sakit. Hana hendak sholat, tapi sadar bahwa ia kini tengah menstruasi.
Sekitar lima belas menit setelah adzan berkumandang, Desi dan Herlina kembali ke ruangan. Betapa bagaianya ketika mendapati Hana yang matanya terbuka setelah menutup selama delapan belas jam.
"Alhamdulillah sayang ...." Herlina memeluk tubuh Hana yang kini terbaring di brangkar.
"Hana ....," lirih Desi ikut memeluk Hana dari arah samping kiri, Herlina dari samping kanan.
Hana tersenyum, ia masih tak punya banyak tenga untuk berbicara. Tak lama, Desi dan Herlina melepas pelukannya. Desi mengambil air putih di nakas, Herlina membantu Hana duduk kemudian Desi membantu Hana meminum air putih.
"Sehat-sehat, ya sayang. Bunda gak mau lagi lihat kamu terbaring di brangkar, dua bulan kamu koma ketika umur empat belas tahun itu sudah cukup. Bunda gak mau itu terjadi lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Me to Jannah (END)
Diversos📒Spiritual - Romance "Tapi, seenggaknya luka-luka kecil ini, jadi saksi bisu perjuangan Hana buat ngemilikin Kak Adam seutuhnya." Hana memasang senyuman manis, menatap Desi yang wajahnya sinis itu. "Han, dengerin Desi dulu. Kak Adam itu enggak akan...