Hana menyipitkan matanya, kala mengamati layar laptop yang kini ada di hapadannya. Di sana, ada empat laki-laki bertubuh atletia sedang mencoba membobol pagar apartment dengan berbagai macam alat. Semua aksi dilihat Hana karena ada CCTV di sana. Hana melihat kejadian itu dengan jelas, empat orang itu membuka gerbang dengan was-was, mereka sekali-kali menengok kepada arah belakang, mengamati ada orang yang melihat aksi mereka.
Hana hanya tersenyum kecil. Usaha yang mereka lakukan hanyalah sia-sia semata. Hana dan Adam semalam sudah menyiapkan semua yang diperlukan apabila orang yang akhir-akhir ini ada di rekaman CCTVnya kembali lagi. Ya, orang-orang yang sering terekam CCTV adalah mereka berempat yang bertubuh atletis itu. Hana tidak perlu khawatir lagi, ia sudah mengatur beberapa misi dengan Adam, satpam apartment juga beberapa polisi daerah.
"Permainan kalian akan segera berakhir. Jangan salahkan dayang kalian semua, kalau beberapa menit lagi kalian akan masuk kepada jeruji besi," kata Hana dengan penuh keyakinan, menatap layar laptop yang kini menunjukkan bahwa empat orang itu telah masuk ke halam rumah Hana sambil bertos ria.
Adam yang kini ada di balik pohon besar yang tak jauh dari apartment pun tersenyum puas, melihat keempat orang itu telah masuk ke halaman rumah mereka. Lebih tepatnya, masuk kandang macan.
Adam sengaja berada di luar rumah, karena pada jam enam pagi tadi Adam mendapati empat orang tersebut ada di gasebo pinggir jalan apartment sambil berbicara serius. Adam putar otak, ia mencoba untuk menampakkan diri di hadapan mereka sambil berpura-pura lari-lari kecil di pagi hari. Adam yang melewati mereka, mendengar pembicaraan mereka walau pun hanya sekilas.
"Pokoknya, kalau dia sudah keluar dari rumah, kita langsung masuk. Jangan sampai kalau mata-mata kita selama ini gagal."
Adam menjadi mengerti, apa yang dimaksut mereka. Jadi, Adam segera menghubungi Hana agar beberapa pihak yang kini sudah dibagi dalam bagaiannya masing-masing agar segera bersiap-siap. Hana pun segera menelpon dua polisi dan empat satpam yang kini ada di halaman rumahnya agar segera bersiap-siap, setelah itu Hana membuka laptopnya dan benar, mereka sedang berusaha membuka gerbang.
Kini, Adam berjalan sedikit berlari ke arah gerbangnya. Adam membuka gerbang yang sedikit lecet karena dibobol oleh empat orang tadi. Ketika baru saja melangkahkan kakinya ke halaman, Adam langsung mendapati bunyi peluru pistol yang ditembakkan ke langit. Membuat empat orang yang kini sudah berhasil membuka pintu depan apartment pun mengangkat tangannya dengan refleks.
"Siapa dayang kalian?" pekik Andrew—Paman Adam yang kini menjabat sebagai polisi itu, berjalan kepada empat orang yang kini masih mengangkat tangannya.
Andrew berjalan sambil mengarahkan pistol kepada empat orang itu yang kini jinak, karena sedang berhadapan dengan seroang polisi. Hasanta yang juga merupakan rekan baik Adam yang kini juga menjabat sebagai polisi pun ikut berjalan mendekati empat orang itu, segera memborgol tangan mereka dengan cekatan.
"Siapa dayang kalian?!" tanya Andrew sekali lagi, yang pasti dengan suara yang keras juga lantang. Andrew mengarahkan pistol kepada dada sebelah kiri salah satu di antara empat orang tersebut. Lalu menatap mata mereka satu-satu dengan tatapan tajam.
"Jelaskan semuanya di kantor polisi," putus Andrew sambil menyambar handphone yang ada di sakunya, menelpon polisi yang lain agar dijemput mobil polisi untuk mengangkut mereka berempat.
"Paman dengan yang lainnya akan usut semuanya. Jangan terlalu khawatir." Andrew menepuk bahu Adam sambil berlalu, Adam mengangguk mantap kemudian menatap mereka berempat yang kini berjalan keluar dari halaman apartment dengan wajah yang takut.
•••
"Satu persatu masalah kita akan selesai, jangan terlalu dipikirkan, ya. Sekarang, buka laptop kamu, mulai mengerjakan tugas. Apa perlu aku bantu?"
Adam mengelus pundak Hana dengan teratur. Hana menghela napas kecil, setelah lama ia melamun, sedikit meruntukki masalah yang datang ke kehidupan rumah tangganya. Hana menoleh, menatap Adam yang kini sedang tersenyum ke arah Hana. Hana paham, Adam sekarang pun tengah tidak baik-baik saja, tapi Adam menutupinya dengan senyuman yang sangat manis itu. Hana ikut tersenyum, lalu membuka laptop yang ada di hadapannya.
"Sampai mana tugas yang sudah kamu kerjakan?" tanya Adam.
"Ini, dari nomor lima belas. Itu juga udah dicontek sama Raga. Sumpah, nyebelin banget dia." Adam terkekeh kecil mendengarnya sambil mengusap puncak kepala Hana yang dibaluti kerudung.
"Hitung-hitung bantu Raga, Han. Coba deh bayangin dia, hidup sendirian di kontrakan. Pasti dia gak sempet ngerjain tugas, karena beresin rumah. Beda sama aku, karena aku punya kamu," kata Adam sambil mendekatkan wajahnya kepada wajah Hana. Hana yang fokus mengetik di papan ketik laptop pun menoleh. Langsung disuguhi wajah tampan Adam dengan rahang tegas tepat di hapadan Hana.
Hana salah tingkah. Ia mengalihkan pandangannya kepada layar laptop lagi, dengan sedikit tersenyum tipis. Adam menuntun kepala Hana untuk lebih dekat kepada kepala Adam. Setelah itu, bibir Adam mendarat lepas di kening Hana. Ciuman itu lumayan lama, Hana sontak kebingungan. Hana menepis rasa binggungnya itu, ia langsung menjauhkan bibir Adam dari keningnya.
Hana menangkup kedua rahang tegas Adam dengan menatap kedua mata Adam dengan cara bergantian. Tatapan Hana mengartikan tatapan bertanya, sedangkan tatapan Adam intens menatap setiap inci wajah Hana.
Tangan Adam bergerak memegang kedua tangan Hana yang sekarang sedang menangkup kedua rahang tegasnya. Adam memegang tangan Hana, lalu menciumnya. Hana merasa, bahwa ada sesuatu yang akan Adam bicarakan kepada Hana. Terlihat dari gestur dan ekspresi. Dari kedua hal tersebut, Hana sudah bisa menebaknya.
"Terima kasih masih bersamaku sampai saat ini, aku mencintaimu. Jangan tanyakan alasannya, karena cinta tidak butuh alasan. Yang terpenting adalah perwujudan." Adam tersenyum, membentuk lengkungan sabit nan manis di bibir tipis merah milik Adam.
Hana tersenyum lebar tidak percaya. Hana menatap kedua mata Adam dengan intens, mencari titik kebohongan di sana. Di sana, Hana mendapati tatapan yang tulus, membuat mata Hana berkaca-kaca. Pada saat itulah, Adam segera menarik tubuh Hana ke dalam dekapannya. Hana menangis di bahu Adam, menumpahkan air mata bahagianya di sana.
Siapa yang tidak bahagia? Kala seseorang yang lama ia cintai, mencintainya kembali. Lima tahun Hana mencintai Adam sendirian. Kini, Adam mencintinya pula. Doa yang selama ini selalu Hana panjatkan, dikabulkan. Mimpi Hana untuk membangun rumah tangga yang didasari cinta, terbangun.
"Beri aku kesempatan. Untuk membalas semua kasih juga sayang yang Hana curahkan." Adam mengelus pundak Hana yang bergetar, lalu mencium kening Hana sebentar.
"Tidak ada kesempatan yang habis untuk kembali mencintai Hana. Dari dulu, Hana sudah bilang. Kalau Hana akan selalu belajar menghargai cinta Kakak dan sekarang saatnya Hana menghargai rasa cinta Kakak." Hana tersenyum sambil mengusap pundak Adam. "Yang baru saja tumbuh."
"Terima kasih, Han." Adam mengusap matanya yang berkaca-kaca lalu melepas pelukan. Hana dengan matanya yang memerah itu, tangannya bergerak menjelajahi setiap inci wajah Adam.
"Sejak kapan Kakak benar-benar mencintai Hana?" tanya Hana lalu tersenyum, membentuk lekuk sabit nan anggun.
"Sejak, aku kembali ke Jakarta setelah kelulusan SMA. Di situ, aku merasa kehilangan sebuah pelengkap yaitu kamu."
To Be Continued
Anak buahnya udah ditangkap, tinggal dayangnya aja. Tebak deh, kira-kira dayangnya siapa?
Vote dan komennya, selalu aku tunggu yaa. Jadilah pembaca yang menikmati proses💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Me to Jannah (END)
Diversos📒Spiritual - Romance "Tapi, seenggaknya luka-luka kecil ini, jadi saksi bisu perjuangan Hana buat ngemilikin Kak Adam seutuhnya." Hana memasang senyuman manis, menatap Desi yang wajahnya sinis itu. "Han, dengerin Desi dulu. Kak Adam itu enggak akan...