📒 30. Insiden Tengah Malam

387 37 1
                                    

Adam merapikan rambutnya dengan sisir di depan kaca kamar mandi. Jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Saatnya Adam pulang dari cafe.

"Mau pulang, Dam? Selin boleh bareng enggak?" Adam mengendikkan bahu acuh tak acuh. Berlalu di depan Selin yang membawa nampan kosong itu. Adam berlari kecil menuju parkiran, segera memakai hoddienya serta helm. Lalu menjalankan motor vespanya.

Selin berjalan ke dapur, meletakkan nampan lalu mengambil tasnya. Selin segera berlari menuju parkiran, ia mengambil motornya lalu memakai helm dan masker. Selin kini sedang membuti Adam dari belakang, sekali-kali Adam menengok dari kaca spion, Selin pura-pura tidak tau apa-apa, toh sekarang ia memakai masker.

"Oh, jadi Adam mau ke sini." Selin mengangguk-angguk pelan dari kejauhan, ketika Adam masuk ke dalam rumah sakit besar. Selin segera memarkirkan motornya di parkiran lalu membuntuti langkah Adam di koridor rumah sakit.

Adam masuk ke dalam pintu berwarna biru yang ada kacanya di tengahnya. Selin ikut mendekat ke pintu tersebut, lalu mengintip Adam yang tengah berbicara dengan Hana terlihat hangat dan asyik itu, Selin menjadi panas diterkam api cemburu.

"Gak bisa didiemin, ini. Gue harus segera lakuin sesuatu." Selin memotret wajah Hana yang sedang berbicara dengan Adam kemudian Selin berbalik badan, berjalan keluar dari rumah sakit sambil menelpon orang suruhan, untuk menggali informasi tentang Hana.

"Gue tunggu. Malam ini juga berkas soal wanita itu harus segera ada di gue. Paham?!" Selin meninggikan nada suaranya, selepas itu memutuskan sambungan telepon dengan gusar lalu segera menjalankan mesin motornya dengan brutal.

Adam duduk di sofa yang ada di ruangan, bersama Raga yang kabarnya mengindap sakit tifus itu. Hana sekarang sedang ke kamar mandi untuk membersihkan badan dan menunaikan sholat isya'. Sedari tadi, Hana tidak tega meninggalkan Raga yang sakit itu sendirian, walau pun Raga sudah siuman.

"Adam? Sejak kapan di sini?" Raga yang baru saja membuka matanya itu langsung duduk, sedangkan Adam segera beranjak dan mendekat ke Raga.

"Barusan, kok. Gimana? Kamu udah agak enakan?" tanya Adam sambil menyentuh bahu Raga, lalu Raga mengangguk pelan.

Adam duduk di kursi samping brangkrar lalu menyodorkan air putih kepada Raga. Raga menerimanya, lalu meminumnya sampai tandas.

"Kamu kuliah ngambil jurusan apa, Dam?" tanya Raga sambil membaringkan tubuhnya kembali.

"Fakultas ekonomi, Ga." Adam menjawabnya ketika pintu terbuka, disusul dengan Hana dengan gamis hitam dan kerudung berwarna mocca.

"Maaf, ya, Kak. Lama." Hana menaruh paper bag di nakas, lalu duduk di kursi yang ada di dekat nakas.

"Gak apa-apa, kok." Adam tersenyum tipis kepada Hana, lalu Hana mengambil handphonenya di saku, sekedar untuk mengecek jam.

"Kak Adam baru pulang kerja? Kok malam banget? Ini jam setengah sebelas malam, lho." Hana menyimpan hadphonenya di nakas, lalu fokus mengobrol dengan Adam.

"Iya, namanya juga di cafe, boleh pulang kalau shiftnya udah habis. Kebetulan Adam ambil shift malam," kata Adam sambil membenarkan posisi duduknya.

"Kak Adam kerja di cafe?" tanya Hana terdengar antusias, membuat Raga geleng-geleng kepala sambil terkekeh kecil.

"Iya, jadi barista dia," timpal Raga dengan menunjuk Adam dengam dagunya. Adam mengangguk pelan.

"Kok Raga bisa tau sih, Kak? Sedangkan Hana kok gak tau? Kak Adam juga kenapa gak cerita sama Hana kalau Kak Adam kerja jadi barista, malah beri tau Raga aja. Kak Adam juga kenapa gak bilang kalau Kakak kuliah samb kerja, kalau tau gitu, kan Hana bisa ikutan kerja!" cerocos Hana panjang lebar, membuat Adam terkekeh pelan sambil mengacak rambutnya sendiri.

Take Me to Jannah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang