Happy Reading !!!
***
"Tak kusangka kamu masih hidup, Lian,” laki-laki tampan yang baru saja menginjakkan kakinya di rumah besar milik Jenkinz itu langsung menghampiri Aliana yang berdiri di tengah-tengah antara kembarannya dan sang mami, menyambut kepulangan putra satu-satunya di keluarga ini.
“Apa kau tahu aku?” tanya Aliana sedikit mengerut, pasalnya Alisya sendiri tidak mengetahui dirinya dan pasangan Jenkinz itu tidak pernah membahas dirinya. Lalu bagaimana bisa Alarick tahu?
“Tentu, aku sudah cukup besar saat kehilanganmu. Kamu tahu, kamulah adik tersayangku,”
Buk.
“Tidak usah membual!” Alisya memukul keras lengan Alarick, membuat laki-laki itu meringis kemudian menoleh dengan sebelah alis terangkat.
“Apanya yang membual?” tak pahamnya.
Decihan terdengar dan satu lagi pukulan Alarick terima dari orang yang sama.
“Kata-katamu berengsek! Kau mengatakan itu juga padaku di telepon kemarin,” delik Alisya tak terima.
“Itu karena aku belum tahu kalau Lian ada, Lisya! Sekarang aku tarik kembali kata-kata yang kemarin. Aku lebih menyayangi Lian daripada dirimu,” Alarick menjulurkan lidahnya, mengejek sang adik bungsu. Membuat Alisya geram dan segera melayangkan pukulan bertubi-tubi pada badan Alarick yang sama sekali tidak merasakan sakit sedikit pun. Dari pada mengaduh Alarick malah tertawa terpikal seperti orang yang tengah digelitiki.
Aliana yang menyaksikan itu bergidik ngeri, sedangkan Nyonya Jenkinz hanya geleng kepala, pun dengan Tuan Jenkinz yang sudah biasa menyaksikan kedua anaknya.
Tidak ingin acara yang sudah mereka siapkan dari siang gagal, Nyonya Jenkinz dengan cepat menghentikan pertengkaran Alisya dan Alarick, lalu mengajak suami serta tiga anaknya menuju ruang makan.
Alarick berseru takjub saat mendapati meja makan penuh dengan berbagai hidangan yang menjadi kesukaannya. “Apa ini kalian siapkan untuk menyambut kepulanganku?” haru Alarick menatap satu per satu orang yang berada di kanan kirinya.
“Tidak!” jawab cepat Alisya yang sepertinya masih memiliki dendam pada kakak lelakinya itu. “Ini dipersiapkan karena Aliana berada di rumah ini. Kedatanganmu tidak sama sekali di harapkan, Larick.”
“Benarkah?” goda Alarick.
Alisya membuang wajahnya cepat lalu menarik Aliana yang masih terlihat kebingungan berada di antara keluarganya. Meskipun mereka sudah menghabiskan waktu seharian dengan belanja dan memasak, tapi nyatanya tidak membuat Aliana rileks. Tentu saja, tadi mereka hanya bertiga. Baru ketika hari menjelang malam Tuan Jenkinz bergabung dan tak lama yang di tunggu datang.
“Sudahlah Alisya, Alarick hentikan perdebatan kalian itu. Ingatlah umur, kalian bukan lagi anak-anak,” tegur sang Nyonya rumah terlihat sudah pusing dengan kedua anaknya itu.
Alarick hanya terkekeh dan menyatukan ibu jari dengan telunjuknya membentuk huruf o, sedangkan Alisya hanya memberikan delikannya, tapi sama-sama tidak mengeluarkan suara lagi.
Makan malam di mulai, dan Aliana tidak mengira bahwa di keluarga ini, kata diam saat makan tidak di terapkan, padahal setahu Aliana orang kaya biasanya tidak suka sesuatu yang ramai. Aturan di tetapkan dimana pun termasuk meja makan. Tapi nyatanya disini Tuan Jenkinz malah yang lebih dulu membuka pembicaraan setelah piring masing-masing terisi dengan lengkap.
Banyak yang di bahas di meja makan termasuk perjalanan Alarick dan pekerjaannya, mengenai Aliana pun tidak lupa mereka bahas. Dan sekarang dengan senang hati Aliana menceritakan hidupnya. Bukan untuk membuat keluarganya merasa bersalah, tapi Aliana memang ingin mereka tahu bahwa ia hidup cukup baik selama ini bersama Devario.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Not) Sugar Baby
RomanceLima belas tahun hidup bersama Aliana yang diadopsinya dari sebuah panti asuhan, perasaan Devario tiba-tiba berubah hanya karena satu sentuhan yang tidak di sengaja. Akankah Devario mampu menahan perasaannya itu, atau justru memilih melanjutkannya? ...