Happy Reading !!!
***
“Aku tidak tahu kalau Kak Anna ada di sini juga,” ucap Aliana. Tatapannya tertuju pada Anna yang hampir telanjang, mengabaikan Devario yang seolah ingin menjelaskan.
“Kenapa, kamu keberatan?” tanyanya dengan wajah sinis sekaligus puas karena mengira bahwa setelah ini Aliana akan kecewa dan berakhir dengan membatalkan pernikahannya dengan Devario.
Anna sudah percaya diri akan hal itu. Berbeda dengan Devario yang semakin menegang di tempatnya berdiri, tepat di depan Aliana yang tidak juga menatap ke arahnya.
“Tidak, hanya saja aku tidak membawa makanan lebih,” jawab Aliana dengan sedikit menyesal, meskipun sebenarnya itu hanya pura-pura.
Aliana sudah memperkirakan kepergian Anna pagi tadi. Jadi ia tidak terlalu terkejut dengan keberadaannya dan apa yang mereka lakukan. Bahkan sepanjang perjalanan Aliana sudah membayangkan posisi lebih intim dari yang dilihatnya barusan. Sama-sama telanjang mungkin. Tapi tetap saja ada sesak saat melihat langsung posisi mereka tadi meskipun Aliana yakin belum banyak yang terjadi diantara keduanya melihat pakaian Devario masih lengkap meski sudah acak-acakan. Dan tidak ada tanda apa pun di leher hingga dada Anna yang masih terekspos hingga sekarang. Seolah perempuan itu enggan memakai pakaiannya dengan benar.
“Aku tidak butuh makananmu!” tidak lagi Anna susah-susah menampilkan wajah baik hatinya pada Aliana di depan Devario. Tidak di perlukan lagi berpura-pura menjadi kakak penyayang yang selama ini selalu ditampilkannya jika di depan Devario. Anna sudah muak. Terlebih karena Aliana merebut Devario darinya.
“Ya sudah kalau begitu,” Aliana mengedikan bahunya. “Daddy, ayo makan siang dulu,” Aliana beralih pada Devario, menatap pria itu dengan senyum di bibir seperti biasanya, membuat Devario melongo tidak percaya. Padahal sejak tadi ia sudah siap mendapat kemarahan calon istrinya.
“Aku yang masak sendiri, lho, kali ini tidak di bantu Mbak,” lanjutnya masih dengan senyum, menarik lengan Devario menuju sofa lalu duduk bersampingan dan Aliana mulai membuka rantang susunnya, menyajikan satu per satu hidangan yang menjadi menu makan siang Devario.
“Tadi aku udah cobain di rumah, rasanya gak terlalu buruk. Sekarang Daddy cobain,” Aliana mengulurkan sendok yang sudah diisi nasi juga lauknya ke depan mulut Devario, meminta laki-laki itu membuka mulutnya.
Mengenyahkan dulu keheranannya, Devario memilih untuk menikmati makan siangnya dengan calon istri, mengabaikan Anna yang menatap kesal.
“Gimana?” tanya Aliana menunggu respons Devario dengan harap-harap cemas.
“Enak, bumbunya terasa, pedasnya juga pas. Daddy suka.”
“Gak bohong?” dengan cepat Devario menggeleng.
“Ini memang enak, Baby,” Devario mengambil suiran ayam dari piring yang Aliana pegang lalu menyuapkannya dengan mata yang berbinar. Aliana mengembangkan senyumnya, senang karena Devario menyukai masakannya, meskipun hanya menu sederhana.
Yang Anna harapkan adalah sebuah pertengkaran bukan pemandangan menyesakkan seperti ini. Dengan kasar, Anna memperbaiki pakaiannya dan meraih tas miliknya yang ada di sofa, lalu melangkah pergi meninggalkan ruangan Devario dengan wajah kesalnya.
“Kenapa itu demit?” heran Meyra menatap kepergian Anna dari balik meja kerjanya, lalu keluar dari tempatnya dan masuk ke dalam ruang kerja Devario, penasaran dengan apa yang terjadi pada keponakan sang bos.
“Dia sudah tahu tentang hubungan kalian?” tanya Meyra tidak sama sekali menghiraukan tatapan protes Devario yang sepertinya tidak suka acara makan siang dengan calon istri terganggu. Tapi Meyra mana peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Not) Sugar Baby
RomanceLima belas tahun hidup bersama Aliana yang diadopsinya dari sebuah panti asuhan, perasaan Devario tiba-tiba berubah hanya karena satu sentuhan yang tidak di sengaja. Akankah Devario mampu menahan perasaannya itu, atau justru memilih melanjutkannya? ...