(N)SB : Bagian 4

120K 2.3K 18
                                    

Happy reading

***

Sejak obrolan di gazebo belakang rumah beberapa waktu lalu, Devario mendadak dingin pada Aliana, tidak ada sapaan manis seperti biasanya, tidak ada kecupan selamat pagi dan malam, tidak ada juga acara antar jemput dan makan bersama seperti biasa.

Aliana selalu diantar supir jika akan ke kampus atau ke mana pun, dan itu membuat Aliana sedih. Ia tidak tahu mengapa Daddy-nya berubah seperti ini.

Jika alasannya karena tidak ada izin untuknya berpacaran, apa harus semarah ini? Toh Aliana pun tidak memilikinya. Ia hanya bertanya, bukan benar-benar berniat memiliki kekasih.

“Lesu banget kamu, Al?” Anya duduk di samping sahabatnya itu dengan dua gelas jus jeruk di tangannya. “Kenapa, ada masalah?”
Aliana menggeleng. “Cuma lagi berantem aja sama Daddy,” jawab Aliana lesu.

What! Kok bisa? Baru kali ini aku dengar kamu berantem sama Om Dev,”

Benar. Baru kali ini Aliana berantem dengan sang Daddy hingga seperti ini. Biasanya hanya berantem-berantem kecil yang besoknya sudah kembali manis. Devario yang selalu mengalah karena tidak pernah bisa mendiamkan anak kesayangannya. Tapi sekarang justru pria itulah yang mundur menjauh dan seolah tidak ingin menatapnya. Devario selalu sudah tidak ada di rumah saat Aliana bangun dan pulang entah pukul berapa karena Aliana yang tidak terbiasa tidur larut malam.

“Aku izin pacaran. Dari sejak saat itu Daddy marah.” Jelas singkat Aliana masih dengan lesu. Anya mengerutkan keningnya.

“Hanya karena itu?” Aliana mengangguk membenarkan. Menurut Anya, Devario terlalu posesif sebagai ayah. “Bukan karena ada alasan lain?” tanya Anya berusaha menebak-nebak dan tidak berpikiran pendek untuk mengambil kesimpulan mengenai keposesifan ayah dari sahabatnya itu. Kali ini Aliana mengedikkan bahunya.

“Coba kamu ajak bicara baik-baik Om Dav, siapa tahu ada alasan lainnya,” usul Anya yang dalam kepalanya saat ini sedang mencari-cari alasan logis mengenai kemarahan daddy sahabatnya yang terdengar berlebihan.

“Iya, nanti aku coba tanya. Kalau gitu, aku pamit pulang, mau ke kantor Daddy. Kalau di rumah aku tidak tahu harus menunggu sampai kapan,” pamit Aliana yang di angguki oleh Anya, dan gadis itu mengantarnya hingga depan apartemen.

Anya memang sudah mandiri di usianya yang baru menginjak dua puluh tiga tahun. Tinggal sendiri di sebuah apartemen yang cukup mewah hasil menjadi baby seorang duda kaya. Setidaknya Anya tidak menjadi simpanan seorang pria beristri, yang pastinya akan merepotkan jika ketahuan nanti.

Pernah Aliana merasa iri pada sahabatnya itu, karena Anya adalah gadis bebas yang menyenangkan dan juga tangguh. Aliana ingin seperti itu, bebas melakukan apa pun yang diinginkannya, tapi Aliana terlalu takut pada Devario. Selain itu tidak ada alasan untuknya menjadi seperti Anya, menjadi seorang Baby di saat segala kebutuhan dan keinginannya terpenuhi. Berbeda dengan Anya yang harus bekerja keras terlebih dulu jika menginginkan sesuatu, apalagi dengan gaya hidupnya yang mewah.

Menjadi baby adalah cara mudah memenuhi semua itu. Meskipun harus rela melakukan apa pun, termasuk memuaskan si daddy. Tapi Anya sudah berpengalaman soal itu. Bahkan sebelum mereka bertemu di bangku perkuliahan, Anya sudah tidak lagi menyandang gadis perawan. Alasan itulah yang membuat seorang Anya tidak mempermasalahkan menjadi baby dari pria yang usianya terpaut jauh. Meskipun bukan dengan pria berperut buncit yang mengerikan dan mesum.

Tinggalkan Anya. Kini Aliana sedang berada dalam taksi menuju kantor Devario. Aliana ingin menanyakan alasan kemarahan sang Daddy sekaligus untuk meminta maaf. Jujur saja Aliana tidak bisa terus-terusan seperti ini, ia tidak kuat di diamkan oleh Devario. Terlalu biasa di manjakan dan di beri perhatian lebih membuat Aliana kesepian bahkan kehilangan saat daddy-nya berubah dingin.

(Not) Sugar BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang