12# Sisi lain Gathan

47 5 0
                                    

"Bian..."

Pemuda itu menoleh. Celingukan melihat sekitar. Tidak ada siapa siapa. Mengangkat bahunya acuh, Bian kembali berjalan. Memasukan kedua  tangannya kesaku celana pendek yang ia kenakan. Pagi ini Bian jogging disekitaran kompeks rumahnya.

"Bian.." surara itu kembali terdengar. Kali ini lebih keras lagi.

Bian mendecak. Kepalanya mendongak, diatas sana ada Sean yang cengingisan. Duduk diantara dahan kayu. Sean melambaikan tangannya dari atas pohon jambu.

"Ngapain lo disana?" Bian tidak habis pikir dengan tingkah sahabatnya itu.

Sean menunjukkan satu kresek berisi jambu. "ini, tetiba kepengen jambu. Ngidam gue." jawabnya asal.

Bian menggeleng, turut prihatin. "kan lo bisa beli ganteng. Ngapain susah susah manjat? kaya orang susah aja."

Tangan Sean bergerak kenanan dan kekiri. "no no no... petik sendiri lebih fresh." jawabnya. Sesekali menggigit jambu air yang berwarna merah merona.

Pemuda yang dibawah mencibir keras. "petik sendiri ya petik sendiri. Tapi ya gausah dirumah gue dong! Rumah lo kan ada pohon jambu."

Brukkk

Sean meloncat dari atas. Pemuda itu meringis, menyodorkan satu kresek jambu kepada Bian. "ya kan lo tau, kemaren tuh pohon ditebang bokap." 

Benar. Bian ingat sekarang. Pohon jambu dirumah Sean beberapa hari lalu ditebang oleh papa-nya. Alasannya sudah terlalu tinggi, takut tumbang  terkena angin.

"anjg sepet banget. Cuihh.." Bian bergidik setelah melepeh jambu yang ia makan.

"bhahaha.. lo tolol banget sial. Itu yang lo makan masih ijo, ya sepet lah." Sean tertawa sambil memegangi perutnya. Ini sahabatnya terlalu bodoh atau bagaimana?

"nih makan," Sean mengulurkan jambu yang warnanya merah. Bian menggeleng, udah gak nafsu lagi. 

Bian berjalan. Membuka gerbang rumahya, lantas masuk. Membiarkan pintu gerbang itu terbuka sebagian. Jadi pohon jambu itu tumbuh tinggi sampai dahan dan rantingnya doyong ke jalanan kompleks, melewati pagar besar rumah Bian.

 Bian duduk di ayunan yang menghadap ketaman. Sean masih asik memunguti jambu yang jatuh ditanah. Padahal ia sudah membawa satu kresek penuh jambu, masih saja kurang. Emang gak mau rugi dia mah.

"iuhh.. jorok banget sih lo." 

"bodo amat, belum lima menit." 

"lo kesini pagi-pagi cuma buat nyari itu jambu?" Sean mengangguk polos. "tumbenan lo sendiri kesininya." pemuda itu menyandarkan punggungnya. Menggerakkan pelan ayunan yang ia duduki.

Sean berjongkok. Kepalanya menoleh menatap Bian dengan senyum penuh arti. "kata siapa sendiri? Samuel lagi didapur bikin bumbu rujak." jawabnya.

Seketika, Bian berdiri. Berlari masuk kedalam rumahnya. Bisa gawat kalau Samuel menyentuh area dapur. Sudah bisa dipastikan kondisi dapur akan kacau.

Prankk..

Nah kan. Baru juga Bian masuk kearea dapur. Tapi sudah disambut dengan suara barang jatuh. Pemuda itu berdecak pinggang. Matanya melotot melihat Samuel yang sedang memunguti sendok garbu dilantai. Jadi yang jatuh tadi tempat alat makan.

"ya tuhan lo ngapain sih Sam." Bian mengusap wajahnya frustasi.

Samuel meringis melihat sang tuan rumah datang. "tadi mau ambil pisau, tapi gasengaja kesenggol ini." 

Bian menghampiri Samuel. "kan pisau ada di lemari. Ngapain lo cari di meja makan?" pemuda itu mendegus setelah merapikan tempat makan. "kenapa gak minta tolong bibi bikinin sih? bisa hancur ini dapur kalau dipegang lo."

[2] AGATHA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang