Bahagia. Seperti apasih sebenarnya definisi dari bahagia itu. Apakah harus memiliki harta berlimpah? Memiliki rumah besar? Mobil mewah? atau memiliki karier yang bagus?
Tidak. Bagi Agatha definisi bahagia tidak se sulit itu. Menurutnya, bahagia ketika dirinya mampu menerima dengan ikhlas segala hal yang terjadi di hidupnya sudah lebih dari cukup. Bahagia baginya sederhana, bisa berkumpul bersama orang orang yang disayang merupakan definisi bahagia yang sesungguhnya.
Hal sulit dalam hidupnya satu persatu mulai berganti dengan kebahagiaan yang datang. Habis gelap terbitlah terang, memang benar adanya. Setelah semua yang Agatha lalui dalam hidupnya, kini gadis itu bisa merasakan bahagia bersama orang disekelilingnya. Bersama suami, mama, papa, kakak, dan sahabatnya.
Dua hari sudah Agatha resmi menyandang gelar barunya sebagai seorang istri. Masih tidak menyangka jika pada akhirnya dirinya akan berakhir di pelaminan bersama Gathan. Bukan hal mudah bagi Agatha sampai akhirnya mencapai titik saat ini. Begitu banyak halang rintangan yang dilaluinya.
Pagi itu, sekitar pukul tujuh lebih dua belas menit, Agatha baru keluar dari kamarnya. Berjalan pelan menuju meja makan, bisa Agatha lihat seluruh keluarga besarnya tengah berkumpul di sana. Wajah Agatha tertunduk malu karena datang terlambat.
"Sini sayang duduk." Fania yang menyadari kehadiran putrinya lantas berdiri menghampiri Agatha yang diam diambang pintu dapur.
Wanita itu membawa Agatha untuk duduk disebelah Gathan. "Duduk sayang, kita sarapan." ajak Revan dengan senyumannya.
Gathan tersenyum melihat wajah Agatha yang ada di sampingnya. Membalik piring yang ada dihadapannya, Gathan mengambilkan istrinya makanan yang ada diatas meja.
"Kak.. harusnya aku yang layanin kakak." cegahnya.
Gathan menggeleng pelan. "Udah kamu diam aja, biar aku yang ambilin." jawabnya disertai senyuman.
Pada akhrinya Agatha hanya menurut ketika Gathan mengambilkan makanan diatas piringnya. Lantas semuanya sarapan dengan diam. Ah-- apakah jam tujuh lebih masih dikatakan sarapan.
Ditengah acara sarapan pagi itu, Revan berdeham pelan. "Jadi kalian sudah memutuskan untuk bulan madu di mana?" tanyanya.
Agatha tersedak makanannya. Sedikit terkejut mendengar penuturan ayahnya itu. Diam diam mata Agatha melirik Gathan disampingnya, menunggu sang suami angkat bicara. Karena jujur Agatha tidak terpikir tempat untuk bulan madu.
"Pelan pelan sayang makannya." Fania segera menuangkan air kedalam gelas milik Agatha.
"Terimakasih Ma." jawabnya.
Diam beberapa saat. Gathan bahkan nampak biasa saja ketika semua pasang mata menghadapnya. Diletakkannya sendok dan garbu diatas piringnya. Kepala Gathan terangkat memandang wajah ayahnya.
"Rencananya kita akan ke Maldives."
Revan menganggukkan kepalanya paham. "Gak terlalu jauh." ucapnya.
Agatha mengerjap. Dirinya teringat ketika masih berpacaran dengan Gathan dulu ia pernah tanpa sengaja mengatakan ingin mengunjungi Maldives suatu hari nanti. Tapi tak pernah Agatha sangka jika tempat yang ingin dikunjunginya menjadi tempat ia akan honneymoon.
"Kapan rencana kalian akan berangkat?" Justin melempar tanya. Bukannya apa, Gathan sudah mulai aktif sebagai salah satu direktur muda perusahaan yang memiliki kesibukan luar biasa. Maka dengan itu Justin harus merevisi ulang semua jadwal Gathan untuk acara honneymoon-nya itu.
Gathan menoleh ke sampingnya, tersenyum hangat menatap Agatha yang memandanginya bingung. Tangan Gathan meraih tangan Agatha dalam genggamannya.
"Nanti malam kita berangkat." jawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] AGATHA [End]
Tienerfictie❝ Bagaimana rasanya diabaikan oleh seseorang yang dulunya sangat hangat menyapamu? ❞ [SQUEL MBGF] story by @Nanaanggn_