20# Menjauh

51 6 0
                                    

Entah hanya perasaan saja atau bagaimana. Semenjak Fania siuman dua hari yang lalu, Agatha merasa bahwasanya Gathan seolah menarik diri darinya. Istilahnya perlahan menjauh. Gadis itu yakin bahwa ia tidak membuat kesalahan, tapi kenapa hampir tiga hari terakhir pemuda itu selalu menghindarinya. Secuek-cueknya Gathan, pemuda itu pasti akan tetap meresponnya seperti biasa. Ini tidak, Gathan sama sekali tidak meliriknya.

"Woi.."

"kak Bian?" Agatha mengerjap saat sosok Bian tengah duduk didepannya.

"kenapa Tha? kok murung gitu?" Bian sedikit memajukan tubuhnya, mengamati wajah Agatha yang terlihat tidak bersemangat.

Helaian nafas panjang terdengar dari bibir mungilnya, "kak aku mau tanya dong,"

Bian mengangguk cepat, "oke, mau tanya apa? sepertinya serius banget."

Agatha berdeman sesaat, mengamati sekeliling kantin yang lumayan sepi. Setelahnya di pandangi wajah Bian dengan lamat. "kak kalau semisal ada orang yang tiba-tiba kaya ngehindari kita itu kenapa ya? kek padahal kita gak ngerasa ada salah tapi di jauhi?"

Bian diam. Merangkai kata-kata sebelum menjawab pertanyaan Agatha. "hmm.. mungkin ada perilaku yang lo gak sadar udah buat dia terluka?" jawabnya.

Kini giliran Agatha yang diam. Mencoba meresapi kalimat dari Bian. Kalau dipikir-pikir dia tidak bicara banyak dengan Gathan. Jadi kesalahan apa yang sudah ia lakukan?

"tapi aku ngerasa gak ada salah ngomong apapun." 

Bian menggaruk belakang kepalanya, dia juga bingung. "Oh kalau lo gak ngerasa ada salah, bisa jadi orang itu yang punya salah ke lo. Jadi dia ngejauh karena rasa bersalahnya."

Ucapan Bian seketika membuat Agatha bungkam. Jika memang seperti itu adanya, kesalahan apa yang sudah Gathan lakukan kepadanya. Seingatnya hubungan mereka baik-baik saja selama ini, sama sekali tidak pernah bertengkar.

"Tha.."

"Agatha.." Bian melambaikan tangannya didepan wajah gadis itu.

"Ehh iya kak, maaf tadi kakak bilang apa?" 

Bian tersenyum. Tangannya bergerak mengacak-acak rambut Agatha yang terurai. "Lo gak fokus mikirin ucapan gue ya? Gausah terlalu dipikir, bisa jadi ada alasan lain kan dia ngejauhi lo."

Agatha mengangguk pelan, "eum iya kak."

"Lo bisa omongin baik-baik sama dia buat cari solusinya Tha," Bian kembali tersenyum. Sungguh sangat tampan.

"Iya kak," balas Agatha tersenyum tipis.

Bian berdiri. "Gue duluan ya Tha, bentar lagi ada bimbingan." Pemuda itu lantas pergi setelah menyempatkan diri mengacak-acak rambut Agatha lagi. Bian berlari sambil terkekeh setelahnya. Agatha mendegus, kebiasan sekali.

Setelah kepergian Bian, gadis itu menelungkupkan kepalanya diatas meja kantin. Benar ucapan Bian, dia harus membicarakan ini dengan Gathan nanti sepulang sekolah. Agatha sudah bertekad untuk meluruskan kesalah pahaman yang mungkin terjadi di antara mereka.

"Tha.."

"hmm.."

"kak Bian ngapain tadi?" Laura datang dengan dua mangkuk bakso di nampan. Tadi dia berpapasan dengan pemuda itu.

Agatha memiringkan kepalanya menghadap Laura. "Ngga ada kok," jawabnya.

Laura meletakkan mangkuk bakso dihadapan mereka. "Nih makan, biar gak lusuh itu wajah."

"makasih Ara," Agatha meraih mangkuk bakso didepannya dengan senang.

"Tha jangan banyak banyak heh sambelnya, sakit perut nanti lo." tapi sepertinya Agatha tidak perduli, gadis itu masih menungkan sambel diatas baksonya. Bahkn kuahnya sekarang merah membuat Laura bergidik.

[2] AGATHA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang