Sedari kecil Gathan memiliki begitu banyak perbedaan dibanding dengan anak kecil seusia dirinya pada umumnya. Pun Fania dan Revan tidak pernah mempermasalahkan hal itu, menganggap sikap Gathan yang sedikit berbeda adalah sebuah bentuk kenakalan anak kecil pada umumnya.
Pada usia empat tahun ketika anak seusianya akan senang bermain bersama teman sebaya di luar lain halnya dengan Gathan. Anak kecil itu malah lebih sering menghabiskan waktunya diam dialam kamar. Gathan kecil tumbuh dengan baik sebagaimana layaknya, hanya saja sifat tertutup dan jarang bersosialisasi membuatnya kerap kali dianggap aneh oleh anak anak sekitarnya.
Justin yang kala itu baru menginjak kelas tiga sekolah dasar yang menjadi satu satunya orang yang mampu mengajak Gathan kecil untuk berbicara dan bercerita tentang banyak hal. Justin yang selalu menemaninya ini dan itu, Justin yang selalu menjaganya ketika Revan dan Fania sibuk dengan urusannya.
Maka dari itu, hubungan Gathan dengan kedua orang tuanya tak sedekat Gathan dengan Justin. Mungkin salah satu faktor yang membuat Gathan lebih terbuka kepada Justin adalah jarak keduanya yang terpaut tak terlalu jauh. Sebagaimana anak kecil lainnya, Gathan membutuhkan kasih sayang utuh kedua orang tuanya. Gathan mendapatkannya, kasih sayang yang Revan dan Fania beri sama besarnya, hanya saja kesibukan keduanya sering kali membuat Gathan kecil merasa diabaikan.
Hingga tiba ketika Gathan menginjak usia tujuh tahun. Kala itu kesibukan Revan dan Fania membuat Gathan kecil terbaikan, maka dengan demikan Revan berinisiatif untuk membelikan Gathan anjing kecil untuk menemaninya ketika Justin pergi ke sekolah. Belum genap seminggu, anjing jenis Samyeod yang berusia dua bulan itu mati.
Revan dan Fania jelas panik ketika Gathan masuk kedalam kamarnya dengan menyeret tubuh anjing yang sudah mati itu dengan santai. Fania bahkan syok dibuatnya. Itu adalah satu dari banyak kejadian mengerikan yang Gathan kecil lakukan.
Sekali dua kali Fania masih bisa mentolelirnya, tapi pada usia sepuluh tahun, Gathan kecil kembali berulah hingga meyebabkan ia tanpa sengaja terserempet mobil dan membuat luka lebar di kaki kirinya. Jika anak pada seusianya akan menangis melihat begitu banyak darah dan rasa perih yang dirasa. Beda hal nya dengan Gathan yang bahkan memekik girang menyaksikan darah yang mengalir dera dari pergelangan kaki kirinya.
"Gathan nak, tahan sebentar kakinya mau di obati bu dokter dulu." Fania berlutut di hadapan Gathan yang tampak biasa saja. Bahkan kedua matanya menampilkan binar antusiasnya.
"Mama darah!!" pekiknya nyaring. Kedua tangannya bertepuk heboh ketika kaki kirinya di teteskan alkohol.
Saat itu tidak ada hal aneh yang terlintas di pikiran Fania maupun Revan yang menyaksikan Gathan begitu heboh menatap darah yang tengah dibersihkan dari kakinya.
"Iya, Gathan lain kali hati hati ya nak. Jangan sampai berdarah seperti ini lagi." Revan ikut berjongkok di samping Fania, menggenggam kedua tangan mungil milik Gathan.
"Seru papa! Rasanya menyenangkan!"
Tak hanya Fania dan Revan, bahkan seisi ruangan itu dibuat tercekat dengan ucapan yang Gathan lontarkan.
Puncaknya adalah ketika Gathan masuk sekolah menengah pertama. Fania dibuat hampir serangan jantung ketika mendapati Gathan yang tengah membenturkan kepalanya ke didinding kamar ketika sepulah MOS. Pun awalnya itu terjadi karena Gathan memiliki masalah dengan keadaan sekolah baru nya. Tapi kebiasaan aneh Gathan lama kelamaan kian menjadi membuat Fania dan Revan khawatir.
Pernah suatu ketika Revan membawa Gathan ke seorang psikater anak, guna menanyakan hal aneh yang selama ini Gathan lakukan ketika sedang sorang diri. Hasil pemeriksaan saat itu normal, menganggap jika itu salah satu dampak dari pubertas yang Gathan alami.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] AGATHA [End]
Teen Fiction❝ Bagaimana rasanya diabaikan oleh seseorang yang dulunya sangat hangat menyapamu? ❞ [SQUEL MBGF] story by @Nanaanggn_