27# Fakta

44 4 0
                                    

Perempuan itu terdiam dengan ekspresi wajah yang sulit untuk di jelaskan. Tatapan matanya tertuju pada sepasang suami istri yang kini duduk dihadapannya. Helaian nafasnya terdengar berat, lantas ia melirik kesamping kearah suaminya yang juga tengah terdiam.

Kemudian pandangannya kembali mengarah pada sepasang suami istri dihadapannya. "Tuan Bimo, bukankah april mop sudah lewat beberapa bulan yang lalu?" ia terkekeh pelan, "Saya sangat terkejut dengan berita ini, sungguh!" ucapnya.

Sang suami disebelahnya mengangguk setuju. "Benar, saya pun juga terkejut. Benar benar vibe april-- oh salah November mop!" serunya diikuti dengan tawa pelan diakhir kalimatnya.

"Maaf tuan dan nyonya Angkasa, tapi apa yang diucapkan oleh suami saya adalah fakta." tawa keduanya berhenti seketika. Keheningan menerpa mereka beberapa saat, sampai suara satu-satunya pemuda disana memecah keheningan.

"Nenek!" serunya.

Kepala wanita paruh baya itu menoleh kearah cucunya. Tangannya terangkat untuk mengelus surai legam cucunya. Bibirnya tersenyum tipis. "Iya Bian, mereka orang tua kamu."

"Nyonya Bimo, jangan membuat kami kebingungan! Berita seperti apa yang anda ucapkan? Sangat mustahil!" perempuan cantik itu sedikit menahan emosinya. Apa apaan ini!

Sedangkan nyonya Bimo hanya menyunggingkan senyum diwajah rentanya. "Kami tidak asal bicara nyonya, kami memiliki bukti." kemudian tangannya mengeluarkan map berisi lembaran kertas putih yang ditaruh diatas meja.

"Anda bisa membuktikannya sendiri tuan dan nyonya." Tuan Bimo mempersilahkan pasangan itu melihat map yang disodorkan oleh istrinya.

Dengan ragu mereka meraih kertas putih dihadapannya. Mendadak jantung perempuan itu berdetak kencang, seharusnya ia bersikap biasa saja. Tapi entah mengapa rasa takut dan cemas bercampur menjadi satu, bahkan tangannya sedikit gemetar memegang kertas ditangannya.

Mata keduanya melotot melihat hasil sebuah tes DNA yang tertera. Keduanya menggeleng tidak percaya. "Kami masih tidak percaya. Bisa saja ini hasil tes yang di palsukan. Lagi pun kami memiliki putra yang kami rawah semasih bayi. Jadi tidak mungkin jika cucu kalian adalah anak kami!"

Tuan Bimo menyunggingkan bibirnya, lantas suaranya mengalun perlahan. "Apakah kalian yakin jika Gathan adalah anak kandung kalian yang hilang?"

***

Seminggu telah berlalu. Waktu berjalan sebagaimana mestinya. Pagi ini Fania tengah menata beberapa makanan diatas meja di bantu dengan Agatha. Wanita cantik itu tersentak ketika merasakan tepukan ditangannya. Fania mengangkat wajahnya menatap putrinya.

"Iya kenapa Agatha?"

Gadis itu menggeleng pelan, "Mama kenapa diam terus? itu air kerannya sampai muncrat kemana mana."

Refleks Fania menunduk, memperhatikan wastafel yang penuh dengan air. Ia meringis pelan menyadari kecerobohannya. 

"Mama ada pikiran ya? Aku lihat seminggu terakhir mama sering melamun terus, gak mama aja, tapi papa juga."

Fania tersentak, apa sangat ketara?

Wanita itu tersenyum tipis memperhatikan wajah putrinya. "enggak kok, perasaan kamu aja." elaknya.

"emm... iya mungkin perasaan aku aja."

Fania mengangguk pelan, tidak memudarkan senyumannya. "Sekarang kamu bangunin kakak kamu ya buat sarapan." dengan semangat Agatha mengangguk.

"Oke ma."

Diam diam Fania menghela nafas lega ketika melihat Agatha yang pergi ke lantai dua. Wanita itu lantas menarik kursi di meja makan untuk duduk. Pikirannya masih terngiang dengan kejadian seminggu yang lalu. Seberapa kuat Fania untuk mengabaikannya, tetap saja rasa penasaran, cemas dan takut bersatu.

[2] AGATHA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang