(37) Sisi Lain Gibran

2.6K 136 0
                                    

Happy Reading🦋
.
.
.

Langit malam ini tampak terang dengan hamparan bintang bintang yang berhamburan di langit. Berbanding terbalik dengan suasana hati seorang gadis yang sedang duduk termenung sambil menatap langit dengan pandangan kosong.

Zahra duduk di balkon kamarnya seraya memikirkan kejadian tadi. Zahra tak bohong. Hatinya terasa sakit saat mengingat kajadian itu. Tak terasa air matanya menetes dengan sendirinya.

"Kenapa gue sesayang ini sama lo Alfin?" lirih Zahra dengan tangisannya.

Tanpa disadari, ada yang menatap sendu Zahra. Untuk kedua kalinya ia melihat Zahra dengan kondisi seperti ini.

"Ra?"

Zahra menoleh. Ia menghapus kasar air matanya.

"Abang kapan datengnya?" tanya Zahra.

Gibran tersenyum lalu mengacak gemas rambut Zahra. "Tadi kata Bila lo ada di kamar, yaudah gue susulin lo ke sini."

Gibran memposisikan dirinya di samping Zahra. Ia menatap sendu adiknya dari samping.

"Lo lagi ada masalah?" tanya Gibran. Sebenarnya ia sudah tahu permasalahan apa yang di hadapi Zahra. Ia hanya ingin tahu adiknya itu akan terbuka kepadanya atau tidak. Tadi Bila dan yang lainnya sudah menceritakan semuanya kepada Gibran.

Zahra menggeleng. Masih dengan pandangan kosongnya.

"Gue akui lo memang hebat dalam menyembunyikan sesuatu ra, tapi itu gak berlaku di gue." Gibran menatap serius adiknya itu.

Zahra memeluk Gibran dan menangis di pelukannya. "Gue hancur bang saat gue ngeliat orang yang gue sayang lagi sama cewek lain," tangis Zahra.

Tangan Gibran membalas pelukan adiknya itu. Gibran memejamkan matanya menahan air matanya agar tidak jatuh. Ia bisa merasakan apa yang dirasakan oleh adiknya.

"Gue kira Alfin cowok yang baik buat gue bang, tapi ternyata gue salah. Dia sama aja kayak Felix." Zahra tersenyum kecut.

Gibran melepaskan pelukannya. Lalu tangannya memegang kedua bahu Zahra.

"Cowok di luaran sana masih banyak ra! Masih banyak yang perduli sama lo termasuk gue."

"Tapi lo gak tau perasaan gue ke dia gimana bang!" bantah Zahra.

Gibran menatap Zahra sendu. "Gue gak mau lo terpuruk kayak dulu lagi ra. Hati gue sakit ngeliat lo kayak gitu. Gue ngerasa kalo gue gak becus jadi abang lo."

Zahra menunduk.

"Maaf."

Gibran menangkup kedua pipi Zahra. "Lo gak sendirian ra, masih ada gue dan yang lainnya. Kita semua pasti selalu ngedukung lo. Gue yakin lo bisa nyelesain masalah ini," ujar Gibran.

Zahra tersenyum.

"Udah gak usah sedih lagi. Gak ada tuh sejarahnya Badgirl jadi cengeng," ledek Gibran.

Zahra kembali memeluk Gibran. "Makasih bang, gue beruntung banget punya abang kayak lo. Ya, walaupun nyebelin sih," ucap Zahra yang diakhiri dengan kekehannya.

Gibran melotot dan menoyor pelan kening Zahra. "Heh sembarangan!"

"Tuh baru juga dibilangin," cibir Zahra.

"Oh ya gue bakalan tinggal di sini lho," ujar Gibran yang menaik turunkan kedua alisnya.

"Gak nanya tuh," ujar Zahra dengan wajah lempengnya.

"Untung lo adek gue kalo enggak udah gue lempar lo dari sini!" ujar Gibran yang menahan kesalnya.

Zahra tertawa. "Gue bercanda bang, baperan banget sih lo."

Together With You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang