(35) Titisan Winda

3.1K 143 1
                                    

Happy Reading🦋
.
.
.

Ica menghela napasnya lega karena berhasil lolos dari amukan Buk Rini. Hari ini ia tidak berangkat bersama Zahra dan lainnya karena ia bangun kesiangan. Alhasil ia ditinggal oleh Zahra.

"Tuh guru pagi pagi udah ngajak joging aja!" gerutu Ica.

Saat Ica melangkahkan kakinya, tiba tiba ia melihat ada seorang gadis remaja seumuran dengannya sedang mencari sesuatu. Karena Ica baik hati, rajin menabung, dan tidak sombong, akhirnya ia menghampiri gadis itu.

"Ada yang bisa gue bantu?" tanya Ica.

"Eh!" kaget gadis itu. "Ohh, gue lagi cari ruang kepsek, lo tau?"

Ica mengangguk. "Lo tinggal lurus aja dari sini, nanti lo belok ke kanan."

Tanpa sepatah kata pun gadis itu melenggang pergi dan membuat Ica menggerutu kesal.

"Dasar bangke! Gue udah baik bantuin dia, eh maen nyelonong pergi gitu aja! Mana gak ngucapin terima kasih lagi!" oceh Ica di sepanjang jalan. Hal itu membuat siswa yang melewatinya menatap heran Ica.

"Apa lo liat liat?! Gak pernah liat Bidadari lagi jalan hah?!" Ica melototkan matanya seraya berkacak pinggang.

Siswa itupun memilih pergi dari situ daripada harus berurusan dengan anak dari donatur sekolah.

******

12 IPA 1.

Suasana di kelas ini cukup sunyi. Mungkin karena itulah kelas mereka di cap sebagai kelas unggulan. Berbeda sekali dengan kelas kelas lainnya. Apalagi di kelas 12 IPA 3. Membayangkannya saja sudah membuat para guru ogah ogahan memasuki kelas itu.

Alfin menelungkupkan wajahnya di meja sembari menunggu guru yang akan mengajar. Berbeda dengan ketiga sahabatnya, mereka memilih memainkan ponsel mereka masing masing.

Suara derap langkah kaki menandakan seorang guru akan memasuki kelas. Ya, Pak Ronal datang dan diikuti oleh seorang gadis cantik berambut panjang pirang.

"Perhatian semuanya! Hari ini kalian kedatangan murid baru. Silahkan kamu perkenalkan diri kamu nak," titah Pak Ronal.

"Hay semuanya! Gue Steffi Rania Quinza, gue pindahan dari Jerman. Semoga kita bisa berteman baik," ujarnya yang di akhiri senyuman manis.

Hampir semua kaum adam tertegun saat melihat senyuman Steffi. Berbeda dengan keempat lelaki di sana. Mereka hanya menatapnya datar tanpa minat. Steffi yang melihat itu pun menyeringai.

"Steffi, kamu bisa duduk di bangku yang kosong itu," ujar Pak Ronal.

Alfin bernapas lega. Untung saja jarak bangku mereka sangat jauh.

"Kalau begitu saya pamit dan jangan buat keributan! Bapak percayakan kelas ini," pamit Pak Ronal.

"Baik pak!"

Setelah Pak Ronal pergi dari sana, Steffi menghampiri meja Alfin.

"Hay Vian," sapa Steffi pada Alfin. Namun Alfin tak menanggapinya. Merasa dicuekkan, Steffi malah memegang tangan Alfin namun di hentak kasar oleh sang empu.

"Gak usah pegang pegang gue!" sentak Alfin.

Hal itu membuat seluruh murid menatap mereka bingung.

Bukannya menyingkir tapi Steffi malah terkekeh. "Kok sekarang kamu galak sih?"

"Pergi!" usir Alfin sabar.

Steffi menggeleng kuat. "Aku mau duduk deket kamu aja. Rakha lo pindah tempat lain gih, gue mau duduk sama cowok gue."

Together With You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang