00 : The Prologue of SIREN

9.2K 1K 53
                                        

•••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Happy Reading!!!
Don't forget to play the instrument above!


"Ma! Jenovan mau main ke sana ya!"

Anak laki-laki berusia tiga belas tahun itu berteriak senang, meminta izin kepada ibunya.

Jenovan Arka Rivandra.

Wajah tampannya begitu sumringah saat baru menginjakkan kaki beralas sandal di atas pasir pantai.

"Iya, jangan jauh-jauh ya. Jangan ngelewatin batas yang ada di sana," peringat sang ibu.

Anak itu mengangguk. Kedua bola mata legamnya tampak berbinar tanpa melunturkan senyumannya.

Jenovan hanya mengenakan celana pendek di atas lutut setelah melepas kaos hitam polosnya. Anak lelaki itu juga melepaskan alas kakinya, lalu mengambil papan selancar yang berada di dalam bagasi mobil.

"Hati-hati sayang!"

Sang ibu berteriak saat melihat Jenovan berlari ke arah tepi pantai sembari membawa papan selancar seukuran badannya.

Langkah Jenovan terhenti saat kakinya disambut oleh deburan ombak kecil yang menyapu kakinya malu-malu.

Rasa geli karena tergelitik oleh pasir pantai dan juga segarnya air lautan, membuat hati anak itu merasa tentram.

Desiran angin menyapu wajah Jenovan lembut, seolah sedang menyambut kedatangan anak itu.

Entah ini pertanda awal yang baik, atau mungkin sebaliknya. Tidak ada yang tahu. Yang pasti anak itu tengah berbahagia.

Lagi-lagi ia tersenyum. Banyak yang bilang, Jenovan begitu manis saat tersenyum. Senyuman anak lelaki itu benar-benar khas. Kedua matanya akan membentuk bulan sabit saat ia menyunggingkan senyumannya.

Yah, bahkan yang berbeda alam pun mengakuinya. Makhluk yang dianggap mitos namun benar-benar ada itu entah sejak kapan berada di sana.

Sudah lama ia menunggu kedatangan Jenovan, lagi. Setelah dua pekan lamanya. Ini ketiga kalinya Jenovan kemari.

Makhluk yang berusia sepantaran dengan Jenovan itu tengah bersembunyi di bawah permukaan laut. Sesekali dia menyembulkan kepala, mengintip Jenovan dari kejauhan, kemudian tersenyum.

Melangkahkan kaki, Jenovan pergi ke tengah-tengah tanpa melewati tali pembatas yang berada jauh di tempatnya. Hingga air sudah menenggelamkan separuh tubuhnya, Jenovan berenang menggunakan papan seluncurnya ke tengah sana.

SIRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang