30. -Sean POV

35 1 0
                                    



h a p p y   r e a d i n g

"Heh, badboy! Sini cepetan."

Sean melirik sinis kearah Albar, merasa tidak terima dengan panggilan itu. Dengan malas ia tetap mendekat kearah
Albar yang berdiri tepat di depan lemari pakaiannya.

Albar memberikan selengkap pakaiannya dengan terbesit sedikit rasa tidak terima pada Sean yang menatap bingung kearahnya.

"Lo mandi pake ini. Inget! Bukan karena gue udah baik hati sama lo. Tapi ini suruhan mama tercinta. Kalo mama gue gak nyuruh mana sudi gue kasih ke elo!" Gerutunya tak ikhlas.

Sean manaikan satu alisnya, "sorry, gue masih punya baju. Lagian gue juga nggak sudi pake daleman bekasan lo." Balas Sean tenang tapi dapat membuat hati Albar mendidih.

Bukannya ia tidak tahu diri atau apa, tapi ini demi kesabarannya yang udah dikuras banyak oleh orang didepannya ini. Istilahnya balas dendam lah ya.

Albar yang tidak terima lantas melemparkan pakaiannya pada Sean dan menggeram kesal. "Gaade lo pake acara mandi di rumah gue!" Albar membanting pintu kamar mandi dengan keras.

Sean terkekeh merasa menang, "gaada juga yang mau mandi di rumah lo!" Balas Sean.

"Ga akan bisa jadi ipar gue lo!" Balas Albar dari dalam kamar mandi.

"Childish!" Balas Sean geram jika Albar bawa-bawa masalah restu.

Lalu dering telfon mengintrupsinya. Tanpa mendengarkan jawaban Albar, Sean segera mencari letak ponselnya lalu melihat nama seseorang yang menelponnya. Terpampang nama 'bi Ina' dilayar ponselnya.

Sean mengerutkan dahinya, tidak biasanya bi Ina menelfon. Jikapun iya pasti ada sesuatu yang terjadi di rumahnya.

"Halo?"

   ...

Mendengar kabar yang diberikan bi Ina, tanpa mempedulikan apapun Sean segera bersiap pulang ke rumahnya. Benar dugaannya ada sesuatu yang terjadi disana. Wajar saja, ia sudah terlalu hafal dengan kebiasaan disana.

Tepat melewati dapur, olivia tersenyum dan menegurnya. Sean berpamitan dengannya dan langsung menuju dimana motornya berada.

Tetapi saat ia ingin berpamitan dengan Lily, sesuatu kembali menghalanginya. Ternyata kedua sohibnya entah bagaimana caranya mereka sedang duduk manis sambil menikmati snacknya Lily.

Melihat keberadaannya, mereka berseru heboh dan menanyakan berbagai macam pertanyaan yang tidak sempat Sean jawab untuk saat ini. Dengan sangat terpaksa Sean meningalkan mereka tanpa berbicara apapun. Jika kondisinya tidak seperti ini dengan senang hati ia akan meladeni teman-temannya itu meskipun ada terbesit rasa malas.

• • •

Sesampainya di rumah, Sean segera menghampiri bi Ina yang sedang menunggunya. "Ada apa bi?" Tanya Sean dengan napas putus-putus.

"Anu den, bapak—dari semalam tidak keluar kamar.. makan pun tidak. Padahal Bibi sudah mengetuk pintu kamar berkali-kali tapi tetap tidak ada jawaban. Bibi takut terjadi sesuatu disana." Jawab bi Ina dengan wajah panik.

Sean menghela napas, "bibi yang tenang,  Sekarang Sean mau melihat apa yang terjadi disana. Bibi tolong buatkan makanan untuk ayah ya."

Sean meninggalkan bi Ina dan menuju kamar ayahnya dengan perasaan yang sungguh tidak tenang. Ia berharap semoga tidak terjadi sesuatu yang buruk pada ayahnya. Tidak dapat dipungkiri meskipun ayahnya sangat membenci dirinya, tapi Sean tetap tidak bisa membenci ayahnya.

Sean Alistair | On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang