16- Balas dendam

42 12 16
                                    

Haii maaf baru publish karena otak buntu woyy gaboong. Udah gitu tugas banyak gila:) nahkan jadi curhat gue. Intinya,

•H A P P Y. R E A D I N G•

"Lo ada urusan apa Ly, sama kepala sekolah?" Lily menengokkan kepalanya kesamping menatap Matcha yang sedang bertanya padanya.

Dengan raut sedih dibuat-buat plus endikkan bahu, Lily menjawabnya. "Gatau gue,"

Matcha menatap Lily dengan pandangan kasihannya. "Lo harus hati-hati deh, Ly. Jangan sampe lo diskors gara-gara buat masalah sama kepala sekolah," bolehkah Lily tertawa dengan ucapan lugu Matcha yang menurutnya sangat lucu? Jangankan buat masalah, ngeledekin si kepala sekolah itu aja Lily sering..
Dan itu tidak akan mungkin membuat dirinya diskors apalagi dikeluarin dari sini.

Lily berjalan keluar kelas menuju ruangan Omnya yang menyebalkan itu. Bisa tidak sih Omnya itu gausah membuang-buang waktunya? Apalagi waktu belajar seperti ini. Ia ingin belajar sungguh-sungguh agar ia bisa meraih kesuksesan dimasa depan kelak. Lily meringis sendiri mendengar ucapan hatinya.

Sial! Mengapa ia jadi sok bijak seperti ini?!

Sesampainya Lily didepan ruangan Zeyaad, ia langsung membuka pintu itu dengan kencang. Tidak peduli jika ia dibilang tidak sopan atau apapun itu, lagian siapa suruh Omnya mengganggu waktu belajarnya.

Tepat saat pintu itu terbuka, muncul perawakan Omnya yang menyambut kedatanyannya dengan senyuman manis yang bahkan terlihat sangat menyeramkan dimata Lily. Tunggu! Tidak hanya itu, disana terdapat satu orang lagi yang sedang duduk santai di sofa dengan kaki kanan berada diatas kaki kiri dan menatapnya dengan senyum miring.

Shit! Apalagi ini? Kenapa harinya begitu buruk sekarang...

"Hai, ponakan om yang cantik."

Lily memasuki ruangan itu dengan muka lesunya. Ya karena ia sudah tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Sungguh ia sangat tidak terima! Masa dua lawan satu? Udah gitu ia sendirian cewek sedangkan dua orang itu cowok. Mengapa dunia sangat tidak adil.

Lebay.

"Sudah siap, Tuan putri?" Udah tau kan siapa yang ngomong? Ya, itu abangnya. Orang satu lagi yang ia katakan barusan itu adalah abangnya. CS si Zeyaad itu!

Lily berjalan menuju kursi samping abangnya duduk sambil membuka bungkus permen karet yang ia beli di kantin saat istirahat tadi. "Emang mau ngapain, Tuan muda? Btw, duduknya gausah sok keren gitu deh gue saranin. Bukannya keren malah jijik gue liatnya, bang." Ucap Lily santai sambil meniup permen karet yang ia buka tadi.

Albar melebarkan matanya seraya bertatapan pada omnya. "Lo belajar dari mana kata-kata kaya gitu, hm? Jangan bilang dari si Sean Sean itu." Albar menatap Lily dengan pandangan curiganya.

Lily berdecak kesal, kenapa Sean harus dibawa-bawa sih. "Mana ada sih, bang. Gue udah gede kali, jadi gue udah gak polos buat nerima suruhan aneh lo itu." Lily memutar bola matanya diakhir.

Zeyaad menatap kedua adik kakak itu bingung. "Sean siapa? Sean Alistair itu?" Sontak Lily berbalik arah menatap omnya dengan pandangan bervariasi seperti terkejut, kesal, malu, dll.

Mati gue kalo gini caranya.

Sedangkan Albar menatap Zeyaad dengan pandangan berserinya seakan sedang menemukan berlian didepan matanya. "Lo tau, om?" Tanyanya yang dijawab anggukan oleh omnya. Nahkan, lihat?! Abangnya padahal lebih tidak sopan darinya. Bayangkan panggil om sendiri dengan sebutan
lo-gue. Apa gak salah? Tapi kenapa hanya dirinya yang dikerjai?! Beginilah gais nasib tidak memiliki saudara yang se-gender.
Dibully terus gue!

Sean Alistair | On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang