23- dicariin

69 9 11
                                    

UP AGAINN!!!
Btw maafin kalau part ini rada lebay atau gimana yap
HAPPY READING EVERYONE

Sean sampai di rumah pukul setengah sembilan karena ia sempat mampir kesebuah restoran untuk mengisi perutnya lalu saat ia memasuki rumahnya, keadaan rumah tersebut sudah gelap. Oh, jelas karena orang tua Sean sedang diluar negeri. Dan sekarang sudah masuk jam istirahat untuk para pelayan dirumahnya.  Itulah kenapa keadaan rumahnya sudah gelap layaknya tidak berpenghuni.

Sean berjalan dengan lemas. Tubuhnya benar-benar sangat lelah saat ini. Entah mengapa sekarang tubuhnya menjadi sangat lemah dan cepat sekali lelah. Yang ia butuhkan hanya istirahat. Semoga setelah ini tidak ada gangguan lagi.

Baru saja Sean membatin, suara ayahnya muncul dikegelapan ruang tamu rumahnya. Sean menghela napas. Sepertinya tidurnya kali ini akan kembali tertunda.

Prok!

Prok!

Prok!

Ayahnya bertepuk tangan sambil mengarahkan tatapan tajam padanya. Lalu berujar. "Bagus.. jam segini baru pulang hah?!!" Gertak Adrian berjalan mendekat kearah Sean. Sean terkejut, bukannya ayahnya sedang tidak dirumah?

"Dari mana saja kamu?!! Bisa tidak sih jadi anak enggak nyusahin?!!" Gertak Adrian lagi membuat Sean menghela napas. Setiap kali ayahnya memarahinya, selalu kata itu yang digunakannya. Tetapi entah mengapa rasa perih dihatinya itu tidak pernah hilang.

" Jawabb! Atau saya pukul?!" Gertak Adrian mengarahkan tongkat baseball. Sean tetap bungkam. Toh mau dirinya jawab atau tidakpun, ia akan tetap dipukul dengan tongkat tersebut.

Sean sangat ingat jika dulu tongkat baseball itu mereka gunakan untuk bertanding baseball dengan ayahnya. Tetapi itu dulu, waktu ayahnya masih menyayanginya. Kutip menyayanginya.

Adrian kesal karena Sean masih membungkam mulutnya enggan menjawab. Adrian mengarahkan tongkat baseball itu kepunggung Sean lalu memukulnya dengan kencang.

Bugh!

Sean jatuh tengkurap karena pukulan tersebut. Rasa sakit dipunggungnya langsung menjalar keseluruh tubuhnya, membuat mata Sean buram seperti ingin kehilangan kesadarannya. Tetapi sebisa mungkin ia tahan. Kerana ia tidak ingin terlihat lemah didepan ayahnya.

Belum puas Adrian lalu mengangkat tubuh lemah Sean dengan cara menarik kerah bajunya. Kemudian mengucapkan kalimat yang membuat hati Sean berdesir sakit.

"Lebih baik kamu yang mati daripada Rafael. Saya tidak mau memiliki anak pembunuh seperti kamu. Kamu itu pembunuh. PEMBUNUH. kesalahan kamu tidak akan pernah saya maafkan!" Ucap Adrian dingin.

Dengan emosi yang bergemuruh, Adrian memukul wajah Sean berkali-kali membuat wajah Sean dipenuhi darah dan memar. Belum selesai sampai situ, Adrian menginjak dada Sean. Membuat dada Sean sesak dan terbatuk.

"Ayah s-sakit.." lirih Sean.

Tak lama muncul wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik. Itu adalah wanita yang dirindukannya. Ya itu Bundanya. Wanita itu menghampiri Sean dan Ayahnya.

"Cukup Adrian! Kamu tidak boleh menyakiti dia terus menerus, Adrian." Ucap Lusy seketika hati Sean hangat karena bundanya membela dirinya didepan ayahnya. Adrian menaikkan alisnya bingung.

"Lebih baik dilanjutkan besok." Lanjutnya dengan Smirk menyeramkan.

Hati Sean bagaikan ditusuk ribuan pedang. Bahkan ucapan bundanya itu lebih sakit dibanding pukulan ayahnya. Bayangkan, baru saja dia dibuat senang lalu diterjunkan sampai sedalam lautan. Sean terkekeh dalam hati. Sean baru sadar bahwa dirinya itu adalah anak yang tidak diinginkan orang tuanya. Bagaimana mungkin bundanya membela dirinya? Jangan harap.

Sean Alistair | On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang