●Happy reading●
Sean mengklaksonkan satpam rumahnya agar dibukakan pintu. Tumben banget ia pulang siang hari, biasanya kalau tidak sore ya malam. Sean memarkirkan mobilnya digarasi. Sesaat Sean terdiam melihat mobil orang tuanya yang sudah pulang.
Tumben banget udah pulang.
Sean berjalan memasuki rumahnya dengan langkah ragu. Dari ruang tamu, terdengar suara televisi yang dinyalakan. Dan benar dugaan Sean, orang tuanya sedang menonton televisi disana.
Melihat orang tuanya disana, Sean berbalik badan berjalan keluar rumahnya kembali. Karena jika ada orang tuanya dirumah, maka hal itu akan terjadi lagi. Tetapi rencananya gagal ketika tiba-tiba orang tuanya memanggil dirinya.
"Heh! Sini kamu." Panggil Lucy saat melihat Sean berbalik badan. Dengan ragu Sean menghampiri kedua orangtuanya.
Adrian menatap Sean nyalang. "Mau kemana lagi, hah?! Keluyuran terus.
Bisa tidak sih jadi anak yang nurut seperti kakak mu?! Masih untung dikasih tempat tinggal disini, kalau tidak sudah jadi gelandangan kamu disana!" Sean tersenyum tipis.Gelandangan? Mereka gak tau aja selama ini gue ngapain
Sean tersenyum miris, "nurut? Gimana Sean mau nurut kalo kalian anggap Sean ada aja enggak,"
Adrian menajamkan matanya mendengar ucapan Sean. "Dasar anak tidak tahu untung!" Adrian maju mencengkram kerah baju Sean tapi ditahan oleh Lucy.
"Rian, jangan sekarang. Kita mau bilang apa kalau mereka lihat wajah dia babak belur? Jangan lakuin ini Adrian." Ucap Lucy lembut menenangkan Adrian yang kalut dengan emosinya.
Hati Sean sedikit menghangat mendapat pembelaan dari bundanya meskipun karena malu dilihat teman-temannya nanti. Tapi ini sudah terlalu cukup untuknya.
Lucy menatap Sean datar tanpa ekspresi. "Kamu ikut kami ke pesta ulang tahun perusahaan teman saya. Tidak boleh menolak." Perintah bundanya yang terlihat seperti pernyataan. Memang pernyataan sih.
Sean mengangguk pelan, "memang Sean bisa menolak?" lalu tanpa menunggu jawaban orang tuanya, Sean berjalan menjauhi mereka menuju ke kamarnya.
●°●°●°●°●
Lily menolehkan kepalanya kearah pintu, ketika pintu itu terbuka dan menampilkan perawakan abangnya. Lily menaikkan satu alisnya seolah bertanya 'ada apa?'
"Turun gih, dipanggil sama Mama." Ucap Albar didepan pintu kamarnya.
Lily menatap abangnya bingung. "Mau ngapain?"
Albar mengendikkan bahu. "Gak tau gue. Makanya lo turun," Albar menutup pintu kamar meninggalkannya.
Lily keluar kamar menghampiri Mamanya dilantai bawah. Lily duduk disamping Mamanya yang sedang menonton televisi. "Kenapa, Ma?" Tanya Lily menyadarkan Mamanya.
Olivia tersenyum pada Lily. "Mama mau kasih tau Lily, kalau nanti malam Papa akan mengadakan perayaan ulang tahun perusahaannya. Mumpung masih siang, Lily boleh belanja dress untuk Lily pakai nanti malam." Jelas Olivia.
Lily menatap Mamanya terkejut. "Acaranya dimana, Ma?" Tanyanya.
"Papa sudah menyewa gedung didekat perusahaannya, sayang." Jawab Olivia.
Lily terlihat memikirkan sesuatu. "Tapi Lily takut bertemu teman sekolah, Ma." Keluh Lily.
Olivia tersenyum menenangkan. "Tenang saja, acara ini hanya mengundang rekan kerja Papa. Jadi kemungkinan besar tidak ada teman sekolahmu." Ucap Olivia mengelus rambut coklat Lily lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sean Alistair | On Going
Teen FictionA boy who never felt happiness in his life until she's came and changed his life He is Sean Alistair. 'Dulu gue selalu menyalahkan Tuhan atas takdir yang Dia berikan. Tapi sekarang gue sadar Tuhan gak pernah salah. Tuhan menciptakan takdir gue seper...