Kara berjalan sendirian masuk ke dalam kelas, kacamata hitam bulat bertengger manis di hidungnya.
Tak seperti hari biasanya hari ini ia kembali berangkat berdua bersama Aslan. Naka sama sekali tidak menghubunginya sejak kejadian Nilam pingsan kemarin.
Aslan pun seperti orang bodoh yang tak tahu masalah apa yang dari kemarin terjadi menimpa adiknya itu, atau mungkin ia tahu namun sengaja menutup telinga dan menutup mulutnya?
Kalau iya, kenapa? Sudahlah, Kara sudah terlalu capek untuk memikirkannya.
Gadis itu langsung menaruh tasnya di atas meja ia perlahan mendudukan tubuhnya di kursinya. Badannya masih nyeri gara-gara perlakuan Erik kemarin. Ia meringis pelan.
Tangannya naik melepas kacamata hitam yang ia pakai, dapat di lihat memar yang membiru di bawah matanya. Gadis itu berkaca di layar ponselnya, sebelum akhirnya mendecak kesal. Sepertinya ia memang harus menggunakan kacamata hitam ini sepanjang hari.
"Lengkara." Kara menoleh ke arah sumber suara datangnya suara.
Terlihat Rani berdiri di depan pintu kelas sambil memanggil dirinya. Guru muda itu menghela napas pelan sebelum akhirnya kembali berbicara.
"Ikut saya ke kantor," ucapnya dan langsung berlalu dari sana.
Kara sempat terdiam beberapa detik sebelum akhirnya berdiri dari kursinya dan menyusul perempuan itu ke kantornya.
Saat berjalan keluar kelas dirinya berpapasan dengan Naka dan Nilam yang datang bersamaan.
"Kar—" Panggilan Naka terhenti ketika Kara hanya menatapnya sekilas dan berlalu begitu saja melewati dirinya.
"Kara."
Kara tak peduli lagi, gadis itu terus berjalan menyusul langkah Rani yang sudah meninggalkannya jauh di depan.
Setelah berjalan cukup lama gadis itu sampai di depan kantor dan langsung masuk ke dalamnya.
Terlihat Rani yang sudah duduk di kursi di balik meja kerjanya, dan juga seorang ... Aslan?
Dahi Kara berkerut melihat keberadaan kakaknya di sana, gadis itu duduk tepat di sebelah Aslan.
"Tidak perlu basa-basi, ibu cuma mau bilang kamu tidak jadi dikeluarkan dalam seleksi olimpiade kali ini," ucap Rani dan dan langsung mendapat tatapan heran dari gadis di hadapannya.
"Kenapa?" tanya Kara bingung, masih dengan masker dan kacamata yang tersemat di wajahnya.
Rani menghela napas pelan. "Buka kacamata dan masker kamu kalau bicara."
"Nggak mau," tolak Kara.
"Buka atau kamu keluar."
Tak menjawab Kara segera berdiri dari kursi berniat keluar dari ruangan itu, namun guru itu langsung mencegatnya.
"Oke tidak usah kamu buka." Kara mendengus geli.
Rani kembali menghela napas pelan. "Aslan sudah menjelaskan semuanya, kemarin dia menyelidiki kasus ini."
Kara melirik ke arah kakaknya yang duduk di sebelahnya itu.
"Yang membakar essay Nilam itu ternyata bukan kamu-"
"Emang." Kara memotong ucapannya.
"Kara," tegur Aslan.
Guru itu menghela napas pelan lalu kembali berbicara. "Asisten rumah tangga di rumah kalian yang sudah dengan tidak sengaja membakar essay Nilam yang tercecer begitu saja di depan teras rumah kalian."
KAMU SEDANG MEMBACA
00.00
Teen Fiction"𝚂𝚎𝚙𝚊𝚜𝚊𝚗𝚐 𝚕𝚞𝚔𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚛𝚊𝚔𝚑𝚒𝚛 𝚍𝚞𝚔𝚊." -𝒜𝓂𝑒𝓎𝓈𝒾𝒶𝒶, 𝟢𝟢.𝟢𝟢 "Tolong jemput gue, Ka," pinta gadis itu. "Gak bisa, gue mau jemput Nilam." Jawaban dari seberang sana. "Berarti gue boleh minta jemput Sekala?" tanya gadis...