SEBAGIAN PART AKAN DI PRIVATE, FOLLOW DULU BARU BISA BACA.
•••
"Papa harus marahin dia!" Nilam meremas kuat tali tas selempangnya.
Namun Erik diam sambil terus fokus memperhatikan berbagai data di atas meja kerjanya.
"Pah!"
"Nilam!" tegur Erik, seketika membuat Nilam terdiam.
'Gue anak lo apa bukan sih.' Ucapan Kara tempo hari terus terngiang-ngiang di kepala Erik.
"Papa capek, gak usah ganggu Papa."
"Pah—"
Erik memotong ucapan Nilam. "Keluar dari ruangan Papa sekarang!"
Nilam mendecak kesal sebelum akhirnya segera pergi dari ruangan itu, dirinya berjalan menuju ke kamar Kara yang kini sepenuhnya telah menjadi miliknya.
"Aargh!" Nilam membuang tasnya begitu sampai di dalam kamar.
"Bajingan sialan!" Tangan gadis itu terkepal kuat di sisi tubuhnya.
"Kenapa tuh tua bangka udah gak mau dengerin perkataan gue lagi." Nilam merogoh ponsel dari dalam kantong kemejanya.
Tangannya membuka beberapa notifikasi dari teman sekolah yang dengan sengaja me-mention-nya.
"Argh! Sialan!" Nilam melempar ponselnya ke atas kasur.
Tangannya naik meremas kuat rambutnya.
"Gue bakal buat lo sekarat Kar."Muka gadis itu memerah menahan emosi. "Iya, gue bakal buat lo sekarat."
"Sekarat yang bakal bikin lo bingung, lebih milih mati atau lebih milih hidup."
Ia berdiri menghadap ke tembok, matanya menatap kosong ke depan.
Ruangan itu kini diselimuti keheningan, sebelum akhirnya kekehan pelan yang lambat laun menjadi tawa keras terdengar keluar dari mulutnya.
Gadis itu tertawa lepas sendirian di dalam kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
00.00
Teen Fiction"𝚂𝚎𝚙𝚊𝚜𝚊𝚗𝚐 𝚕𝚞𝚔𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚛𝚊𝚔𝚑𝚒𝚛 𝚍𝚞𝚔𝚊." -𝒜𝓂𝑒𝓎𝓈𝒾𝒶𝒶, 𝟢𝟢.𝟢𝟢 "Tolong jemput gue, Ka," pinta gadis itu. "Gak bisa, gue mau jemput Nilam." Jawaban dari seberang sana. "Berarti gue boleh minta jemput Sekala?" tanya gadis...