12.30

950K 108K 43.7K
                                    

SEBAGIAN PART AKAN DI PRIVATE, FOLLOW DULU BARU BISA BACA.

•••

"Papa harus marahin dia!" Nilam meremas kuat tali tas selempangnya.

Namun Erik diam sambil terus fokus memperhatikan berbagai data di atas meja kerjanya.

"Pah!"

"Nilam!" tegur Erik, seketika membuat Nilam terdiam.

'Gue anak lo apa bukan sih.' Ucapan Kara tempo hari terus terngiang-ngiang di kepala Erik.

"Papa capek, gak usah ganggu Papa."

"Pah—"

Erik memotong ucapan Nilam. "Keluar dari ruangan Papa sekarang!"

Nilam mendecak kesal sebelum akhirnya segera pergi dari ruangan itu, dirinya berjalan menuju ke kamar Kara yang kini sepenuhnya telah menjadi miliknya.

"Aargh!" Nilam membuang tasnya begitu sampai di dalam kamar.

"Bajingan sialan!" Tangan gadis itu terkepal kuat di sisi tubuhnya.

"Kenapa tuh tua bangka udah gak mau dengerin perkataan gue lagi." Nilam merogoh ponsel dari dalam kantong kemejanya.

Tangannya membuka beberapa notifikasi dari teman sekolah yang dengan sengaja me-mention-nya.

Tangannya membuka beberapa notifikasi dari teman sekolah yang dengan sengaja me-mention-nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Argh! Sialan!" Nilam melempar ponselnya ke atas kasur.

Tangannya naik meremas kuat rambutnya.
"Gue bakal buat lo sekarat Kar."

Muka gadis itu memerah menahan emosi. "Iya, gue bakal buat lo sekarat."

"Sekarat yang bakal bikin lo bingung, lebih milih mati atau lebih milih hidup."

Ia berdiri menghadap ke tembok, matanya menatap kosong ke depan.

Ruangan itu kini diselimuti keheningan, sebelum akhirnya kekehan pelan yang lambat laun menjadi tawa keras terdengar keluar dari mulutnya.

Gadis itu tertawa lepas sendirian di dalam kamar.

Gadis itu tertawa lepas sendirian di dalam kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
00.00Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang