Amaranthine 12

980 145 4
                                    

Begitu tugas kelompok biologi selesai dikerjakan, Sakti langsung menyambar tas ransel hitamnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Begitu tugas kelompok biologi selesai dikerjakan, Sakti langsung menyambar tas ransel hitamnya. Karena tidak banyak berpartisipasi dalam pengumpulan materi, jadilah dia yang bertugas untuk mencetak folder makalah sampai dijilid dengan rapi. Laki-laki memang begitu, bukan? Yang penting hadir, supaya namanya tertulis di cover makalah.

"Sak, tunggu!" Miqdad setengah berlari menyusul Sakti ke parkiran. Laki-laki itu menaikkan kacamatanya yang turun, lalu, tersenyum manis. "Gue nebeng, ya? Gue enggak bawa motor, mogok soalnya."

"Buat kali ini, enggak bisa." Rumah mereka memang berada dalam satu kompleks. Namun, Sakti memang tidak bisa memberikan tumpangan pada Miqdad untuk kali ini.

Sementara itu, kening Miqdad langsung mengernyit. Kalau dipikir-pikir, ini kali pertama Sakti menolak permintaannya. "Kok, enggak bisa? Emang, lo enggak langsung pulang? Mau ke mana dulu?" tanya Miqdad dengan penuh selidik. Pasalnya, sahabatnya itu makin aneh saja.

"Ke rumah Luna," jawab Sakti dengan enteng.

"Luna?" Lipatan di kening Miqdad semakin bertumpuk. "Luna ... cewek yang lo tolong di kantin waktu itu?" Sakti mengangguk santai. "Luna ... adik kelas yang juara umum itu?" Sekarang, Sakti mengangguk dengan ekspresi kesal. "Luna Kinandita? Dia?"

Sakti memutar bola matanya malas. "Iya!" Alhasil, Sakti setengah berteriak di depan wajah Miqdad. "Minggir sana! Gue buru-buru! Astaga, Dad! Apa lagi?!" tanya Sakti dengan jengkel.

Tangan Miqdad sudah menahan kepergian Sakti. Pemuda dengan rambut cepak itu masih saja penasaran. "Jadi, cewek yang enggak balas chat lo itu Luna? Lo ada hubungan apa sama dia?" Tiba-tiba, Miqdad tersenyum penuh arti. "Jangan-jangan, kalian emang udah dekat sebelum kejadian di kantin itu, ya?"

"Lo banyak nanya banget, sih?" Sakti menepis tangan Miqdad. Segera memakai helm, naik ke badan motor, dan segera menyalakan mesinnya. "Nanti gue cerita sama lo, kalau emang perlu. Sekarang, lo pesan ojol dulu. Enggak mungkin lo terus di sini sampai besok, 'kan?"

Setelah mengatakan itu, Sakti benar-benar menarik gas motornya, meninggalkan area Widyadharma tanpa memperdulikan panggilan Miqdad yang meminta penjelasan. Entahlah, dia merasa tidak perlu banyak orang yang mengetahui hubungannya dengan Luna. Toh, mereka sekedar teman. Selain itu, supaya Sakti bisa fokus saja dengan hubungan mereka. Tidak perlu diumbar-umbar.

Sebelum ke rumah Luna, Sakti menyempatkan diri untuk mampir ke mini market yang ada di pinggir jalan. Rasanya, tidak pantas jika dia datang dengan tangan kosong. Dan sekarang, laki-laki itu berdiri terdiam di depan kasir.

"Mau beli apa, Dek?" tanya petugas mini market sambil tersenyum ramah pada Sakti.

Tanpa sadar, Sakti menggaruk lehernya yang ama sekali tidak gatal. Dia tersenyum kaku. "Kalau mau datang ke rumah cewek, sepantasnya bawa apa, ya, Mbak?"

Petugas kasir itu tersenyum. Entah mengejek ketidaktahuan Sakti atau senyum maklum karena Sakti terlihat seperti pemuda yang tidak pernah berkencan. "Cewek biasanya suka cokelat, Dek."

Amaranthine [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang