Kau menghentakkan kakimu tidak sabar, selagi memperhatikan angka lantai di lift itu terus naik. Hingga akhirnya kau sampai di lantai tujuanmu, kau langsung melangkah cepat menuju unit apartemen yang sudah berkali kali kau datangi.
Tanpa repot mengetuk pintu ataupun memncet bel, kau langsung menekan pin unit apartemen yang sudah kau hapal di luar kepala. Suasana hening apartemen itu menyambutmu, oh, jangan lupakan barang-barang yang berserakan dan tak tersusun rapih. Apartemen ini terasa suram.
"Ya! Moon Junhwi!" tanpa aba-aba kau langsung berteriak dengan kencang. Namun kau kembali di balas hening. Kau berdecak pelan, sebelum akhirnya kau langsung menuju kamar berpintu hitam itu. Satu-satunya tempat yang memungkinkan keberadaan sahabatmu itu.
"Astaga" kau menarik napas panjang ketika melihat kondisi kamar itu. Ruangan yang gelap itu dapat terlihat sekali berantakan. Sampah dimana-mana, entah sampah makanan ataupun tisu. Tirai yang tertutup rapat tidak membiarkan satu pun cahaya mengganggu gumpalan selimut di atas kasur itu.
Kau meletakkan tas kerjamu, sepertinya kau harus bekerja keras untuk mengurusi tempat ini. Kau terlebih dulu menuju tirai dan membuka lebar-lebar tirai itu. Membiarkan cahaya matahari siang yang terik itu masuk dan setidaknya membuat tempat ini tidak segelap itu. Sinar matahari yang tiba-tiba masuk itu tidak sedikitpun mengganggu pria yang masih terleleap di dalam gumpalan selimutnya itu. Ia hanya bergerak sedikit sebelum kembali terlelap pulas.
"Ya, kau tidak ingin bangun, huh?" kau menendang nendang pelan gumpalan selimut itu. Kembali ia hanya memberikan reaksi sedikit sebelum kembali terlelap. Kau menghela napas gusar, akhirnya kau memilih untuk membereskan tempat yang sudah seperti tempat pembuangan sampah itu.
Mulai dari kamar hingga semua bagian di apartemen besar ini. Semuanya secara perlahan berubah menjadi bersih dan rapih. Kau bahkan menyempatkan untuk memasakkan untuk pria yang masih asik terlelap di kamarnya. Hingga tanpa sadar matahari yang tadi berada di atas kepala, sudah berganti singgahsana dengan sang bulan.
"Oh, Yn-ah" belum sempat kau membangunkan pria itu, Jun sudah lebih dulu terbangun. Kau duduk di pinggir tempat tidurnya sambil membawa nampan berisi bubur untuk pria satu ini. Ia memeluk pinggang rampingmu, menduselkan kepalanya ke perutmu.
"Kenapa kau tidak menghubungiku kalau kau sakit hm?" kau mengelus dahinya, memastikan ia tidak demam. Sedangkan sahabatmu itu hanya bergumam tidak jelas, tidak memberikan jawaban yang memuaskan.
"Bangun, makan dulu" kau menepuk nepuk punggung kekarnya. Namun lagi-lagi Jun mengabaikanmu, apakah ia kembali tertidur?
"Bisa-bisanya aku tau kabar kau sakit dari sekertarismu, aku ini sahabatmu, katakan apapun yang kau pikirkan! Jangan dipendam sendiri" gumammu sambil mengelus rambutnya yang berantakan namun tetap halus. Perlahan Jun mengendurkan pelukannya, mata sayunya memandangi wajahmu dalam diam, ada keraguan di maniknya.
"Benarkah?" tanyanya pelan. Kau mengangguk meyakinkan. Jun tersenyum tipis. "kalau begitu..
cium aku"
- END
not safe for ramadhan!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Seventeen Imagine
Fanfiction- seventeen imagine one shot para member dengan mbak yeen untuk memperlancar halu para carat deul.