Langkah kakimu yang sudah akan memasuki rumah terhenti ketika mendapati seorang bocah SD yang tak lagi asing dimatamu sedang asik memandangi ahjumma yang menjual tteokbokki dan beberapa gorengan.
Bocah itu hanya memandangi tanpa berniat mengeluarkan uang, yang membuat dirimu memutuskan untuk menghampirinya daripada segera berganti baju seragam SMP-mu.
"Chan-ah" bocah itu menoleh ketika dirimu memanggil. Dia Lee Chan, anak yang tinggal di seberang rumahmu. "Kenapa?" tanyamu, yang diangguki oleh bocah itu.
"Eomma pergi, aku lapar, tapi uang jajanku habis" jawaban pendeknya membuat senyum kecil tersungging di wajahmu. Kau merogoh saku rokmu, mengecek sisa uang yang kau miliki.
"Ahjumma, aku pesan tteokbokkinya 1, dan odengnya dua ya!" kau ikut mendekati stan tteokbokki itu sambil menyodorkan sisa uang jajanmu. Bocah kelas 6 SD itu hanya memandangimu tanpa berniat membuka mulut.
"Ayo" kau mengulurkan tanganmu padanya, membuat dirinya mengernyit bingung tapi tetap meraih tanganmu.
"Noona traktir tteokbokki untukmu" wajah Chan seketika langsung cerah, ia tersenyum lebar dan menarikmu untuk duduk di meja yang disediakan di stan tteokbokki itu, membuat dirimu ikut tertawa melihat tingkah lucunya.
"Gomawo, noona!!" serunya riang, yang membuat mata kecilnya menyipit ketika tersenyum lebar. Kau hanya mengiyakan sambil mengacak gemas rambut bocah kecil itu.
Selagi menunggu pesanan kami, Chan mengeluarkan pekerjaan rumahnya sambil dengan semangat bercerita tentang sekolahnya hari ini. Kau menanggapi ceritanya sambil membantunya mengerjakan pekerjaan rumahnya. Kau dan Chan memang sudah sedekat itu karena tidak ada bocah dikisaran usia kalian di daerah rumah kalian.
"Tteokbokki dan odengnya" ahjumma tteokbokki akhirnya membawakan pesanan kami, membuat Chan sangat antusias bahkan melupakan ceritanya tentang pekan olahraga yang akan di adakan sebentar lagi.
Bocah itu menikmati sepiring tteokbokkinya sedangkan kau memakan odeng untuk menemani bocah itu.
"Eo, noona! Pacaran itu seperti apa sih?" pertanyaan random yang keluar dari mulut bocah itu membuat kau sedikit tersedak saat menegak kuah hangat odengmu.
"Mwo?" gumammu. Bocah kecil itu mengangguk angguk sambil terus menyuap potongan tteok berwarna merah itu ke mulut kecilnya.
"Yoojung dan Minsung berpacaran" kau sedikit menganga mendengar perkataan bocah itu. Bagaimana bisa bocah SD lebih laku daripada dirimu yang akan masuk ke SMA semester depan. Dan mengerti apa mereka soal cinta hingga bisa berpacaran, kau saja tidak sempat memikirkan hal lain apalagi ketika musim ujian.
"Pacaran itu hubungan yang dijalani dua orang yang saling menyayangi" setelah terdiam beberapa saat, kau berusaha menjawabnya dengan perkataan yang paling mudah dimengerti untuk bocah dihadapanmu itu. Chan tampak berusaha memahami perkataanmu.
"Kalau begitu aku bisa berpacaran dengan noona!" pernyataan bocah itu selanjutnya semakin membuatmu tercengang.
"Tidak" jawabku dengan cepat. Tak mempercayai ajakan hubungan pertama yang kau dapatkan merupakan dari bocah rumah seberang.
"Wae?" Chan tampak merengut ketika mendengar penolakanmu. "Aku menyayangi noona" sungutnya.
"Karena pacaran harusnya dilakukan oleh orang dewasa" kau mengelap sudut bibir bocah itu yang penuh dengan saus tteokbokki. "Sedangkan kau masih kecil" kau menjawil hidung mungilnya dengan senyum, yang membuat Chan semakin terlihat sebal.
"Kalau begitu aku harus dewasa dulu baru bisa berpacaran dengan noona?" kau hanya mengangguk hari itu, tanpa begitu memikirkan perkataan bocah itu.
~
"Aku pulang!" Kau melepaskan sepatu berhak pendekmu dan membiarkannya berantakan di dekat rak sepatu, sebelum langsung menuju meja makan dimana ibu sedang menyiapkan makan malam.
"Ya, bereskan sepatumu! Dari kecil hingga sekarang masih saja berantakan, pantas tidak mendapat pacar" omelan khas ibumu tidak kau hiraukan, sudah biasa mendengar ocehannya tentang tingkahmu dan kesendirian dirimu hingga sekarang.
"Apakah rumah seberang ada yang menempati? Aku lihat ada mobil box pindahan di depan" tanyamu sambil menduduki bangku meja makan, dan mencomot gorengan yang ada dimeja makan.
"Oh, itu keluarga Lee, dia kembali tinggal disini setelah dulu pindah" kau mengernyit, terlalu banyak keluarga bermarga Lee yang kau kenal. "Itu loh, yang punya anak cowok ganteng yang selalu main sama kamu dulu" kau mengingat-ingat sebelum mmebulatkan mulutmu, ber-oh ria.
"Ya! Kang Yn, cuci tanganmu dulu!" suara ibumu kembali menggelegar yang hanya kau tanggapi dengan kekehan.
Sebagai hukuman, kau disuruh untuk membuang sampah makanan setelah makan malam. Yang mau tidak mau harus kau lakukan, sebelum ibumu itu akan mengomel hingga telingamu sakit.
Siluet seorang pria tinggi yang sedang membawa beberapa tumpukan kardus ke tong sampah besar disekitar rumahmu itu menarik perhatianmu.
"Jogiyo, kau tidak bisa membuang barang besar sekarang, nanti kau akan dikenakan denda" peringatmu, membuat pria itu menoleh. Ia menghentikan aktifitasnya dan terlihat menganggukkan kepalanya.
Tidak mencampuri urusan pria itu lagi, kau sibuk membuang sampah sesuai dengan pembagiannya. Namun bisa kau rasakan pandangan pria itu ke arahmu.
"Kau, noona?" kau melirik, merasa tak nyaman akan pertanyaan sok akrab dari pria itu. "Aku Lee Chan! Anak dari rumah di seberangmu!" mendengar lanjutan ucapanmu, membuat dirimu lebih memerhatikan pria tinggi itu, menemukan mata kecil dan senyuman lebar yang sangat khas.
"Ya! Lee Chan?!" kau berujar tak percaya, Chan hanya tertawa kecil melihat reaksimu. Kau cukup terkejut, mengingat bocah yang ada di memorimu bahkan tak sampai pundakmu, namun pria dihadapanmu jelas tinggi menjulang seperti tiang.
"Bagaimana kabarmu? kukira kau tidak akan ikut pindah ketika eomma bercerita ahjumma kembali pindah kesini" Chan hanya tersenyum mendengar antusiasmu.
"Aku hanya ikut bebenah sebenarnya, noona sendiri bagaimana? Sudah mempunyai pacar ya?" tanyanya dengan nada bercanda, yang membuat kau memukul bahunya pelan.
"Kau ini ya! Aku masih single tau!" ujarmu bangga, yang membuat tawa Chan terdengar menggelegar di heningnya jalan malam itu.
Kami akhirnya berjalan pulang bersama, sambil bercerita tentang kehidupan kami setelah terpisah. Kami juga ikut mengenang kenangan saat kami bocah, yang membuat tawa terdengar. Hingga akhirnya sampai di depan rumahmu.
"Eo, noona" langkahmu terhenti ketika Chan memanggil, pria tinggi itu tampak tersenyum tipis.
"Bisakah aku berpacaran denganmu sekarang?" pertanyaan selanjutnya membuat dirimu terdiam. "Dulu kau bilang aku tidak bisa berpacaran denganmu karena aku masih kecil, tapi sekarang aku sudah dewasa, Yn-ah"
- END
KAMU SEDANG MEMBACA
Seventeen Imagine
Fanfiction- seventeen imagine one shot para member dengan mbak yeen untuk memperlancar halu para carat deul.