Di tengah kepadatan kafetaria yang diserbu oleh mahasiswa dari berbagai jurusan disitu kamu terduduk tenang dengan laptop kamu, sibuk mengerjakan tugas akhirmu. Lengkap dengan kopi dingin yang sudah kau pesan lebih dulu, sehinga tidak perlu berdesak-desakan bersama mahasiswa itu. Senangnya menjadi mahasiswa tahun akhir, tidak ada kelas, datang ke kampus seperlunya. Tetapi ada revisian menumpuk, ugh.
Namun di tengah keramaian itu, seseorang berjalan perlahan mendekat, dan dengan cepat memeluk pinggangmu selagi duduk di sebelahmu. Cukup membuatmu terkejut dan siap menyikut wajah manusia tidak beradab itu.
"Woah, santai kak, ini aku" seorang lelaki siap menutup wajahnya dengan tangan sebagai bentuk perlindungan. Namun kamu masih bisa melihat wajah tampannya yang tersenyum lebar seperti tidak punya dosa. Kekasihmu, Dino.
"Dino, lepasin, nanti ada yang liat!" Kamu segera menepuk tangan besarnya yang bertengger nyaman di pinggangmu. Sebenarnya tidak ada masalah dengan lelaki itu untuk menempel denganmu, tetapi yang masalah adalah lokasinya. Mengencani mahasiswa famous saat kamu berada di tahun akhir perkuliahanmu bukan bagian dari rencana, tapi bocil satu itu terlalu menggemaskan untuk disia-siakan. Sehingga kini, kami ada di fase 'backstreet'.
"Biarin aja, gak ada yang peduli kali, kak, lagi sibuk nyari makan semua" ujar Dino santai. Ia membuang muka, mengabaikan wajahku yang sudah siap menendangnya dari sebelahku. "Lagian kenapa sih, aku kan pacar kakak, sah, no selingkuh selingkuh, masa disembunyiin terus" dan walau hampir tidak terdengar, jelas ada kekesalan yang ia rasakan karena tidak bisa memperkenalkan dirinya sebagai kekasihku.
Dino memang pada awalnya tidak begitu setuju dengan keputusan untuk menyembunyikan hubungan ini. Tapi ia ingin tetap menjadi supportive boyfriend yang mendukungku melakukan sesuatu. Salah satunya untuk merahasiakan hubungan kami hingga aku lulus. Tapi sepertinya kesabarannya mulai menipis, yah, hilal wisudaku juga belum kelihatan.
"Jangan-jangan aku emang selingkuhan kakak, ya? Jangan-jangan kakak udah punya mas mas abri di luar sana?!" dan secara dramatis ia menoleh ke arahku dan mulai merajuk seperti biasa, mengeratkan pelukannya di tubuhku, yang membuatku memutar bola mataku malas.
"Gak, ih, kamu overthinkingnya jelek, pelanin suaranya, nanti ada yang denger" dan aku seperti biasa akan menanggapi ocehannya dengan sabar. Walaupun dia selalu bilang dia akan menjadi kekasih yang dewasa, dia kadang kekanak-kanakan yang mampu membuatku tertawa.
"Eh, Din! Disini lo ternyata gue cari-cari" ketika mendengar suara teman Dino yang sudah akrab di telinga, secara reflek aku mendorong kasar kekasihku untuk melepas pelukannya di tubuhku. Yang sepertinya aku tidak mengontrol kekuatanku sehingga pria itu benar benar terjungkal ke samping, untungnya ia tidak terjatuh.
"Buset, kak, Dinonya sampai ke hempas gitu, abis ngapain ni anak?" temannya, Sena, yang juga dulunya adalah juniorku di organisasi kampus berujar dengan santai.
"Biasa, rese" jawabku berusaha senatural mungkin seakan tidak terjadi apa apa, berbanding terbalik dengan Dino yang tampaknya masih shock. Aduh, maaf ya. Tapi wajah tercengangnya lucu, hahaha.
"Lo sih, Din, gangguin orang skripsian, udah tau manusia manusia kayak senior kita ini sensinya minta ampun, ditagih revisian biasa" untungnya, Sena tidak mencurigai apapun. Sehingga aku dapat bernafas lega dan menanggapi candaannya dengan tawa ringan.
"Ah, lo ngapain sih ganggu aja" baru tersadar dari shocknya, Dino berujar sinis.
"Yah lo, marah-marah mulu, nih pasti kalau lo tau tujuan gue, auto kesenengan" Sena mengeluarkan ponselnya, sebelum menyerahkannya pada Dino. "Nih liat, anak farmasi yang waktu itu lo tanyain ke gue, mau ketemu sama lo nih hari ini" ucapan Sena selanjutnya cukup menarik atensi. Reflek aku melirik yang secara bersamaan bersitatap dengan pria itu. Dengan instan ia terlihat panik.
"Apaan sih, orang gue nanyain buat nyerahin modul dari si pak dosen" elaknya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya pelan sambil terus menatapku.
"Yailah kalau gitu sekalian aja ini, cakep Din, demen kayaknya sama lo" pantang menyerah, Sena terus merayu Dino untuk bertemu si anak farmasi. Aku masih diam, tidak berniat menginterupsi, toh Dino sudah menolaknya.
Namun karena Sena tak kunjung menyerah cukup membuat telingaku lelah karena ia terus menyodorkan wanita untuk kekasihku. Harus digaris bawahi, kekasihku.
"Dino udah punya pacar" tak tertahankan, ucapan itu lolos dari mulutku. Tetapi karena kondisi kafetaria yang ramai sepertinya ucapakanku tidak terdengar dan Sena terus berbicara yang membuatku kesal setengah mati.
"Dino udah punya pacar, DIA PACAR GUE!" tanpa disengaja, suaraku naik beberapa oktaf yang seketika mampu mengheningkan kafetaria yang tadinya seperti pasar. Sena maupun Dino sama sama memandangku tak percaya bersamaan dengan ratusan mata mahasiswa lain yang memandangku penasaran.
"Kak?" panggil Dino tak percaya tapi bisa dilihat ia senang bukan main tiba tiba diakui. Dan kenyataan baru menghampiriku beberapa sesaatnya yang membuat wajahku merah padam karena malu.
"Ah, sial"
KAMU SEDANG MEMBACA
Seventeen Imagine
Fanfiction- seventeen imagine one shot para member dengan mbak yeen untuk memperlancar halu para carat deul.