[DN] His Warmth

1.3K 120 1
                                    

Kau memandangi keadaan lapangan dari balkon lantai dua. Bukan, sebenarnya kau tidak sedang memandangi lapangan, kau sedang menunggu kepulangan pria yang sudah menarik perhatianmu dari lama.

Kak Joshua namanya, si kakak osis, yang menarik perhatianmu sejak jaman masa pengenalan lingkungan sekolah. Dan karena dirinya, kau rela menunggu di lingkungan sekolah yang sepi sepulang sekolah, hanya untuk melihatnya pulang setelah rapat osis.

"Oi bocil" terdengar panggilan seseorang, yang membuatmu berdecak malas. Dino, teman dari smpmu yang sebenernya lebih pantes kau sebut sebagai musuh. Kerjaan dia antara nyaingin nilai akademik kamu, sama ngerusuhin kamu di waktu luang.

"Berisik makhluk purba" balasmu sinis, membuat tangan besarnya berujung di kepalamu, mengacak rambutmu iseng. Berujung kau memukuli bahu pria satu itu.

"Nungguin Kak Joshua lagi?" Tanyanya setelah puas menjahilimu. Kau hanya mengangguk, sedangkan Dino hanya memandangimu dengan tatapan setengah jijik.

"Bucin lo" dengusnya, sedangkan kau hanya menggumam gumamkan mulutmu, tidak memedulikan komentarnya.

"Lo sendiri ngapain disini?" Tanyamu balik. Matamu masih fokus menunggu nunggu pintu osis terbuka, waktu sudah hampir jam empat sore.

"Nung-"

"Oh! Lihat, lihat udah kelar!" Kau langsung berdiri tegak dengan senang sambil memukul mukul pelan tangan Dino yang berada disebelahmu. Kau bahkan tidak memberikan kesempatan Dino untuk berbicara, karena kau sudah menjerit tertahan karena tidak sabar.

Sedangkan Dino hanya sabar saja ketika tangannya menjadi korban akan tingkah bucinmu.

"Kak Josh! Ih, ganteng banget gila!" Kau melompat lompat kecil ketika melihat sang pujaan hati yang ditunggu tunggu akhirnya terlihat. Senyum lebar terpatri di wajahmu. Kau tidak berani untuk menghampiri pria itu, atau pun membuat move untuk mendekat, memandanginya dari jauh sudah sangat cukup untukmu.

"Kak Josh kenapa-" belum sempat kau bertanya karena Joshua berdiam diri di tengah lapangan sambil memainkan ponsel, hingga akhirnya kau melihat seorang perempuan berlari mendekat. Joshua bahkan sampai tertawa dan merentangkan tangannya, dan tentu saja perempuan itu langsung masuk ke dalam pelukan pria itu.

Kau terhenyak, tanganmu yang awalnya memukuli tangan Dino terhenti. Napasmu tertahan, rasanya sesak. Kau bisa merasakan perih padahal kau sama sekali tidak habis terjatuh ataupun melukai dirimu.

Dino yang merasakan hening tiba tiba, akhirnya menoleh. Memandangi dirimu yang menatap kosong lapangan. Penasaran, ia mengalihkan pandangannya dari ponselnya dan melihat lapangan. Ia merasakan pegangannya di tiang pembatas balkon mengerat.

Lalu tangan besar itu bergerak, menutupi pandanganmu. Dino berdiri sedikit di belakangmu dengan tangannya menutup matamu, memblokir pandanganmu. Lalu dengan perlahan ia menarik kepalamu bergerak, menjauhi balkon, membawamu ke dalam pelukannya.

Kau bisa mencium aroma maskulin yang tidak begitu menyengat, yang nyaman di indra penciumanmu. Tangan Dino bergerak menarik kepalamu, memperpendek jarak kalian, hingga akhirnya dahimu menempel di bahu tegap pria itu.

Untuk sejenak tidak ada satu pun dari kalian yang mengucapkan kata, hanya suara anak osis yang perlahan menjauh. Dan semilir angin yang mengisi keheningan ini.

Dan senja ini menjadi saksi bisu bagaimana hatimu hancur dan Dino berada disana, memberimu kehangatan dan tempat bersandar.

"Pulang yuk, gue traktir seblak mbak wati" Dino memecah hening, tangan besarnya yang mengelus lembut kepalamu turun meraih tanganmu. Mengisi sela sela jarimu. Ia meraih ranselmu dan berjalan lebih dulu. Ia bahkan tidak repot menunggu responmu.

Dino tak melepas genggamannya, ia membiarkanmu diam tanpa suara, dan melakukan berbagai hal sesuka hatinya seperti biasa, namun kini ada kehangatan yang terselip di genggamannya yang erat.

- END

terdino dino dulu kita

Seventeen ImagineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang