Dibawah langit biru yang ditutupi awan awan putih yang membuat suasana teduh, seorang anak kecil sedang sibuk bermain di teras rumahnya. Dari gerbang terlihat seorang anak kecil lain yang terlihat murung, sepertinya itu Joshua anak tetangga sebelah yang sering bermain dengan si gadis kecil di teras.
"Joshua kenapa?" tanya sang gadis kecil polos, ia mendongak memperhatikan laki laki kecil yang tampak murung. Joshua hanya berdiri di sana sambil memilin jemari kecilnya.
"Maaf" ucapnya pelan, membuat si gadis kecil memandangnya bingung. "Aku datang terlambat" lanjut Joshua. Gadis kecil itu mengangguk dengan santai, sambil tersenyum.
"Tidak apa, kan kita bisa bermain-" belum selesai sang puan kecil berbicara, Joshua sudah lebih dulu memotongnya.
"TIDAK!" pekik anak kecil itu, yang mengejutkan keduanya. Laki laki kecil itu seperti tersadar, lalu segera berjongkok didekat sang puan kecil. "Ah, maaf, aku tidak bermaksud berteriak" ujarnya dengan rasa penyesalan, wajahnya sudah memerah menahan tangis begitu merasa bersalah, padahal seharusnya yang kini menahan tangis adalah sang gadis kecil.
"Aku, aku, terlambat karena bermain dengan Hana terlebih dahulu, maaf!" tiba-tiba bocah itu berujar dengan cepat, yang membuat gadis kecil dihadapannya kebingungan. Butuh beberapa saat untuk sang gadis kecil mencerna maksudnya.
"Kamu bermain dengan Hana terlebih dahulu? Tidak apa, aku tidak masalah" gadis kecil itu berujar tenang dengan senyum manisnya seperti biasa. Membuat bocah yang tampak sudah siap menurunkan air matanya itu mendongak dengan senang.
"Benarkah?!" tanyanya tak percaya. Lagi sang gadis mengangguk dengan semangat.
"Memangnya kenapa kamu harus merasa bersalah karena kamu bermain dengan Hana?" tanya gadis itu penasaran, tidak mengerti kenapa bocah itu sampai ingin menangis hanya karena ia bermain dengan anak tetangga lain. Kini pipi tembem Joshua terlihat memerah, ia tampak malu malu.
"Karena aku sudah menikah dengan Yn, kata papa kalau sudah menikah harus setia, tidak boleh bermain dengan perempuan lain" gumam Joshua pelan yang masih dapat didengar oleh gadis itu. Joshua mengangkat tangan kecilnya, memperlihatkan cincin terbuat dari bunga dan ilalang yang mereka buat kemarin. Saat keduanya bermain pernikahan kemarin. Yn terdiam, sebelum pada akhirnya tergelak.
"Hahaha, baiklah, ayo kita main lagi!" sang gadis kecil menyodorkan salah satu boneka beruangnya, yang dengan semangat Joshua terima. Ia akhirnya duduk dengan nyaman di sebelah gadis kecil itu.
-
"Sayang!" terdengar nada panik di panggilan pria yang berstatus sebagai suamimu itu. Terdengar langkah besarnya yang mengejarmu yang sedang berada di dapur.
"Kenapa lagi, Josh?" tanya dirimu yang sudah lelah, karena percayalah ia akan selalu memanggilnya dengan begitu setiap ia pulang kerja. Pria 178 cm itu melangkah cepat menujumu, dan memelukmu dari belakang.
"Masa tadi ada yang menyentuh wajahku! Ada yang meraba wajahku!" Joshua berujar histeris, seperti malam malam biasanya. Walaupun kau sudah bosan mendengarnya, kau tidak bisa tidak merasa lucu dengan aduan kekanak-kanakannya.
"Mereka makeup artist, Joshua. Mereka bertugas mendandani dengan meraba wajahmu" balasmu dengan jawaban sama yang selalu kau berikan ketika dirinya bersikap kekanak-kanakan.
"Tapi- tapi-" Joshua tampak tidak bisa berkata-kata. Kau berbalik setelah mengangkat masakanmu dan menaruhnya di piring.
"Sudah, sudah, ayo makan" ujarmu cepat sebelum ia kembali mengeluarkan seluruh ucapan kekanak kanakan lainnya. Wajah pria itu terlihat merengut, namun tetap menurut dan mengambil piring ditanganmu dan membawanya menuju meja makanan.
"Aku merasa bersalah tau!" rengut pria itu. Ia menarik salah satu kursi meja makan dan mempersilahkan dirimu untuk duduk. Sebelum ia berjalan menuju seberang meja makan, dan duduk disana.
"Kenapa kamu harus merasa bersalah sih?" tanyamu dengan nada setengah tertawa, melihat wajah pria itu. Menggemaskan.
"Karena aku ini sudah menikah, Yn! Masa kamu tidak cemburu?!" Ia bertanya dengan nada tidak terima, yang membuat dirimu tergelak. Pria ini sudah hampir 30 tahun tapi tingkahnya masih sama dengan dirinya ketika 10 tahun.
"Joshua, buat apa aku cemburu? Kamu tidak malu dengan anakmu, hm?" tanyamu sambil mengelus perutmu yang sudah membesar, mengandung bibit cintamu dengan pria dihadapanmu. "Hong kecil akan malu melihat tingkahmu, Josh"
"Ah benar juga, adek jangan malu ya, papa hanya sangat sayang pada mamamu" ujarnya yang berujung gelak tawa yang mengisi rumah kecilmu malam itu.
- END
the fact i'm writing this at school hour
KAMU SEDANG MEMBACA
Seventeen Imagine
Fanfiction- seventeen imagine one shot para member dengan mbak yeen untuk memperlancar halu para carat deul.