Aryan membuka pintu kamar, senyuman langsung tercetak di wajahnya saat melihat Nafi yang tengah tenang tertidur di samping Hulya yang sudah berusia empat bulan yang juga tertidur. Laki-laki itu kini memilih melangkah menuju lemari, mengambil bajunya dan segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu.
Setelah selesai, Aryan berjalan ke arah ranjang. Lagi-lagi, ia mengulas senyumannya, keduanya masih pulas tertidur. Hari masih siang, dan Aryan baru saja pulang dari kafe setelah mengurus beberapa urusan di sana. Sebenarnya ini hari libur, dan biasanya Aryan yang menjaga Hulya, tetapi karena tadi pagi ia harus pergi, jadi Nafi yang menjaganya. Dan Aryan sekarang tahu, istrinya itu kelelahan.
Melihat Hulya yang mengeliat, Aryan terkekeh. Laki-laki itu segera mengambil sang putri dan menggedongnya. "Jangan nangis ya, cantik? Ibu kamu tidur, kasian nanti ke ganggu," bisiknya sembari menenangkan Hulya yang sepertinya akan menangis.
Hulya kembali tenang, membuat Aryan menghela napas lega. Laki-laki itu kini berjalan keluar kamar sembari menggendong Hulya, membiarkan Nafi beristirahat. "Udah mau jam dua, Hulya mau Papa ajak duduk di luar, nggak? Mumpung hari ini nggak terlalu panas, yuk!"
Aryan berjalan keluar rumah, laki-laki itu mendudukan dirinya di kursi yang ada di teras depan rumah. Dan kembali tersenyum saat melihat Hulya yang kini membuka matanya tanpa menangis. "Eh, anak Papa tumben nggak nangis? Baik banget, sih." Aryan mendekatkan tangannya yang menggendong Hulya, lalu mengecup pipi bayi perempuan itu.
Hulya hanya menggeliat, sembari bersuara khas bayi yang membuat Aryan terkekeh. "Kamu tadi ngapain aja sama Ibu, hm?" tanya Aryan, walau ia tahu pertanyaannya tidak mungkin Hulya jawab, tetapi entah kenapa, mengajak putrinya berbicara seperti ini begitu membuat Aryan bahagia.
Aryan kini memperhatikan Hulya, bayi yang selama empat bulan ini membuat ramai rumah dan sukses membuat Aryan dan Nafi menikmati peran mereka sebagai orangtua. Kini, Aryan yang biasanya susah untuk dibangunkan, akan terbangun sendiri saat mendengar Hulya menangis malam-malam. Aryan juga menjadi lebih sering mendapatkan omelan istrinya yang menggemaskan karena sering kali ia menganggu Hulya yang sedang tidur menjadi menangis.
Bahagia rasanya, dan Aryan akan selalu bersyukur pada Allah karena itu.
"Bener kata Nenek kamu, Nak. Kamu mirip sama Ibu kamu, cantik," gumam Aryan, melihat Hulya yang memang mirip dengan Nafi, apalagi saat Aryan melihat foto kecil istrinya itu. "Ibu kamu itu nyebelin, tapi selalu buat Papa jadi makin sayang sama dia karena sifatnya itu."
"Hulya jadi putri yang salihah, ya? Jadi kebanggan Papa sama Ibu, Papa sayang Hulya." Aryan kembali mengecup pipi Hulya.
Ia kembali mengajak Hulya mengobrol. Namun, saat ia sedang asik dengan putrinya itu. Aryan di buat menoleh saat mendengar suara Nafi dari dalam. Akhirnya, laki-laki itu berdiri dari duduknya, lalu melangkah ke dalam untuk menemui Nafi yang sepertinya sudah terbangun.
Aryan di buat terkaget. Bagaimana tidak, saat ia masuk, ia melihat Nafi yang langsung turun dari tangga dengan cepat dengan wajah khawatirnya dan langsung mengambil alih Hulya ke gendongannya.
"Bang, ih! Kirain Nafi Hulya ilang!" Nafi agak memekik, sembari menatap Aryan.
Mendengar ibunya yang memekik, Hulya tentu saja terkaget dan langsung menangis. Membuat Aryan yang masih diam karena terkaget kini tertawa lepas, apalagi saat melihat Nafi yang langsung menyadari jika tadi ia memekik. "Fi, Hulya sama aku kok."
Nafi mendengkus sembari mengerlingkan matanya, perempuan itu buru-buru membawa Hulya ke dalam kamar untuk memberinya ASI, meninggalkan Aryan yang masih berdiri di dekat pintu sembari menggeleng.
"Lha? Marah Ibunya Hulya itu," gumam Aryan. Lalu mengikuti langkah Nafi ke kamar setelah ia ke dapur sebentar untuk minum.
Saat masuk, Aryan melihat Hulya yang sudah tenang. Lalu ia mendengar Nafi yang berucap, "Bang Aryan buat Nafi takut, tau nggak? Kirain Nafi Hulya kemana." Sembari menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Kita ✓
Spiritual[Selesai] Kisah Nafi si gadis ceria dan Aryan laki-laki yang tegas tetapi menyebalkan. Nafi adalah sepupu dari sahabat Aryan, jadi mereka selalu saja bertemu. "Kenyataannya, Bang Aryan emang gak ada yang mau, kan?" "Lo aja jomblo, kan? Sok-s...