Sedang fokus membaca buku di ranjang, Nafi dibuat menoleh saat mendengar suara dering telepon. Perempuan itu menghela napas, beranjak, lalu membawa ponselnya yang ia simpan di meja rias. Ia melihat layar ponselnya. Ah, ternyata ibunya yang menelepon.
Segera saja ia mengangkat telepon itu. "Assalamualaikum, ada apa, Bu?" tanya Nafi langsung saat telepon baru saja bersambung.
"Waalaikumsalam, kamu lagi ngapain, Fi?" tanya Yulia--nama ibunya--dari balik telepon.
"Ya terima telepon Ibu, lah," jawab Nafi menyebalkan. Terdengar Yulia langsung menghela napas saat mendengarnya.
"Ibu nanya bener, Fi. Soalnya Ibu mau minta tolong," ucap Yulia. "Ibu lagi ada di kantornya Bian, ketemu sama Kak Wina. Pulangnya kamu jemput, ya?" Lanjutnya.
"Nafi lagi baca buku, Bu," jawab Nafi akhirnya. "Kenapa Ibu gak naik taksi atau gojek aja?"
"Enggak, Fi ... sama kamu aja di jemput. Oh iya, sekarang aja deh kamu berangkatnya. Kayaknya Ibu sebentar lagi mau pulang ini," balas Yulia.
Nafi menghela napas. Ah, ia benar-benar malas keluar sekarang. Namun, apa boleh buat? Nafi harus menyetujui permintaan sang ibu untuk menjemputnya. Akhirnya, perempuan itu mengambil jilbabnya. Tidak mengganti baju karena malas. Jadi, ia hanya memakai kaus panjang kebesaran dan celana untuk olahraga berwarna hitam.
Selesai memakai jilbabnya, Nafi langsung keluar kamar. Mengambil kunci mobilnya lalu keluar dari rumah dan melangkah masuk ke dalam mobil setelah mengunci pintu. Perempuan itu menyalakan mesin mobilnya, tak lama, mobil yang ia kendarai pun melaju.
Mobil menyapa jalan selama kurang lebih dua puluh menit karena jalanan lumayan padat. Hingga kini, Nafi sampai di parkiran kantor dan mengambil ponselnya untuk memberi tahu Yulia jika ia sudah sampai.
Saat telepon tersambung, Nafi langsung berucap, "Assalamualaikum, Ibu Nafi udah ada di parkiran."
"Waalaikumsalam, keluar atuh! Sini masuk, Ibu lagi ada di ruangannya Abian. Ada Hana juga disini," balas Yulia.
"Apa?! Kok masuk sih, Bu? Nafi cuma pake kaos sama celana trening nih," keluh Nafi. "Tapi beneran ada Hana, kan, Bu? Ya udah deh, gak apa-apa kali, ya, Nafi masuk pakai baju kayak gini."
"Kamu gak ganti baju, Fi? Males banget sih jadi orang!" omel Yulia langsung.
Nafi tertawa renyah. "Kalau ada yang mudah, kenapa harus susah-susah ganti baju?" balasnya santai yang langsung membuat Yulia berdecak. "Ya udah deh, Nafi keluar aja. Mau ketemu Hana."
Akhirnya, Nafi benar-benar keluar dari mobil setelah mematikan sambungan telepon. Jika ia tahu ibunya akan menyuruhnya keluar, setidaknya ia tadi ganti baju. Namun, Nafi mengira ia akan langsung menjemput ibunya karena ibunya sudah siap pulang.
Ah, sudahlah.
Nafi berjalan masuk ke dalam kantor. Ia benar-benar jadi sorotan sekarang. Bagaimana tidak? Setelannya dan para pegawai kantor begitu kontras terlihat. Namun, bukan Nafi jika ia mempedulikan tatapan-tatapan aneh di sekitarnya. Ya walaupun, ia agak malu.
Nafi terus melangkah menuju ruang Abian yang ada di lantai atas. Hingga ia sampai, Nafi langsung mengetuk pintu dan membukanya perlahan. Dan benar, ibunya ada disana. Bersama Wina dan Hana.
Nafi tersenyum. "Assalamualaikum semuaa!" katanya semangat lalu melangkah masuk. Perempuan itu kini mendudukan dirinya di sebelah sang sahabat, Hana. Dan mengelus perut buncit perempuan albino itu dan berucap, "Hai Dedek mungil, ketemu lagi sama Onty!"
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh." Semua menjawab salam Nafi, lalu Wina kembali berucap, "Kamu kesini benaran pakai baju gini, Fi? Ya Allah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Kita ✓
Espiritual[Selesai] Kisah Nafi si gadis ceria dan Aryan laki-laki yang tegas tetapi menyebalkan. Nafi adalah sepupu dari sahabat Aryan, jadi mereka selalu saja bertemu. "Kenyataannya, Bang Aryan emang gak ada yang mau, kan?" "Lo aja jomblo, kan? Sok-s...