"Becandanya Bang Aryan udah kelewatan, tau gak?!" Nafi menggeleng lalu berdiri dan melangkah meninggalkan Aryan yang nampak membulatkan matanya saat Nafi memekik berucap Aryan berbohong. Perempuan itu kini berjalan keluar, mendudukan diri dikursi yang ada di teras dan menatap lurus.
Apa-apaan ini? Ia benar-benar tidak suka saat Aryan bergurau seperti tadi. Bukankah itu berlebihan? Nafi tidak suka itu. Perempuan itu menghela napas lalu memejamkan mata. Ya, ia sama sekali tidak mempercayai Aryan untuk ucapannya yang tadi.
Namun, kenapa dadanya ini malah berdetak lebih cepat? Udahlah Nafi, jangan berharap lebih, batinnya.
Sedang Aryan, laki-laki itu masih terpaku sampai Abian yang akan mengambil air minum di dapur menepuk bahunya, laki-laki itu tersadar dan menoleh. Abian mengerutkan kening. "Belum juga lima menit, gue liat tadi Nafi jalan kesini, sekarang kemana dia?" tanyanya.
Aryan mengusap wajahnya kasar. "Gak tau ah gue, disangka becanda, masa?" katanya menghela napas.
Abian tertawa. "Seriusan? Rasain, lo! Makanya, jangan banyak becanda, giliran serius gini, disangka becanda, kan, lo?" balasnya meledek. "Udah, sana jelasin kalau lo serius, malah ngelamun, sana-sana!"
Aryan akhirnya berdiri, menatap Abian yang masih tertawa kecil dengan tajam lalu berjalan keluar untuk menemui Nafi. Namun, saat baru saja ia akan melangkah keluar pintu, Aryan menghentikan langkahnya saat mendengar Mila memanggil, "Aryan!"
Aryan langsung membalikan tubuhnya. "Ada apa, Bu?" tanyanya.
"Ayo pulang, Arsy katanya udah dijalan," ajak Mila tersenyum senang yang langsung membuat Aryan menghela napas lirih. Bagaimana ia bisa bicara pada Nafi sekarang?
Namun, Aryan tetap mengangguk karena ibunya itu sangat antusias mengajak. Setelah pamit pada Yulia dan Wina dan menitipkan salam untuk Hana dan Abian yang berada di kamar, Aryan langsung ditarik Mila keluar dari rumah diikuti oleh Yulia dan Wina yang mengantar mereka sampai depan.
Aryan menoleh sebentar pada Nafi yang langsung berdiri saat melihatnya keluar rumah bersama Mila dan yang lainnya, Mila langsung tersenyum dan berpamitan dengan Nafi sembari memeluknya. Aryan jadi mendapat ide untuk mengajak Nafi ke kafe-nya sore nanti, membicarakan masalah tadi. Namun, saat baru saja akan berbicara, Nafi langsung memalingkan wajahnya sembari berucap, "Nafi ke dalem dulu, ya? Lupa, mau pinjem buku ke Hana." Dan melangkah masuk dengan cepat.
Aryan menghela napas tertahan, lagi-lagi. Laki-laki itu tersenyum sopan pada Wina dan Yulia, lalu melangkah menuju mobil bersama Mila setelah pamit sekali lagi.
"Kita jemput Arsy di tempat makan yang ada dideket masjid besar ya, Yan? Ibu suruh dia makan disana karena belum masak," ucap Mila saat Aryan baru saja menyalakan mesin mobil.
Aryan hanya mengangguk, lalu melajukan mobilnya tanpa berucap apa-apa.
Melihat putranya yang jadi diam selama perjalanan, Mila mengerutkan kening dan bertanya, "Kamu kenapa, Yan? Tumben gak banyak omong atau cari masalah?"
Ya, begitulah ... Aryan memang aneh jika diam.
Aryan menoleh menatap sang ibu saat lampu lalu lintas berwarna merah. "Bu, kalau Aryan nikah sama Nafi, gimana?" tanyanya yang langsung membuat Mila membulatkan mata.
"Apa?!" Tentu saja Mila kaget mendengarnya. "Kamu gak lagi sakit, kan, Yan? Ya Allah." Lanjutnya lalu memegang lengan Aryan. "Dapet pencerahan dari mana? Kok tiba-tiba bilang gitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Kita ✓
Spiritualité[Selesai] Kisah Nafi si gadis ceria dan Aryan laki-laki yang tegas tetapi menyebalkan. Nafi adalah sepupu dari sahabat Aryan, jadi mereka selalu saja bertemu. "Kenyataannya, Bang Aryan emang gak ada yang mau, kan?" "Lo aja jomblo, kan? Sok-s...