"K-kamu?!"
Aryan menatap kaget, membuat Nafi langsung mengerutkan keningnya bingung. "Siapa, Bang?" tanyanya. Namun, Aryan tidak menjawab. Laki-laki itu malah langsung membuka sabuk pengamannya dan keluar dari mobil.
Nafi semakin dibuat bingung. Akhirnya, ia ikut keluar dan menghampiri Aryan dan perempuan yang entah siapa yang sedang saling menatap antusias. Nafi juga mendengar Aryan bertanya, "Kamu jarang kabarin setelah pergi, Ra. Ya Allah ... gimana keadaan kamu?"
Perempuan berjilbab hitam itu nampak akan menjawab, tetapi tidak jadi saat melihat Nafi yang kini sudah berada di samping Aryan. "I-ini siapa, Mas?" tanyanya.
Aryan langsung menoleh. "Astagfirullah, lupa aku!" Aryan langsung merangkul Nafi. "Dia Nafi, sekarang Mas udah nikah, Ra." Lanjutnya memperkenalkan Nafi.
Setelah itu, Aryan menoleh dan menatap Nafi. "Fi, ini Yara ... aku lupa cerita tentang Yara ke kamu. Nanti aku ceritain deh," katanya.
Nafi mengangguk seraya tersenyum, walau masih sedikit bingung, ia mengulurkan tangannya pada perempuan itu. "Nafi," katanya memperkenalkan diri.
Ya, perempuan itu adalah Yara. Terlihat Yara kini membulatkan matanya. "Mas Aryan udah nikah?" tanyanya antusias, lalu menerima uluran tangan Nafi. "Aku Yara, Mbak. Maaf, Yara nggak tau kalau Mas Aryan udah nikah."
Sepertinya, Aryan dan Yara cukup dekat, itulah yang ada dipikiran Nafi. Entahlah, pertanyaan-pertanyaan tentang Yara dan Aryan kini berkecamuk di kepalanya. Namun, Nafi tidak mau berpikir negatif. Menghiraukan pikirannya, Nafi kini berucap, "Ayo masuk, udah sore." Lalu menatap Aryan. "Bang, mobilnya masukin ... biar Nafi ajak Yara masuk ke dalem."
Yara langsung menggandeng tangan Nafi antusias, membuat Nafi agak terkesiap namun dengan cepat tersenyum dan melangkah diikuti Yara. Nafi bingung, sungguh bingung. Namun, melihat respon dan perilaku Yara, sepertinya tidak mungkin ia berpikir negatif.
Saat Nafi baru saja membuka pintu rumah, ia mendengar Yara bertanya, "Mbak Nafi kenal Mbak Hana juga?"
Nafi mengangguk. "Iya, Bang Bian sepupu aku ... kamu kenal mereka?" balasnya.
Yara tersenyum lalu mengangguk. "Kenal dong, Mbak. Mbak Hana, Mas Bian, sama Mas Aryan banyak banget bantuin Yara," katanya. Nafi hanya mengangguk, sepertinya ia perlu tahu penjelasan dari Aryan dengan cepat.
"Duduk, Ra," suruh Nafi saat mereka sudah berada di ruang tamu, yang langsung diangguki Yara. Setelah Yara mendudukan dirinya, Nafi lihat Aryan masuk dengan belanjaan mereka tadi. Membuat Nafi langsung menghampiri suaminya itu dan mengambil alih belanjaannya dari tangan Aryan. "Nafi beresin ini dulu, sekalian buatin Yara minum."
Nafi berjalan menuju dapur, meninggalkan Aryan dan Yara di ruang tamu. Perempuan itu menghela napas, bingung masih menyapanya. Ingin rasanya menarik Aryan dam meminta laki-laki itu menjelaskan siapa Yara.
Aryan menatap punggung istrinya yang menjauh. Ia juga menatap Yara yang duduk dengan wajah antusiasnya. Ia tahu Nafi bingung. "Ra, Mas tinggal ke dapur dulu gak apa-apa?" Akhirnya, Aryan memutuskan untuk mengikuti Nafi.
Yara mengangguk. "Oh iya, Mas. Kayaknya Mbak Nafi bingung," balasnya mengerti. Yang langsung membuat Aryan melangkah mengikuti Nafi menuju dapur.
Saat sudah berada di dapur, Aryan lihat Nafi tengah terdiam sembari memegang tas belanjaan mereka didepan rak. Membuat Aryan tersenyum lalu mendekatinya. "Fi," panggilnya, yang langsung membuat Nafi menoleh.
"Eh, Bang Aryan kok kesini? Yara ditinggal?" tanya Nafi. "Bang Aryan kok malah tinggalin tamu, sih?"
Aryan yang kini berdiri tepat di samping Nafi membalas, "Dari pada ninggalin istri yang lagi bingung, kamu bingung, kan, Fi?"
Nafi langsung tersenyum. "Bang Aryan tau aja," katanya lalu menggandeng lengan Aryan. "Yara siapa, Bang? Kayaknya kalian deket banget. Yara juga kenal sama Bang Bian sama Hana, terus bilang kalian bantu dia. Emang ada apa? Kok Nafi gak pernah tau."
"Yara itu adiknya almarhumah Yasa, temen aku sama Bian dulu. Kamu taunya Bian sama Hana langsung baik-baik aja, kan, pas mereka nikah? Itu nggak, Fi. Aku gak bakalan lagi ceritain ini, tapi intinya Yasa itu pernah jadi orang spesial buat Bian. Pokoknya gitu lah." Aryan menjeda ucapannya. "Yara tuh sakit gagal ginjal, dia minta bantuan Abian waktu itu, gara-gara liat apalah tentang Bian di ruang Yasa. Tapi, karena waktu itu hubungan Bian sama Hana yang--pokoknya belum kayak sekarang ... akhirnya aku ajak Yara bareng aku, dia tinggal disini bareng aku sama Ibu."
Aryan tersenyum pada Nafi. "Gambaran besarnya gitu lah."
Nafi mengangguk, setidaknya ia sedikit mengerti sekarang. "Yara sakit, Bang?" tanyanya yang langsung diangguki Aryan. "Umur Yara berapa, sekarang?" tanyanya lagi.
"Enam belas mau tujuh belas, dia tinggal sama Pamannya sekarang, hampir satu tahun dan selama itu dia jarang ada kabar, makanya aku agak kaget tadi," jawab Aryan. "Jadi, nggak usah bingung ... apalagi cemburu." Lanjutnya berbisik.
Nafi berdecak. "Cemburu? Nggak kok," elaknya, "Nafi cuma bingung aja tadi."
Aryan menatap jahil. "Yara adik kita, Fi. Dia udah kayak Arsy bagi aku. Jadi, jangan cemburu," bisiknya lagi yang sukses membuat Nafi menghela napas lirih.
Nafi menjauhkan tubuhnya dari Aryan. "Bang, mending sana keluar! Dari pada godain Nafi, mending Bang Aryan temenin Yara. Kasian ditinggal," katanya.
"Ya udah, yuk keluar bareng aja. Gak usah siapin minum, kamu tau, kan, orang yang gaga--"
"Tau, Bang," potong Nafi cepat. "Ya udah, yuk keluar." Lanjutnya lalu mengikuti langkah Aryan keluar dapur.
Aryan dan Nafi membalas senyum Yara, lalu Aryan mendudukan dirinya di kursi yang berada di depan Yara. "Kamu apa kabar, Ra? Kenapa nggak ada kabar setelah pergi dari sini?"
"Yara masih terus cuci darah, Yara nggak kasih kabar karena Yara jarang gak pegang HP banget selama pengobatan, terkahir Yara kasih kabar lewat Paman, kan, lima bulan lalu ... Paman baik banget ternyata. Yara juga mulai sekolah dirumah sekarang." Yara tersenyum. "Oh, iya, Mas. Yara nggak liat Tante Mila, Tante Mila kemana?"
"Ibu sekarang di Jogja bareng Arsy," jawab Aryan.
"Maaf banget, ya, Yara gak kasih kabar banget sama kalian ... tapi Yara selalu inget kok." Yara kembali berucap, sedang Nafi dari tadi diam, menyimak obrolan Yara dan suaminya. "Oh iya, Mas Aryan sama Mbak Nafi udah nikah berapa bulan?"
"Satu setengah bulan." Nafi akhirnya menjawab diiringi senyuman.
"Maaf, ya, Mbak. Tadi Mbak sempet bingung, kan?" Yara membalas senyuman Nafi.
Nafi menggeleng. "Nggak apa-apa kok, Bang Aryan udah jelasin tadi di dapur," balasnya.
"Oh iya, tadi Yara ke rumah Mas Bian sama Mbak Hana ... tapi ternyata rumahnya kosong. Mereka pindah, ya, Mas? Mbak Hana juga udah melahirkan, kan?" tanya Yara.
"Ah, Bian. Sekarang Bian sama Hana tinggal dirumah orang tua Bian, Ra. Temenin Tante Wina ... mau Abang teleponin mereka buat kesini?"
Yara mengangguk antusias. "Boleh, Mas!"
"Oh, iya. Kamu menetap lagi di kota ini, Ra?"
[Bersambung]
Mohon maaf bila ada kesalahan penulisan😊
Terima kasih sudah membaca part ini ♡Pada tau Yara, kan? Kalau ndak tahu sama nggak ngerti sama penjelasan Aryan diatas. Boleh mampir dulu ke kisah Hanabian ... biar lebih mengerti^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Kita ✓
Espiritual[Selesai] Kisah Nafi si gadis ceria dan Aryan laki-laki yang tegas tetapi menyebalkan. Nafi adalah sepupu dari sahabat Aryan, jadi mereka selalu saja bertemu. "Kenyataannya, Bang Aryan emang gak ada yang mau, kan?" "Lo aja jomblo, kan? Sok-s...