15 || Kesel atau Malu?

16.7K 2.1K 75
                                    

Nafi menghela napas saat melihat laki-laki didepannya yang masih belum saja bangun padahal adzan subuh sebentar lagi berkumandang. Perempuan itu jadi bingung, bagaimana bisa Aryan tidur senyenyak ini saat ia sudah mengguncang tubuhnya begitu hebat.

Akhirnya, Nafi mendapatkan ide. Perempuan itu tersenyum puas lalu mendekati telinga Aryan. Bismillahirahmanirahim batinnya terlebih dahulu. Lalu, perempuan itu memekik, "Bang, bangun!"

Namun, cara itupun tidak bisa mengusik Aryan, karena laki-laki itu masih memejamkan matanya. Nafi menatap tidak percaya, ingin rasanya ia menangis karena kesal Aryan tak kunjung bangun.

Tidak-tidak, itu terlalu hiperbola.

Perempuan itu mengguncang Aryan kembali. "Astagfirullah, Bang Aryan spesies manusia kayak apa, sih? Bangun yuk bangun!" ujarnya. Namun usahanya kembali gagal, karena Aryan hanya bergumam tidak jelas dan kembali mendengkur halus.

Karena sudah terlalu kesal, Nafi mencubit lengan Aryan. Membuat laki-laki yang tengah tenang tertidur itu langsung mengaduh kesakitan dan membuka matanya menatap Nafi kaget. "Astagfirullah, Fi! Baru satu hari nikah kamu KDRT?!" Hebohnya lalu mendudukan diri.

Aryan menunduk, membaca doa lalu kembali menatap Nafi yang masih memasang wajah kesal pada Aryan. "Kenapa?" Laki-laki itu bertanya dengan suara parau-nya.

Nafi mendengkus. "Bang Aryan yang kenapa? Kebo banget! Bangunin Bang Aryan aja Nafi butuh waktu sepuluh menit, tau gak? Capek, Bang, capek," ucapnya meluapkan kekesalannya. "Heran, baru tau Nafi ada spesies orang kayak Bang Aryan. Bisa-bisanya cuma gumam padahal Nafi udah mekik keras." Perempuan itu masih mengomel.

Namun, Aryan tidak terlalu mendengarkan ucapan Nafi. Laki-laki itu malah dibuat tersenyum saat melihat Nafi yang sepertinya baru saja selesai mandi karena rambutnya yang masih terlihat agak basah, terlihat cantik pagi ini.

Melihat Aryan yang malah tersenyum tidak jelas Nafi memukul lengan Aryan pelan. "Kenapa senyum-senyum gitu?" tanyanya.

"Galak bener, Fi. Lagian ya, kemarin malem tuh aku baru bisa tidur nyenyak setelah tiga hari berturut-turut gak bisa tidur karena terlalu gugup. Apalagi, harus lancarin ijab kabul, kan? Emangnya kamu! Bisa nyenyak karena tinggal duduk doang," ucap Aryan.

"Heh! Kalau ngomong tuh suka gitu, ya. Nafi juga gak bisa tidur kemarin-kemarin. Bilang cuma duduk doang apaan?! Cowok gak akan ngerti," balas Nafi tidak mau kalah. "Lha, kenapa coba kita malah berantem? Bang Aryan sana mandi, keburu subuh. Eh, iya ... Bang Aryan salat disini atau ke masjid?"

Aryan memejamkan mata. "Kamu yang duluan ya, Fi." Ia menjeda ucapannya lalu kembali tersenyum. "Hari ini, salat disini aja dulu. Mau berjmaah sama istri, kan?" Lanjutnya lalu menaikan dua alisnya menatap Nafi.

Nafi berdecak lalu menggeleng. "Jangan godain Nafi subuh-subuh gini, Bang. Udah sana mandi!" balas Nafi memalingkan wajahnya.

Bukannya berhenti saat mendengar Nafi mencegah, Aryan malah bergerak lebih mendekati Nafi. Laki-laki itu memejamkan mata dan menghirup udara panjang, wangi sampo yang digunakan istrinya itu sangat wangi. Tidak sampai disitu, Aryan kini menatap Nafi yang sudah terlihat sedikit jengah. Lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Nafi dan berbisik, "Gak tau kenapa, semenjak kemarin kamu jadi istri aku ... kamu keliatan cantik banget, Fi. Kalau biasanya aku liat Ibu yang bangunin subuh, sekarang ada perempuan yang gak kalah cantik dari Ibu, bangunin aku."

Nafi menahan napasnya dengan tatapan jengah. Perempuan itu mendorong tubuh Aryan dan menatap suaminya balik lalu mendekatkan wajahnya ke telinga sang suami dan balas berbisik, "Nafi tau kalau Nafi cantik, tapi tolong Bang Aryan jangan buat jantung Nafi marathon gini. Nih, ya. Walaupun Nafi kesel sama Bang Aryan, kalau di giniin terus, Nafi juga malu, tau. Sekarang, Bang Aryan mending bangun, terus turutin omongan Nafi buat mandi, cepet!"

Kisah Kita ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang