𝐂𝐨𝐧𝐭𝐞𝐧𝐭 18+
Ini akan terdengar seperti kisah pada umumnya. Dari benci menjadi cinta. Dan dari banyak kesalahan yang kelak akan menjadi sebuah penyesalan.
𖣘
Bastian Daffin Hartigan adalah laki-laki dari segala keburukan. Ia terkenal dengan se...
Bastian menarik napasnya berkali-kali, mencoba untuk menghilangkan rasa gelisahnya. Mungkin tadi ia terlalu tergesa, sehingga penyelamatan yang ia lakukan menjadi tak bereaksi.
Ia kembali menekan tengah dada Aleta dengan tangan yang saling tumpang tindih. Menekannya dengan hati-hati dan berulang-ulang. Setelah melakukan resusitasi jantung paru, Kali ini ia kembali mencoba memberi jalan pernapasan.
Ia sedikit menarik dagu Aleta ke bawah, dan tangan satunya ia gunakan untuk menutupi hidung Aleta. Segera Bastian menyatukan bibir mereka, meniupkan udara lewat mulut gadis itu. Setelah meniupnya hingga tiga sampai empat kali, ia memeriksa dada Aleta. Apakah dadanya mengembang saat udara ditiup.
Lalu ia kembali ke prosedur awal, menekan lagi bagian tengah dadanya dengan tempo yang tidak terburu-buru.
"Ayo sadar, Aleta... Jangan bikin gua frustasi."
Dirinya kembali memberikan napas bantuan pada Aleta. Ada sedikit harapan saat ia melihat dada Aleta mengembang begitu ia meniupkan udara pada mulutnya. Lanjut ia menyatukan bibirnya lagi, memberikan dua sampai tiga kali tiupan.
Dan dengan usaha terakhirnya ini, penyelematannya berhasil. Aleta tersadar, namun dengan bibir mereka yang masih saling bersentuhan. Buru-buru Bastian melepas tautannya dan membantu Aleta yang kini tengah terbatuk-batuk, serta memuntahkan semua air yang masuk ke dalam tubuhnya.
Setelah itu pandangan mereka bertemu, Aleta menatap Bastian dengan mata yang sayu. Ia tak berharap hidup kembali. Kenapa Bastian harus menyelamatkannya.
"Apa yang lu pikirin sampe berani bunuh diri? Jangan ngelakuin hal ini lagi, Aleta! Lu buat gua hampir gila... gua takut..." Bastian langsung menarik tubuh Aleta pada dekapannya. Perasaannya lega, akhirnya Tuhan mengabulkan permohonannya.
Aleta juga tetap diam. Ia baru menyadari jika wajah laki-laki itu terlihat sembab. Apa Bastian menangisi dirinya? Apa Bastian sekhawatir itu? Pertanyaan itu kini berputar di kepalanya.
Dan bahasa isyarat yang ia tunjukkan pada Bastian sebelum ia masuk ke kamar mandi adalah....
'Selamat tinggal dan terima kasih'
Seperkian detik Bastian melepas pelukannya. "Tunggu di sini. Jangan macem-macem!"
Aleta mengangguk pelan.
Bastian beranjak, ia ke luar dari sana dan masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil ponsel. Bastian berniat untuk menghubungi seseorang. Saat nomor kontaknya sudah ditemukan, ia meletakkan ponsel di telinganya dan menunggu jawaban dari sana.
"Hallo, sayang. Tumben nelpon. Kenapa?"
"Bisa dateng ke apartemen gua? Bawa baju lu sama dalemannya juga."