𝐂𝐨𝐧𝐭𝐞𝐧𝐭 18+
Ini akan terdengar seperti kisah pada umumnya. Dari benci menjadi cinta. Dan dari banyak kesalahan yang kelak akan menjadi sebuah penyesalan.
𖣘
Bastian Daffin Hartigan adalah laki-laki dari segala keburukan. Ia terkenal dengan se...
Hari begitu cepat berlalu, itu lah yang Aleta pikirkan saat ini. Dan di sini lah-di Bandara Soekarno Hatta mereka sekarang, keduanya baru saja tiba di tempat ini. Mereka sudah selesai dengan aksi melarikan diri, saatnya Bastian dan Aleta harus kembali.
Aleta benar-benar takut, pasalnya ia masih belum siap dengan bagaimana marahnya sang ayah nanti.
Berbeda dengan Bastian, laki-laki itu tampak jelas menunjukkan wajah tenangnya. Bastian tahu harus bersikap seperti apa nanti, ia akan bertanggung jawab atas pelarian ini.
Tidak butuh waktu lama juga untuk mereka mendapatkan taksi. Supir taksi tersebut langsung turun untuk membantu Bastian memasukkan koper ke dalam bagasi.
Setelah koper tersimpan rapi, Bastian tentunya langsung masuk ke dalam. Sementara Aleta, ia tetap berdiam diri dan terlihat enggan untuk masuk ke dalam.
"Ayo, cepet masuk.."
Aleta bergeleng.
"Mau ditinggal aja nih?" goda Bastian.
"Jangan langsung pulang ke rumah dulu, ya.."
"Astaga.. sekarang udah jam 8 malem, sayang...," geram Bastian. "Bentar ya, Pak.." Bastian kembali ke luar dari taksi.
"Dari masih di Bali sampai udah di sini, kamu nunda-nunda pulang terus. Lagian kan aku udah bilang, kamu tenang aja. Aku yang ngomong sama ayah kamu nanti."
Aleta menunduk takut mendengar omelan Bastian, sudah pasti Bastian merasa geram dengan mental yupi-nya ini.
Bastian menghembuskan napasnya panjang lalu meletakkan tangannya di kepala Aleta. "Kalau ayah kamu marah, kamu bisa ngumpet di punggung aku," ujarnya seraya mengusak surai panjang Aleta.
Senyum Aleta perlahan mengembang. Meskipun masih merasa takut untuk pulang, setidaknya itu sedikit memudar.
______________
Mereka akhirnya tiba setelah cukup lama terjebak macet, hingga menghabiskan waktu hampir 40 menit.
Bisa terlihat rumah Aleta yang sudah beberapa hari ini tidak ia tempati. Sebenarnya ia juga rindu dengan rumah dan keluarganya, bahkan ia sangat ingin berlari dan memeluk ayahnya sekarang. Tapi keinginannya itu kalah dengan rasa takut dan bagaimana wajah kecewa ayahnya nanti. Aleta sudah bisa membayangkan.
"Ayo, turun.., tenang aja," ajak Bastian menepuk kepala Aleta lalu ke luar dari pintu sebelah kanan.
Aleta meneguk air liurnya dan ikut turun dari mobil melalui pintu sebelah kiri.