𝐂𝐨𝐧𝐭𝐞𝐧𝐭 18+
Ini akan terdengar seperti kisah pada umumnya. Dari benci menjadi cinta. Dan dari banyak kesalahan yang kelak akan menjadi sebuah penyesalan.
𖣘
Bastian Daffin Hartigan adalah laki-laki dari segala keburukan. Ia terkenal dengan se...
"Salam kenal," ujar murid baru dengan senyum yang lebar setelah memperkenalkan dirinya di depan kelas.
Meski begitu, seisi kelas tampak tidak terlalu peduli terhadap murid baru tersebut. Alih-alih menyambut, mereka malah tetap asyik mengobrol dengan teman sebangkunya.
Wali kelas yang melihat tingkah para muridnya hanya bergeleng kepala. "Yasudah... Gio kamu boleh duduk di sana, di sebelah Keenan."
"I-iya, Bu."
Sebenarnya berbeda dengan yang lain. Sedari tadi Keenan memperhatikan murid bernama Gio itu saat memperkenalkan dirinya di depan. Dengan tangan yang menopang berat kepalanya, netranya melirik ke arah murid-murid yang mengacuhkannya.
Keenan jelas tahu alasannya apa. Tentu saja karena penampilannya yang terlihat begitu cupu. Kacamata bulat yang tebal, gigi berkawat, rambut klimis, dan seragam sekolah yang begitu rapi. Keenan sendiri pun tidak sudi berteman dengannya. Ya, tapi ia tidak keberatan jika si cupu itu duduk di sebelahnya.
"Okee... Sekarang kita mulai materinya. Untuk sementara Keenan bukunya berbagi sama Gio, ya.."
Keenan hanya mengangguk malas. Ia pun mengeluarkan buku pelajarannya dari dalam tas lalu sedikit melempar ke depan Gio. "Pake aja. Gua gak pernah belajar serius."
"H-hmmm... Ma-makasih."
Dan seperti itu lah kira-kira awal pertemuan mereka. Meski duduk bersebelahan, Keenan sama sekali tidak peduli dan enggan berbicara dengannya.
Namun, ada hari di mana Gio mulai mengalami perundungan dari teman sekelasnya. Ada banyak sekali berbagai penindasan yang terjadi pada laki-laki itu. Setiap harinya Gio selalu dipenuhi lebam di bagian wajah dan bahkan mungkin di balik seragamnya juga memiliki beberapa luka.
Di sini Keenan mungkin sama buruknya. Meski ia tidak serta-merta dalam perundungan itu, tapi ia tetap acuh dan bersikap seakan semuanya berjalan normal seperti biasanya. Toh meski ditindas berkali-kali, laki-laki itu masih terus tersenyum lebar. Jadi, ia pikir semua akan baik-baik saja.
Sebulan sudah Gio bersekolah di sekolah barunya dan sebulan pula ia mengalami perundungan.
Saat ini jam istirahat telah berakhir. Meski malas, kakinya tetap berjalan menuju kelas. Namun, saat di tangga ia terheran melihat Gio yang terus berjalan ke atas. Padahal semestinya Gio berhenti naik dan masuk ke kelasnya yang berada di lantai dua.