𝐂𝐨𝐧𝐭𝐞𝐧𝐭 18+
Ini akan terdengar seperti kisah pada umumnya. Dari benci menjadi cinta. Dan dari banyak kesalahan yang kelak akan menjadi sebuah penyesalan.
𖣘
Bastian Daffin Hartigan adalah laki-laki dari segala keburukan. Ia terkenal dengan se...
Fyi, tentang cara komunikasi Aleta. Kalo tulisan Bold berarti Aleta ngetik di handphone atau di buku tulis. Tapi, kalo tulisannya Italic + (") berarti itu lagi ngomong pake bahasa isyarat. Tapi pasti ada beberapa juga yang bicara lewat telepon atau ada penggunaan bahasa asing. Oke sekian.
••••••••••••••••••••••••
"Atas nama Bastian DaffinHartigan, dimohon untuk ke ruangan Kepala Sekolah. Sekali lagi, atas nama Bastian DaffinHartigan dimohon untuk ke ruangan Kepala Sekolah. Terima kasih."
"Ck. Kenapa sih?!" Bastian beranjak dari kursi.
"Dah sono! Gua mau nyebat dulu lah di sini. Masuk juga masih sepuluh menit lagi," ujar Zian mengapit sebatang rokok yang sudah ia ambil dari saku seragamnya.
Dengan langkah yang malas, Bastian berjalan menuju ke ruang Kepsek. Sambil terus berjalan, netranya mengitari halaman sekolah mencari keberadaan Aleta.
Namun, ia tetap acuh dan beranggapan jika gadis itu mungkin tengah berada di perpustakaan atau kantin.
Setelah hampir memakan waktu sekitar lima menit, Bastian kini sudah tepat berada di depan pintu ruang Kepsek. Segera ia mengetuknya 3x lalu membuka pintunya pelan, dan menutupnya kembali.
"Ada apa, Pak?" tanya Bastian seraya duduk di kursi.
"Nih." Pak Kepala Sekolah itu memutar layar laptopnya ke arah Bastian.
Begitu layar menghadap ke arahnya, mata Bastian langsung membaca sebuah poster. Ia meneguk air liurnya saat melihat judul poster tersebut.
"I-ini?"
"Iya. Kamu saya daftarin lomba cerdas cermat sebagai perwakilan sekolah ini," ungkapnya yang langsung membuat Bastian down seketika.
"Pak... Yang bener aja. Kenapa harus saya? Yang ada nanti malah malu-maluin sekolah kita," tolak Bastian.
"Saya pilih kamu, karena kita udah sepakat kemarin."
"Gak ada perjanjian saya harus ikut lomba gini ya, Pak. Perjanjiannya cuma juara kelas," balas Bastian tak terima.
"Biar kamu bisa cepet belajar dan punya tanggung jawab. Lombanya dua minggu lagi. Jadi persiapkan diri ya, Bastian."
"Tap-"
"Udah sekarang kamu balik ke kelas," potong Pak Kepsek.
Bastian menghembuskan napasnya berat. Dengan perasaan yang kesal, ia beranjak dari kursi dan ke luar dari ruangan tersebut. Dirinya tak pernah membayangkan jika harus mengikuti lomba seperti itu.